Baca Juga: Mantap, Indonesia Bakal Jadi Tempat Peluncuran Roket SpaceX-nya Elon Musk
Salah satu poin dalam surat edaran tersebut adalah langkah memprioritaskan restorative justice.
Restorative justice sudah ada dalam program virtual police yang artinya penindakan itu bersifat ultimum remedium, atau upaya terakhir yang dilakukan kepolisian.
"Setiap hari Polisi melakukan patroli siber di medsos, mengawasi konten yang terindikasi mengandung hoax serta hasutan di berbagai platform, seperti di Facebook, Twitter, dan Instagram," jelasnya.
Baca Juga: Heboh, Muncul Lagi Varian Baru Covid-19 Ditemukan dan Meningkat di New York, Lebih Mengkhawatirkan
Baca Juga: Aksi Koboi Seorang Anggota Polisi di Sebuah Kafe di Cengkareng Jakarta Barat
Tak hanya bekerja sendiri, tim patroli siber juga meminta pendapat ahli pidana, ahli bahasa, maupun ahli ITE sebelum memberikan peringatan virtual.
"Pesan peringatan dikirim dua kali, jika diduga mengunggah konten hoax atau ujaran kebencian. Dalam waktu 1x24 jam maka konten harus diturunkan," tambah Slamet Uliandi.
Jika postingan tidak diturunkan, penyidik akan memberikan peringatan kembali. Bila peringatan kedua tidak digubris, akan ditingkatkan ke tahap pemanggilan untuk klarifikasi.
Baca Juga: Politisi PDIP Kembali Dipanggil KPK dalam Kasus Korupsi Bansos Covid-19 di Wilayah Jabodetabek