Ini Beda Fenomena La Nina dan El Nino Berikut Dampaknya Bagi Cuaca di Indonesia

- 6 Oktober 2020, 11:56 WIB
Ilustrasi perubahan cuaca.
Ilustrasi perubahan cuaca. /Foto: Pixabay / eyeonicimages/

SEPUTARTANGSEL.COM - Pada bulan Oktober terdapat beberapa zona musim wilayah Indonesia diperkirakan akan memasuki musim hujan.

Kali ini, awal musim hujan ini disertai dengan peningkatan akumulasi curah hujan akibat fenomena La Nina.

Akibatnya, terakumulasi potensi yang bisa menjadi pemicu bencana, seperti banjir dan tanah longsor.

Baca Juga: Cek Fakta: Anggota BPJS Dapat BLT Sebesar Rp 4 Juta? Simak Penjelasannya

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, hingga September 2020, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik Ekuator, menunjukkan bahwa anomali iklim La Lina sedang berkembang.

Membahas La Nina tentu mengingatkan orang kepada 'saudaranya', yakni El Nino.

La Nina dan El Nino adalah dua fenomena iklim di dunia.

Baca Juga: Ini Dia Top Go-To Merchant Baru ShopeePay yang Bermanfaat untuk Kamu!

Keduanya adalah bagian dari sistem iklim global yang terjadi ketika Samudera Pasifik dan atmosfer di atasnya berubah dari keadaan netral menjadi beberapa musim berbeda di setiap negara.

Kemudian, apa beda El Nino dan La Nina dan dampaknya bagi cuaca Indonesia?

Berikut rangkuman Seputartangsel.com dari beberapa sumber.

Baca Juga: Omnibus Law Disahkan, Ini Kata Serikat Pekerja Tentang Hak-hak Buruh yang Hilang

Diketahui, La Nina dan El Nino adalah satu gejala yang menunjukkan adanya perubahan pada iklim Bumi.

El Nino merupakan kejadian di mana suhu air laut yang ada di Samudera Pasifik memanas di atas rata-rata suhu normal.

Sementara, La Nina adalah peristiwa turunnya suhu air laut di Samudera Pasifik di bawah suhu rata rata sekitarnya.

Singkatnya, La Nina dan El Nino adalah fenomena yang berkebalikan.

Baca Juga: Peringatan Dini BMKG: Jakarta Hujan Disertai Kilat dan Angin Kencang pada Sore Hari

Selanjutnya, berdasarkan pada acuan sejarah, El Nino adalah sebuah peristiwa yang terjadi dan diamati oleh penduduk dan nelayan dari Peru dan Ekuador yang bermukim di wilayah pantai Samudera Pasifik bagian timur, yang biasanya terjadi pada bulan Desember.

Setelah lama meneliti, para ahli ternyata juga menemukan peristiwa kebalikan dari El Nino, yang dinamakan La Nina.

Fenomena ini mempunyai rentang waktu 2-7 tahun.

Baca Juga: Hingga Sabtu 3 Oktober, IDI: 130 Dokter, 9 Dokter Gigi, 92 Perawat Meninggal Karena Covid-19

Terjadinya El Nino disebabkan oleh meningkatnya suhu perairan di Pasifik timur dan tengah yang mengakibatkan meningkatnya suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada diatasnya.

Sehinga peristiwa ini menyebakan pembentukan awan yang juga meningkatkan curah hujan menurun secara tidak normal di beberapa wilayah di Indpnesia.

Sedangkan La Nina, disebabkan oleh suhu permukaan laut pada bagian barat dan timur Pasifik yang nenjadi lebih rendah daripada biasanya.

Baca Juga: Sah! Omnibus Law RUU Cipta Kerja Menjadi Undang-undang

Kejadian itu menyebabkan tekanan udara pada ekuator Pasifik barat menurun yang mendorong pembentukkan awan berlebihan dan menyebabkan curah hujan tinggi pada daerah yang terdampak.

Kejadian El Nino tidak terjadi secara tunggal, namun secara berturutan setelah atau sebelum La Nina.

Hasil kajian dari tahun 1900 sampai tahun 1998 menyampaikam bahwa El Nino telah terjadi sebanyak 23 kali (rata-rata 4 tahun sekali).

Sedang La Nina hanya 15 kali (rata-rata 6 tahun sekali). Dari 15 kali kejadian La Nina, sekitar 12 kali (80 persen) terjadi berurutan dengan tahun El Nino.

Baca Juga: Update Corona Indonesia 5 Oktober 2020: 307.020 Positif, 232.593 Sembuh, 11.253 Meninggal

La Nina mengikuti El Nino hanya terjadi 4 kali dari 15 kali kejadian. Sedangkan yang mendahului El Nino 8 kali dari 15 kali kejadian.

Dampak El Nino dan La Nina bagi Wilayah di Indonesia

Pengaruh El Nino terhadap Indonesia pada umumnya adalah membuat suhu permukaan air laut di sekitar Indonesia menurun yang berakibat pada berkurangnya pembentukan awan yang membuat curah hujan menurun, namun kandungan klorofil-a pada lautan Indonesia meningkat.

Kandungan klorofil-a yang meningkat berarti meningkatnya pasokan makanan di lautan Indonesia yang tentunya meningkatkan jumlah ikan yang ada di sekitar perairan Indonesia.

Sementara dampak dari La Nina adalah meningkatnya curah hujan di wilayah Pasifik Ekuatorial Barat, yang dimana Indonesia termasuk di dalamnya.

Baca Juga: Innalillahi, Ratusan Mahasiswa PTIQ Dinyatakan Positif Covid-19

La Nina membuat cuaca cenderung menjadi hangat dan lembab. Fenomena La Nina yang meningkatkan curah hujan, membuat cuaca pada musim kemarau Indonesia, menjadi lebih basah.

Selain itu, dampak dari La Nina terasa untuk kota dan daerah yang tidak mempunyai resapan air yang bagus, contohnya Jakarta.

Di mana hujan yang terjadi selama beberapa jam sudah cukup untuk membuat wilayah Jakarta tergenang banjir.

Selain Jakarta, La Nina juga berdampak bagi beberapa kota dan daerah Indonesia lainnya seperti Solo, Banjarnegara, Wonogiri, Cilacap, dan lainnya yang akan membuat potensi banjir dan longsor di daerah tersebut.

Baca Juga: Sama-sama Babak Belur, Lebih Buruk Mana Manchester United atau Liverpool?

Tak hanya itu, La Nina juga berpengaruh terhadap permasalahan kesehatan yang meningkat seiring dengan tingginya potensi bencana alam seperti, banjir dan tanah longsor.

Selain itu, bermunculan penyakit-penyakit menular Water-borne disease.

Ini adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dalam air yang tidak diobati atau terkontaminasi, di antaranya diare, demam, tipus, kolera dan lainnya.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

x