Sistem Pangan Rentan Akibat Pandemi, Atasi dengan Sumber Pangan Lokal Non Beras

- 17 November 2020, 07:00 WIB
Petani memanen tanaman padi yang terendam banjir di persawahan desa Kedungringin, Beji, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa 3 November 2020. Banjir akibat hujan deras beberapa hari terakhir merendam tanaman padi sehingga sebagian besar padi rusak dan terandam gagal panen.
Petani memanen tanaman padi yang terendam banjir di persawahan desa Kedungringin, Beji, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa 3 November 2020. Banjir akibat hujan deras beberapa hari terakhir merendam tanaman padi sehingga sebagian besar padi rusak dan terandam gagal panen. /Umarul Faruq/ANTARA FOTO

SEPUTARTANGSEL.COM - Sumber pangan lokal dinilai bisa mengatasi kerentanan sistem pangan akibat pandemi Covid-19 dan perubahan iklim.

Karena itu para pengamat yang mewakili pemerintah dan lembaga swasta sepakat perlu langkah mengoptimalkan pelbagai sumber pangan lokal disesuaikan dengan kondisi lingkungan, geografis dan pola masyarakat setempat.

Pemerintah daerah bisa berkoordinasi dengan pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan yang disesuaikan dengan kebudayaan pangan lokal daerah seperti ubi kayu, jagung, sagu, pisang, kentang dan sorgum.

Baca Juga: Garet Southgate Disarankan Tinggalkan Kursi Manajer Timnas Inggris

Baca Juga: Jaksa Pinangki dan Suami Punya Perjanjian Pranikah, Memisahkan Harta Masing-masing

"Tiap-tiap provinsi terbiasa mengkonsumsi komoditas karbohidrat non-beras tertentu. Kita tinggal mendorong bagaimana meningkatkan produksi komoditas ini dan mengolahnya sehingga bisa dikonsumsi secara masif," ujar Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) dari Kementerian Pertanian Agung Hendriadi dalam siaran pers pada Minggu, 15 November 2020.

Dikutip Seputartangsel.com dari Antara, Indonesia menghadapi sederet tantangan terkait pangan selama pandemi dalam catatan United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC).

Mulai dari distribusi pangan antar daerah, nilai tukar petani yang menurun, perubahan pola harga pangan, hambatan distribusi bibit dan pupuk karena pembatasan sosial, serta penurunan beberapa harga komoditas pertanian.

Baca Juga: Bangun Permukiman Dekat Al Quds, Palestina: Israel Menghancurkan Solusi Dua Negara

Baca Juga: Yasonna Laoly: RUU Minuman Beralkohol Belum Masuk Prolegnas 2021, Tak Usah Polemik Berlebihan

Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC Bernadia Irawati Tjandradewi mengungkapkan, distribusi pangan yang belum merata di Indonesia juga dikhawatirkan akan menyebabkan kelebihan atau kekurangan komoditas pangan di sejumlah daerah, yang terdampak secara logistik akibat pandemi maupun perubahan iklim.

"Peran pemerintah daerah dalam menjaga ketahanan pangan dapat dilakukan melalui urban farming, diversifikasi pangan yang mengurangi ketergantungan pada beras, serta monitoring ketahanan pangan dan harga pangan daerah," kata Bernadia.

Agung Hendriadi menyebutkan, situasi dua bulan pertama pandemi, Indeks ketahanan pangan Indonesia sempat turun menjadi 40,10 dari sebelumnya 44,10.

Baca Juga: 5 Fakta Drake, Rapper Kanada yang Bikin Geger Karena Diisukan Meninggal

Baca Juga: Pelanggaran Protokol Kesehatan Acara Habib Rizieq, Polri Panggil Anies Baswedan

Hal ini menunjukkan kekagetan dari masyarakat yang mengurangi konsumsi pangan mereka. Tetapi hal sebaliknya terjadi pada April hingga Agustus yang ditandai adanya peningkatan indeks ketahanan pangan.

Di samping itu, Ketua SDGs Network dari Institut Pertanian Bogor, Bayu Krisnamurthi, menuturkan bahwa ketergantungan pada impor justru akan membahayakan jika terjadi krisis atau pandemi berkepanjangan.

"Kita harus berbasis pada pengembangan ekonomi lokal. Khususnya pada level desa dan lurah, serta memberikan dukungan kepada produsen lokal. Inilah yang akan membuat pangan kita memiliki ketahanan yang lebih tinggi," katanya.

Baca Juga: Sering Mengalami Cegukan? Ini Penyebab dan Cara Mengatasinya

Baca Juga: Milad ke-108, Muhammadiyah Terus Berkontribusi Selesaikan Masalah Negeri

Dia menilai Indonesia dapat memiliki ketahanan pangan selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) kedua yaitu "Tanpa Kelaparan" jika sistem pangan berkelanjutan mengacu pada kearifan dan budaya pangan lokal diterapkan secara terencana dan konsisten.

Bernadia Irawati Tjandradewi berpendapat bahwa pemerintah harus dapat memastikan akses masyarakat terhadap pangan tetap terjaga. Seperti dengan mengendalikan distribusi dan logistik pangan dan menjaga stabilitas harga.

Baca Juga: Hamas dan Fatah Bertemu di Kairo Bahas Rekonsiliasi

Baca Juga: RUU Minuman Beralkohol Dituduh Islamisasi, Muhammadiyah: di Negara Barat Juga Diatur

Dia juga berharap pemerintah daerah sebagai aktor utama pencapaian TPB di daerah turut berperan aktif dalam menjaga ketahanan pangan di daerahnya masing-masing.

Salah satunya seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Pariaman dalam memanfaatkan lahan sebagai kebun tanaman dan kolam ikan bagi masyarakat.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

x