Anjing Bernyanyi, Satwa Dataran Tinggi Papua Terus Diteliti

- 27 November 2020, 21:47 WIB
Satwa 'anjing bernyanyi' yang hidup di kawasan dataran tinggi Papua.
Satwa 'anjing bernyanyi' yang hidup di kawasan dataran tinggi Papua. /Foto: Antara / PTFI/

SEPUTARTANGSEL.COM - Penelitian fase kedua terhadap satwa 'anjing bernyanyi' telah dirampungkan.

Penelitian atas satwa yang hidup di kawasan dataran tinggi Papua yang dilakukan sejak 2018.

Penelitian dilakukan hasil kerjasama PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura dan New Guinea Highland Wild Dog Foundation (NGHWDF).

Baca Juga: Luhut Binsar Pandjaitan Minta Jangan Jual Ide Kekerasan, Bikin Wisatawan Takut ke Indonesia

Baca Juga: Miris, Bocah Umur 10 Tahun Jadi Korban Pencabulan di Tangsel

General Superintendent of Highland Reclamation and Monitoring PTFI Pratita Puradyatmika menyebutkan, satwa anjing yang hidup di dataran tinggi Papua itu selama ini dikenal oleh masyarakat lokal sebagai 'anjing bernyanyi'.

Penelitian pertama spesies 'anjing bernyanyi' dimulai sejak 2016. Dilakukan Universitas Negeri Papua (Unipa) Manokwari bersama NGHWDF pada 2016.

Adapun penelitian fase kedua dilakukan selama satu bulan, tepatnya pada Agustus 2018 di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika.

Baca Juga: Dirawat di RS UMMI Bogor, Habib Rizieq Diminta Terbuka Positif Covid-19 atau Tidak

Baca Juga: Awas! Menghalangi Petugas Kesehatan Dalam Penanganan Covid-19 Bisa Kena Sanksi

Pada 1 September 2020, hasil penelitian ini sudah dipublikasikan di jurnal internasional Amerika Serikat, yaitu Proceeding of the National Academy of Sciences (PNAS).

Dikutip Seputartangsel.com dari Antara, penelitian fase kedua dilakukan untuk menganalisis hubungan genetik antara anjing bernyanyi dengan anjing liar lain yang hidup di dataran tinggi Papua.

Tim peneliti selama dua pekan memantau dengan perangkap berkamera atau camera trap. Mereka berhasil merekam 18 ekor 'anjing bernyanyi'.

Baca Juga: Protes UU Pertanian, Petani India Bentrok Dengan Polisi

Baca Juga: Korea Selatan Hadapi Gelombang Ketiga Covid-19, Kasus Baru Melonjak

Di samping itu, juga dilakukan pengumpulan sampel darah, kulit, dan rambut anjing untuk menganalisis ciri fisik, demografi, dan perilaku dari satwa itu.

Hasil penelitian menemukan bahwa 'anjing bernyanyi' memiliki sejumlah kemiripan dengan anjing liar pegunungan Papua serta dingo yang berhabitat di Australia.

Pratita Puradyatmika mengatakan spesies 'anjing bernyanyi' dapat ditemukan di hampir seluruh area tambang Grasberg PTFI. Tak ayal, sejumlah karyawan yang bekerja di area Grasberg juga kerap menyaksikan keberadaan kawanan anjing ini dari jarak dekat.

Baca Juga: Azyumardi Azra: Intoleransi Muncul Karena Penegakan Hukum Tidak Berjalan

Baca Juga: Kata Bamsoet, Tolak Tes Covid-19 Bisa Kena Sanksi Pidana

“Anjing bernyanyi sama sekali tidak menyerang manusia. Sebaliknya, kawanan anjing ini beberapa kali ditemukan dapat hidup dan beraktivitas berdampingan dengan para karyawan kami yang bekerja di sekitar tambang terbuka,” katanya di Timika pada Jumat, 27 November 2020.

Warga lokal meyakini 'anjing bernyanyi' merupakan keturunan dari nenek moyang mereka.

Kearifan lokal inilah yang turut membangun rasa tanggung jawab masyarakat dan PTFI untuk menjaga dan melindungi kelestarian satwa itu.

Baca Juga: Kiara: Izin Ekspor Benih Lobster Sejak Lama Sudah Bermasalah

Baca Juga: Walhi: Kondisi Hutan Sulawesi Selatan Makin Kritis

“Sudah menjadi komitmen PTFI untuk melindungi mega biodiversitas Papua melalui berbagai upaya penelitian dan pelestarian lingkungan. Maka dari itu, selain dengan menjaga habitat dan populasi anjing bernyanyi di area kerja kami, PTFI juga senantiasa mendukung upaya berbagai pihak, termasuk Universitas Cenderawasih, untuk melakukan penelitian lanjutan demi tujuan konservasi,” ujarnya.

Anjing bernyanyi dapat dikenali dengan rambut yang lebih tebal dan ukuran badan relatif lebih kecil dibandingkan anjing liar lainnya. Yakni tinggi sekitar 45 cm untuk anjing jantan dan 37 cm untuk anjing betina, dengan panjang tubuh sekitar 65 cm untuk jantan dan 55 cm untuk betina.

Hewan ini hidup dalam kawanan kecil, dengan jumlah sekitar dua hingga tiga ekor dalam satu kelompok.

Baca Juga: Hasil Uji Vaksin Covid-19 Produksi AstraZeneca Kembali Berdampak pada Nilai Rupiah

Baca Juga: Kementerian KKP Hentikan Sementara SPWP Ekspor Benih Lobster

Hal lain yang juga membedakan anjing ini dengan anjing lainnya adalah caranya berkomunikasi. Bukan dengan menggonggong melainkan hanya melolong.

Lolongan unik yang menyentuh melodi rendah hingga tinggi inilah yang membuat masyarakat setempat menyebut hewan ini dengan nama 'anjing bernyanyi'.

Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memastikan banyak hal. Termasuk untuk mempertimbangkan secara ilmiah status perlindungannya mengingat hewan ini perlu dijaga kelestariannya dan belum masuk ke dalam daftar hewan yang dilindungi.

Baca Juga: Lemhannas: Pandemi Covid-19 Juga Menginfeksi Ketahanan Nasional

Baca Juga: Wah, Kata Gubernur Lemhannas, Copot Baliho Habib Rizieq TNI Melampaui Wewenang

Rektor Uncen Apolo Safanpo mengemukakan bahwa Uncen masih akan melanjutkan penelitian fase ketiga pada Mei 2021.

Apolo Safanpo mengatakan,"Mengingat masih ada banyak hal yang perlu kami dalami, seperti taksonomi, perkembangbiakan, kehidupan sosial, perannya dalam rantai makanan, dan hal lain yang bisa menjadi dasar ilmiah bagi penentuan status perlindungan anjing bernyanyi.”

Situs penelitian berada di kawasan bekas tambang terbuka Grasberg milik PTFI di ketinggian 3.800 hingga 4.300 meter di atas permukaan laut.

Baca Juga: Akhirnya, Ma'ruf Amin Melepas Jabatan Sebagai Ketua MUI

Baca Juga: Polisi: Main Threesome, Artis ST dan MA Dibayar Masing-masing Rp30 Juta

Jauhnya lokasi dan berbagai keadaan geografis di lokasi penelitian menjadi salah satu kendala yang dihadapi tim peneliti saat merampungkan penelitian ini.

“Salah satu tantangan terbesar kami dalam memaksimalkan penelitian ini adalah lokasi penelitian yang terpencil dengan medan perjalanan yang begitu ekstrem dan sulit ditempuh dengan kendaraan biasa. Untuk itu, kami bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia yang mendukung penelitian ini dengan menyediakan berbagai fasilitas pendukung dan transportasi, terutama untuk membantu kami mencapai medan yang begitu sulit ditempuh di area kerja PTFI,” ujarnya.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini

x