SEPUTARTANGSEL.COM - Hingga saat ini kudeta yang dilakukan oleh militer Myanmar masih belum juga menemukan titik terang.
Tidak sedikit dari para demonstran yang turun ke jalan untuk mendesak berakhirnya aksi kudeta oleh pasukan militer berjatuhan.
Kabar terbaru, sebuah kelompok advokasi yang melaporkan sejumlah 22 pengunjuk rasa anti-kudeta tewas di pinggiran kota industri Hlaingthaya, Myamar, pada Minggu, 14 Maret 2021.
Baca Juga: Jubir Presiden Fajroel Rachman Pastikan Jokowi Tolak 3 Periode, Begini Komentar Febri Diansyah
Peristiwa berdarah itu terjadi setelah adanya serangan aksi pembakaran pabrik-pabrik yang didanai oleh China.
Atas serangan pembakaran pabrik Garmen di Hlaingthaya oleh pelaku yang tidak dikenal tersebut, Kedutaan Besar China memberikan tanggapannya melalui platform Facebook.
"China akan mendesak Myanmar untuk segera ambil upaya efektif agar segala tindakan kekerasan dapat dihentikan. Kemudian, menjatuhkan hukuman terhadap pelaku sesuai dengan hukum dan memastikan keselamatan jiwa, properti perusahaan dan personel China di Myanmar," tulis Kedutaan Besar China dalam pernyataannya.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Susun Rencana Persiapkan Pembelajaran Tatap Muka Untuk Provinsi Jateng
Namun, respon Kedutaan Besar China tersebut dinilai telah mendukung junta militer yang mengambil alih kekuasaan.
"Jika Anda ingin berbisnis di Myanmar dengan stabil, hormatilah orang Myanmar," kata seorang pemimpin aksi protes Ei Thinzar Maung yang ikut menanggapi pernyataan Kedutaan Besar China di laman Facebook.
Kesaksian mengerikan itu diungkapkan oleh seorang wartawan media lokal yang sedang meliput kejadian di lapangan.
"Situasi itu sangat mengerikan. Saya melihat orang-orang ditembaki di depan mata saya. Saya tidak akan pernah melupakan kejadian itu,” kata seorang wartawan yang tidak ingin diketahui namanya, dikutip SeputarTangsel.com dari Reuters pada Senin, 15 Maret 2021.
Pengambilan alih kekuasaan yang dilakukan oleh pasukan militer sejak 1 Februari itu telah mengundang kutukan dari berbagai pihak belahan dunia.
"Kami menyerukan segera menghentikan kekerasan ini dan kami mendesak rezim militer untuk menyerahkan kembali kekuasaan kepada mereka yang dipilih secara demokratis oleh rakyat Myanmar,” kata Duta Besar Inggris Dan Chugg dalam pernyataannya.
Baca Juga: Waduh, DPR Duga Ada Praktek Mafia Rumah Sakit Untuk Dapat Tambahan Dana BPJS Kesehatan
Christine Schraner Burgener, selaku utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar juga menyerukan masyarakat internasional untuk mendukung rakyat Myanmar dan aspirasi demokrasi mereka.
Sementara itu, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan setidaknya 16 orang tewas di tempat lain, termasuk di kota kedua Mandalay dan Bago, yang menyebabkan jumlah korban menjadi 39 orang.
AAPP menyatakan jumlah keseluruhan kematian korban demonstran bertambah menjadi 126 orang.
Sedangkan, lebih dari 2.150 orang dilaporkan telah ditangkap dan ditahan oleh pasukan keamanan militer pada Sabtu, 13 Maret 2021.***