SEPUTARTANGSEL.COM - Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman dituntut hukuman mati terkait dugaan tindak pidana terorisme.
Tuntutan mati kepada Munarman itu dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) pada Rabu, 3 Februari 2022 kemarin.
Dilayangkannya tuntutan mati oleh JPU kepada Munarman lantaran yang bersangkutan dinilai sebagai orang paling berpengaruh di FPI.
Menanggapi hal ini, Pengamat politik Rocky Gerung melihat adanya upaya yang menghubungkan Munarman terhadap peristiwa di Makassar pada 2015 dan 2016 silam, serta bom bunuh diri di Filipina.
Selain itu, menurut Rocky Gerung, saksi persidangan Munarman sengaja diarahkan untuk segera membuktikan kepada JPU agar mantan pentolan FPI itu dapat diancam hukuman mati.
"Kesan saya setelah mendengar komentar-komentar di media massa, saksinya seolah-olah seperti biasa, diarahkan supaya cepat membuktikan atau memberi data pada Jaksa Penuntut Umum untuk menjerat Munarman dengan hukuman mati," kata Rocky Gerung, dikutip SeputarTangsel.Com dari kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Kamis, 3 Februari 2022.
Salah seorang pendiri Setara Institute itu menganggap hal ini sebagai sesuatu yang berbahaya.
Rocky mengatakan, dengan adanya ancaman hukuman mati, maka teror terhadap Munarman terus berlangsung hingga di pengadilan.
"Terlihat bahwa jaksa ditegur oleh hakim karena menganggap terlalu cepat membuat kesimpulan, bahkan dalam pertanyaan kesaksian itu," ujarnya.
"Jadi justru dengan itu, kita tangkap bahwa memang ada desain untuk menjebloskan Munarman," lanjutnya.
Rocky menuturkan, orang yang berpengaruh pasti memiliki kemampuan persuasi.
Meski begitu, bukan berarti yang bersangkutan mempersuasi orang lain untuk melakukan kekerasan.
Mantan Dosen Filsafat Universitas Indonesia itu menilai, JPU dalam kasus ini hanya melihat satu sisi.
"Bahwa karena Munarman berpengaruh dan Undang-Undang Terorisme itu mengatakan orang yang berpengaruh potensial untuk dijerat hukuman mati. Jangan manfaatkan itu sebagai kesimpulan," tegasnya.
Lebih lanjut, Rocky menjelaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 telah melarang menjalankan retroaktif terhadap tindak pidana terorisme.
"Sekali lagi frame bahwa itu upaya untuk … sebut saja menjebakan Munarman ke dalam peristiwa di 2015 itu, saya kira terlalu berlebihan," tuturnya.
"Tapi saya percaya bahwa ini sidang masih berlanjut, masih akan ada saksi a charge, saksi ahli, atau bahkan saksi fakta alternatif. Jadi kita tunggu perkembangan itu," sambungnya.
Ia pun mengimbau agar publik tidak terlalu larut kepada kondisi peradilan, sehingga timbul gerakan massa yang dapat memperberat tuduhan kepada Munarman.***