Pekerja Rokok Berharap Pemerintah Punya Hati dan Tak Naikkan Cukai

- 21 November 2020, 10:05 WIB
Sejumlah pekerja melakukan pelintingan rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis 22 Oktober 2020. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, hingga 19 Oktober 2020 Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah mencairkan dana BLT BPJS Ketenagakerjaan mulai tahap 1 hingga tahap 5 sebanyak 98,09 persen kepada 12.166.471 pekerja dari total 12,4 juta penerima.
Sejumlah pekerja melakukan pelintingan rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis 22 Oktober 2020. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, hingga 19 Oktober 2020 Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah mencairkan dana BLT BPJS Ketenagakerjaan mulai tahap 1 hingga tahap 5 sebanyak 98,09 persen kepada 12.166.471 pekerja dari total 12,4 juta penerima. /Foto: ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc./

SEPUTARTANGSEL.COM - Pemerintah diminta agar tidak menaikkan cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) tahun depan.

Permintaan ini disampaikan Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI).

Alasannya, kenaikan cukai SKT akan berdampak pada nasib jutaan pekerja di sektor padat karya itu.

Baca Juga: Lima Positif Covid-19 di Acara Habib Rizieq di Megamendung, Ridwan Kamil Beri Sanksi Bupati Bogor

Baca Juga: Lebanon Tolak Kompromi Dengan Israel Soal Kedaulatannya Dalam Negosiasi Perbatasan Laut

"Kami meminta kepada pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai SKT sektor padat karya dan segera mengumumkan kebijakan cukai 2021 demi kepastian hukum,” ujar Ketua Umum FSP-RTMM-SPSI Sudarto.

Dia berharap dapat mencari nafkah dengan damai dan tenang tanpa harus berteriak dan turun ke jalan menuntut keberpihakan.

Sudah seharusnya pemerintah dapat mengambil keputusan yang bijaksana dan seadil-adilnya terkait rencana kenaikan cukai 2021.

Baca Juga: Peringatan Dini BMKG: Jakarta Berpotensi Hujan disertai Petir dan Angin Kencang Berdurasi Singkat

Baca Juga: Belum Terima BLT Subsidi Upah Tahap 4 yang Sudah Cair Kemarin? Ini Kendalanya

"Keputusan tepat akan menentukan nasib jutaan pekerja SKT dari ancaman pemutusan hubungan kerja," kata Sudarto saat diskusi virtual “Perlindungan Tenaga Kerja SKT di Tengah Resesi Ekonomi” di Jakarta pada Jumat, 20 November 2020.

Dikutip Seputartangsel.com dari Antara, produksi Industri Hasil Tembakau (IHT) selama ini di segmen SKT merupakan mata pencaharian utama para pekerja pelinting.

Ironisnya, produksi terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun akibat tekanan regulasi. Termasuk agenda rutin tahunan kenaikan cukai yang membebani para pekerja di IHT.

Baca Juga: Ibu yang Viral Menyiksa Anak Kandung, Ditangkap Petugas Polres Tangsel

Baca Juga: Motor-Mobil Sudah Dijual dan Khawatir Kena Pajak Progresif? Ini Cara Blokir Kendaraan

Disebutkan Sudarto bahwa pihaknya saat ini menaungi 244.021 anggota dan dari jumlah ini hampir 61 persen atau sekitar 148.693 anggota bekerja sebagai pekerja IHT.

Mayoritas pekerja berada di segmen SKT yang padat karya.

Jumlah buruh IHT ini jauh merosot dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dalam 10 tahun terakhir tercatat 60.889 orang yang sudah menjadi tumbal keganasan regulasi yang ketat.

Baca Juga: Ada Akun Facebook Palsu Pakai Nama Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko

Baca Juga: Najwa Shihab dan Suami Tak Penuhi Panggilan Polda Metro Jaya Untuk Klarifikasi

Jumlah tersebut lebih besar ditambah para pekerja di luar keanggotaan FSP RTMM-SPSI.

“Mereka terpaksa kehilangan pekerjaan karena banyak pabrikan tutup dan melakukan rasionalisasi tenaga kerja akibat regulasi pengendalian konsumsi rokok, yang kenyataannya mengarah kepada mematikan IHT,” ungkap Sudarto.

Dia berpendapat bahwa tahun 2020 merupakan ujian berat bagi para pekerja karena menghadapi pukulan ganda. Yakni kenaikan cukai sebesar 23 persen lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/2019 dan pandemi Covid-19.

Baca Juga: Harga Emas Antam dan UBS di Pegadaian hari ini, Sabtu 21 November 2020

Baca Juga: Lima Lokasi Pelayanan SIM Keliling di Jakarta Hari Ini, Sabtu 21 November 2020

Jika pemerintah tetap bersikukuh menaikkan tarif cukai 2021 terutama untuk segmen padat karya SKT maka menjadi ironis.

"Situasi di lapangan saat ini benar–benar berat. Banyak pabrik yang mempekerjakan ribuan tenaga kerja SKT terancam menghentikan operasional karena dampak Covid-19. Dari sisi bisnis, kita khawatir perusahaan enggan mempertahankan SKT dan condong mendorong perpindahan ke rokok mesin,” kata Sudarto.

Seorang pekerja SKT hanya bisa melinting sekitar 360-an batang per jam sementara mesin menghasilkan lebih dari 600 ribu batang per jam dengan jumlah pekerja minim.

Baca Juga: Dari Apel Kesiapan Pengamanan Pilkada Serentak Jadi Ancaman Bubarkan FPI

Baca Juga: Uang Rusak Jangan Dibuang, Bisa Ditukar Uang Baru

Sudarto menilai pemerintah seharusnya fokus mempertahankan lapangan kerja yang ada, termasuk di SKT.

Apalagi, lebih dari 80 persen pekerja SKT adalah ibu–ibu dengan umur lebih dari 40 tahun dengan pendidikan minim dan banyak yang menjadi tulang punggung keluarganya.

Dia berharap hati nurani pemerintah terbuka karena banyak sumbangan IHT kepada negara.

Mulai dari besarnya penyediaan lapangan pekerjaan bagi enam juta orang, cukai yang lebih dari Rp 160 triliun per tahun, hingga nilai ekspor yang melampaui satu miliar dolar AS.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x