Mahkamah Konstitusi Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional, Rocky Gerung Duga Ada Tukar Tambah Politik

- 26 November 2021, 12:54 WIB
Pengamat politik Rocky Gerung duga ada tukar tambah politik di balik keputusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja
Pengamat politik Rocky Gerung duga ada tukar tambah politik di balik keputusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja /Tangkap layar/ Youtube Rocky Gerung Official

SEPUTARTANGSEL.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan agar pemerintah memperbaiki UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law dalam kurung waktu 2 tahun ke depan.

Apabila dalam kurung waktu tersebut pemerintah tak kunjung memperbaiki UU Cipta Kerja, maka peraturan lama otomatis akan berlaku kembali.

Mahkamah Konstitusi menilai, UU Cipta Kerja bersifat inkonstitusional karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (NRI) 1945.

Baca Juga: Airlangga Hartarto Sebut UU Cipta Kerja Masih Tetap Berlaku 2 Tahun ke Depan, Refly Harun: MK Tak Konsisten

Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga mengatakan bahwa UU Cipta Kerja tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara bersyarat.

Menanggapi hal ini, Pengamat politik Rocky Gerung mengatakan bahwa MK sudah mengetahui UU Cipta Kerja merupakan barang busuk.

Namun menurut Rocky Gerung, karena alasan politik, MK masih harus menyelamatkan wajah DPR, oligarki, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Karenanya, dia menduga bahwa keputusan MK merupakan akal-akalan busuk saja.

Baca Juga: Flashback Uji Materi UU Cipta Kerja Ditolak, Rizal Ramli Pelintirkan MK Jadi 'Mahkamah Kekuasaan'

"Sebetulnya ini barang yang memang melanggar konstitusi, tapi karena tukar tambah politik, MK mesti selamatkan muka DPR, muka oligarki, muka Presiden, maka dibikinlah akal-akalan itu," kata Rocky Gerung, dikutip SeputarTangsel.Com dari kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Jumat, 26 November 2021.

"Jadi dengan kata lain, 'Terima saja lah mangganya. Memang busuk sih, tapi tunggu nanti ada buah baru dua tahun lagi'," sambungnya.

Mantan Dosen Filsafat Universitas Indonesia itu memaparkan, UU Cipta Kerja sudah cacat secara formil.

Lebih lanjut, dia menilai bahwa UU Cipta Kerja telah memakan banyak korban. Selain Petinggi KAMI Syahganda Nainggolan, ada juga para mahasiswa yang  mendapat perilaku represif aparat karena berunjuk rasa menolak Omnibus Law.

Baca Juga: DFW Sebut Regulasi Kelautan dan Perikanan Turunan UU Cipta Kerja Penting untuk Dikawal

Karenanya, Rocky menuturkan bahwa seharusnya MK membatalkan UU Cipta Kerja, bukannya memberi waktu 2 tahun kepada pemerintah untuk memperbaiki Undang-Undang inkonstitusional tersebut.

"Undang-Undang busuk, mestinya MK bilang batal karena bertentangan dengan konstitusi. Tapi MK takut kalau dia bilang ini inkonstitusional. Itu berarti seluruh proses yang kemarin itu memang dilakukan oleh pemerintah yang konyol, DPR yang konyol," ujarnya.

Salah seorang pendiri Setara Institute itu menegaskan, seharusnya MK tidak bermain politik. Menurutnya, MK bertugas menyatakan bahwa Omnibus Law cacat secara politik.***

Editor: Harumbi Prastya Hidayahningrum


Tags

Terkait

Terkini

x