Jokowi dan Prabowo Diusulkan Maju Pilpres 2024, Refly Harun: Anies Baswedan Bisa Mengancam

19 Desember 2020, 16:26 WIB
Refly Harun (kanan) yang turut mengomentari soal hasil analisa dari Muhammad Qodari yang percaya bahwa jika Jokowi-Prabowo (kiri) maju di Pilpres 2024 akan memunculkan stabilitas politik di Indonesia. /Foto: Kolase foto dari ANTARA dan YouTube Refly Harun/

 
SEPUTARTANGSEL.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut bisa menciptakan lingkungan politik yang baik apabila maju sebagai presiden 2024 bersama Prabowo Subianto.

Dalam artian, Jokowi maju untuk Ketigakalinya sebagai presiden dan Prabowo sebagai wakil presiden.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari.

Baca Juga: Sering Nge-Gym dan Fitness, Pevita Pearce Terinfeksi Covid-19. Kok Bisa?

Baca Juga: Paslon Nomor Urut 1 Muhamad-Saraswati Bakal Gugat Pilkada Tangsel ke MK

Qodari meyakini jika kedua tokoh nasional itu berpasangan, maka akan menghapus dikotomi cebong dan kampret.

Dengan demikian, jika Jokowi hendak maju, menurut Qodari memerlukan amandemen UU Dasar 1945.

"Tentu saja hal ini memerlukan amandemen UU Dasar 1945," ucapnya.

Meski begitu, Jokowi telah menegaskan tidak akan mengkhianati janjinya kepada negara karena sudah diatur sesuai amandemen UUD terkait periode masa jabatan maksimal Presiden.

Baca Juga: Dikritik Gunakan Taktik Bertahan, Pelatih Tottenham Jose Mourinho Sebut Hasil Akhir Lebih Penting

Baca Juga: Bawa Samurai, 3 Anak Kecil Ini Peringati Jokowi dan Megawati: Dipites Kayak Kutu

"Skenario tersebut bisa saja terjadi untuk menciptakan stabilitas politik sekaligus menghindari pemilu yang mengerikan seperti pada Pilpres sebelum-sebelumnya yang melahirkan dikotomi Cebong dan Kampret," tambah Qodari.

Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara Refly Harun menolak ide dari magister ilmu pemerintahan Essex University Inggris tersebut.

Refly Harun menilai walaupun mereka berdua dipasangkan, tidak akan menyelesaikan masalah dan tetap memunculkan kelompok oposisi yang sama.

Baca Juga: Pemerintah Bagikan BLT UMKM Rp2,4 Juta, Begini Cara Cek Link Daftar Penerima Gelombang 2

Baca Juga: 1 Anggota Polres Dipanah Massa Saat Rapat Rekapitulasi Perhitungan Suara

"Menurut saya tidak menyelesaikan masalah juga kalau Jokowi berpasangan dengan Prabowo, karena akan muncul kelompok oposisi yang sama," tuturnya.

Meskipun saat ini pendukung setia Prabowo sudah meninggalkannya, Refly Harun menyampaikan akan tetap ada kelompok-kelompok kritis di luar pemerintahan.

"Tetap saja ada kelompok-kelompok di luar pemerintahan yang sekarang kritis terhadap pemerintahan yang ada dan merasa tidak puas dengan pemerintahan Presiden Jokowi. Karena sekarang Prabowo pun sudah dipersepsi sebagai bagian dari pemerintahan," ucapnya.

Baca Juga: Bidik Puncak Klasemen, Manchester City Rela Patenkan Posisi Kevin De Bruyne

Baca Juga: BSU Rp2,4 Juta dari Kemnaker Akan Dicairkan Bulan Ini, Cek Detailnya

Refly Harun menegaskan dikotomi cebong dan kampret akan tetap ada, karena sekarang kampret memiliki presiden baru yaitu Anies Baswedan.

"Tadinya kita berpikir bahwa dengan menyerap Prabowo dalam pemerintahan, dikotomi itu sudah hilang, enggak! Bahkan sekarang rupanya ada penghulu kampret baru, and then his name is Anies Baswedan, kan seperti itu," tuturnya seperti dikutip PR Bekasi dari kanal YouTube Refly UNCUT, Jumat, 18 Desember 2020.

Jadi orang sekarang, ucap Refly Harun, justru melihat Anies Baswedan sebagai penghulu kampret dan dia akan dibutuhkan, kenapa?

Baca Juga: Angkasa Pura I Rilis Harga Rapid Test Antigen di 7 Bandara

Baca Juga: Bantuan Tunai Rp1 Juta Bagi Pelajar dan Mahasiswa, Yuk Cari Tahu Cara Ceknya

"Kan kadang-kadang orang punya alasan untuk menakut-nakuti pemerintahan yang ada mengenai bahaya radikalisme, bahaya ekstrem kanan misalnya," ucapnya.

Oleh karena itu, masyarakat harus memiliki sosok yang bisa mewakilkan mereka untuk menghadapi pemerintahan.

"Karena itu harus ada yang namanya the common enemy, musuh bersama itu haruslah orang yang bisa mengancam, Anies Baswedan salah satu orang yang bisa mengancam konstelasi politik 2024," tuturnya.

Baca Juga: Berpose Telanjang, Model Playboy Dihukum Pengadilan Turki

Baca Juga: Terkuak, Reyna Anak Kandung Andin dalam Ikatan Cinta Malam Ini, 19 Desember 2020, Tonton di Link Ini

"Kalau Ganjar kan dianggap satu kubu dengan Jokowi dan juga Prabowo, yaitu kubu kiri kan, kiri luar istilahnya. Sementara Anies Baswedan, Ridwan Kamil, itu bisa masuk ke dalam perkubuan yang kanan, atau tengah kanan," sambung Refly Harun.

Refly Harun tetap menyarankan presidential threshold dihilangkan agar kondisinya tidak seperti sekarang yang semua partai diborong oleh satu kekuasaan sehingga hanya menghasilkan satu Paslon di Pilpres.

"Jadi menurut saya, seharusnya yang perlu dihilangkan adalah presidential threshold, menghilangkan presidential threshold itu membuat pencalonan jauh lebih cair, sehingga sekat-sekat ideologi itu jauh lebih cair lagi," ucapnya.

Baca Juga: Fix! Kemenkes Pastikan Vaksinasi Covid-19 Gratis Tanpa Embel-embel Apapun

Sebelumnya, Muhammad Qodari juga menyebutkan bahwa sosok Jokowi dan Prabowo merupakan representasi atau simbol dari pengelompokan di masyarakat Indonesia hingga pada momentum Pilpres 2019 terlahir istilah cebong dan kampret yang bertahan sampai saat ini. 

Jika keduanya bergabung, maka diyakini tidak ada lagi dikotomi cebong dan kampret pada Pemilu mendatang.

Artikel ini telah tayang di Bekasipikiranrakyatdotcom dengan judul: Muncul Usulan Jokowi Jadi Presiden Bersama Prabowo, Refly Harun: Sekarang Ada Penghulu Kampret Baru

Baca Juga: Bareskrim Polri Surati Dewan Pers Terkait Status Liputan Investigasi dan Kewartawanan Edy Mulyadi

"Makanya kemungkinan semacam itu bisa saja terjadi, yaitu demi menjaga stabilitas dan menghindari Pemilu Presiden yang mengerikan, di mana terjadi pembelahan seperti halnya cebong dan kampret di Pilpres 2019," ujar sarjana psikologi UI tersebut.***(PR Bekasi /Ghiffary Zaka)

Editor: Muhammad Hafid

Tags

Terkini

Terpopuler