Petinggi KAMI Laporkan Komjen Listyo Sigit Prabowo Ke Komnas HAM, Refly Harun: Saya Pesimis

- 19 Desember 2020, 20:22 WIB
Refly Harun (kanan) yang berbicara soal Jumhur Hidayat (kiri) yang melaporkan Jenderal Sigit Prabowo (tengah) kepada Komnas HAM.
Refly Harun (kanan) yang berbicara soal Jumhur Hidayat (kiri) yang melaporkan Jenderal Sigit Prabowo (tengah) kepada Komnas HAM. /Foto: Reno Esnir/Refly Harun. /Kolase dari ANTARA, YouTube, dan Dok. Humas Polda Banten/

 
SEPUTARTANGSEL.COM - Petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat melaporkan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke Komnas HAM.

Pelaporan oleh petinggi KAMI itu turut dibahas oleh pakar hukum tata negara Refly Harun.

Refly Harun pesimis laporan itu akan ditindak lanjutin oleh Komnas HAM, meski ditindak lanjuti, kata Refly mungkin hanya diberi peringatan.

Baca Juga: Kiyai NU Sentil Aa Gym Perihal Presiden Harus Divaksin Duluan

Baca Juga: 4 Penyebab Tidak Terima Bantuan untuk UMKM Rp2,4 Juta dan Simak Cara Cek Penerima

Sebelumnya, Sigit dan jajarannya dilaporkan karena diyakini melanggar unsur HAM dalam penangkapan dan proses hukum yang dilalui Jumhur Hidayat terkait kasus dugaan berita bohong dan penghasutan unjuk rasa penolakan omnibus law UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.

Selain, Sigit disebut melanggar karena saat proses penangkapan Jumhur Hidayat tidak sesuai dengan standar.

"Apa yang dilanggar? Ada banyak, ya. Pertama, proses penangkapan yang tidak sesuai dengan standar, yaitu tidak menunjukkan tanda pengenal dan tidak menunjukkan surat penangkapan," kata tim kuasa hukum Jumhur Hidayat.

Baca Juga: Bantuan Rp2,4 Juta dari Kemnaker Cair Desember 2020, Ini 6 Hal yang Harus Dipenuhi

Baca Juga: Jokowi dan Prabowo Diusulkan Maju Pilpres 2024, Refly Harun: Anies Baswedan Bisa Mengancam

Nelson selaku tim kuasa hukum Jumhur menyebut sangkaan tersebut tak berdasar, terlebih karena bukti yang dikaitkan adalah cuitan Jumhur di akun Twitter yang menurutnya hanya berupa kritik terhadap UU Ciptaker dan investor.

Dikutip PR Bekasi dari kanal YouTube-nya, Sabtu, 19 Desember 2020, Refly Harun berharap semoga laporan tersebut memberikan manfaat walaupun dirinya tahu pelaporan seperti ini kerap diabaikan oleh Komnas HAM.

"Mudah-mudahan pelaporan ini ada manfaatnya walaupun saya pesimis ya, karena pelaporan pelaporan seperti ini bisa saja dianggap hanya angin saja, kalaupun misalnya nanti Komnas HAM memanggil Kabareskrim lalu menegur dan sebagainya," ucapnya.

Baca Juga: Bantuan Rp2,4 Juta dari Kemnaker Cair Desember 2020, Ini 6 Hal yang Harus Dipenuhi

Baca Juga: Jokowi dan Prabowo Diusulkan Maju Pilpres 2024, Refly Harun: Anies Baswedan Bisa Mengancam

Refly Harun juga menyampaikan doanya agar pelaporan tersebut bisa mengubah perilaku dari aparat-aparat penegak hukum di Indonesia.

"Semoga ini bisa mengubah perilaku aparat penegak hukum agar mereka tidak main menggunakan hukum semaunya, sesuai dengan tafsir yang mereka inginkan padahal mereka seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat," tuturnya.

Selaku temannya di KAMI, Refly Harun mengaku sedih melihat kondisi-kondisi sahabatnya yang diperlakukan layaknya penjahat betulan.

Baca Juga: Sering Nge-Gym dan Fitness, Pevita Pearce Terinfeksi Covid-19. Kok Bisa?

Baca Juga: Paslon Nomor Urut 1 Muhamad-Saraswati Bakal Gugat Pilkada Tangsel ke MK

"Saya sampai miris melihat Jumhur Hidayat, Anton Pramana, Syahganda Nainggolan diperlakukan seperti penjahat sungguhan, ya sama memprihatinkannya dengan penembakan enam laskar FPI," ucapnya.

Ia menegaskan bahwa mereka bukanlah orang-orang jahat karena mereka tidak sedang melakukan tindak pidana.

"Yang terjadi adalah, mereka kemudian ditersangkakan, ditahan, dituntut, divonis berdasarkan pendapat yang mereka yakini," tuturnya.

Baca Juga: Dikritik Gunakan Taktik Bertahan, Pelatih Tottenham Jose Mourinho Sebut Hasil Akhir Lebih Penting

Baca Juga: Bawa Samurai, 3 Anak Kecil Ini Peringati Jokowi dan Megawati: Dipites Kayak Kutu

Menurut Refly, yang menjadi persoalan di Indonesia saat ini adalah kritik-kritik terhadap rezim sering dianggap sebagai sebuah tindakan pidana padahal Indonesia adalah negara Demokrasi.

"Tetapi yang menjadi persoalan adalah, ketika kritik itu dibungkam dengan penangkapan, penahanan, penersangkaan, dan penuntutan, memang ini ya tragedi demokrasi juga,  rasanya aneh, hanya begini saja, ditahan, diborgol seperti pesakitan kelas berat ya rasanya, " ucapnya.

Walaupun sering dihiraukan, Refly Harun mengakui selalu mendukung upaya-upaya untuk menegakkan keadilan seperti pelaporan Jumhur tersebut.

Baca Juga: Pemerintah Bagikan BLT UMKM Rp2,4 Juta, Begini Cara Cek Link Daftar Penerima Gelombang 2

Baca Juga: 1 Anggota Polres Dipanah Massa Saat Rapat Rekapitulasi Perhitungan Suara

"Saya pribadi selalu mendukung upaya-upaya untuk menegakan kebenaran dan keadilan, dan sangat tidak dukung upaya-upaya menggunakan,UU ITE untuk menangkap, menahan, menersangkakan, menuntut, orang-orang yang kritis, orang-orang yang memiliki opini atau bersikap," tuturnya.

Refly Harun menilai karena penggunaan UU ITE umumnya menggunakan delik formil, sehingga di situ terdapat unsur subjektivitas aparat di dalamnya.

"Celakanya memang seperti itu semua, penyebaran kebencian, provokasi dan sebagainya, penggunaan UU ITE itu rata-rata deliknya delik formil sehingga, dengan subjektifitas aparat penegak hukum mereka bisa saja menersangkakan orang lain, bahkan menangkap," ucapnya.

Baca Juga: Bidik Puncak Klasemen, Manchester City Rela Patenkan Posisi Kevin De Bruyne

Baca Juga: BSU Rp2,4 Juta dari Kemnaker Akan Dicairkan Bulan Ini, Cek Detailnya

Oleh karena itu jika substansinya adalah kritik, Refly Harun meminta aparat untuk bisa membedakan antara kritik dengan penghinaan atau provokasi.

"Jadi negara demokratis itu, negara yang tidak memenjarakan orang hanya karena perbedaan pendapat atau karena kata-kata, di republik ini sayangnya kata-kata itu jauh lebih dianggap berbahaya ketimbang tindak pidana korupsi," tuturnya.

Sebelumnya, tim kuasa hukum Jumhur Hidayat menyampaikan, kepolisian juga tidak konsisten dalam menyatakan pasal yang disangkakan kepada Jumhur. Ia mengatakan ketika pertama ditangkap, kliennya dituding menunggangi unjuk rasa.

Baca Juga: Angkasa Pura I Rilis Harga Rapid Test Antigen di 7 Bandara

Namun saat sudah ditangkap, yang disangkakan justru Pasal 45 A Ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait penyebaran informasi yang memicu kebencian dan permusuhan terhadap kelompok tertentu. Diketahui, Jumhur juga dijerat Pasal 160 KUHP terkait penghasutan.

Begitu ditahan, kata dia, Jumhur juga tidak diberi akses untuk bertemu dengan kuasa hukum. Hingga hari ini, dia mengaku belum bisa bertatap muka langsung dengan kliennya.

Jumhur juga tidak diperbolehkan memilih kuasa hukum yang mendampinginya ketika diperiksa aparat. Menurut dia, hal itu melanggar hak tiap orang untuk memilih kuasa hukumnya ketika terjerat hukum.

Artikel ini telah tayang di Pikiranrakyatbekasidotcom dengan judul: Petinggi KAMI Laporkan Jenderal Sigit Prabowo, Refly Harun: Semoga Ini Bisa Mengubah Perilaku Aparat

Baca Juga: Bantuan Tunai Rp1 Juta Bagi Pelajar dan Mahasiswa, Yuk Cari Tahu Cara Ceknya

"Setelah ditahan di Bareskrim keluarga tidak boleh bertemu. Memang pernah bertemu sekali, tapi ya sudah itu saja. Dan pada saat bertemu [obrolan mereka] didengarkan oleh kepolisian," ujar Nelson.***(PR Bekasi /Ghiffary Zaka)

Editor: Muhammad Hafid


Tags

Terkait

Terkini