Aparat Polri juga dinilai KAMI bersifat prematur, yaitu mengungkapkan kesimpulan dari proses pemeriksaan yang masih berlangsung.
Di samping itu, membuka nama dan identitas seseorang yang ditangkap, menunjukkan bahwa Polri tidak menegakkan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence), yang seyogya harus diindahkan oleh Lembaga Penegak Hukum/Polri.
KAMI juga menyebut adanya indikasi kuat handphone beberapa tokoh KAMI dalam hari-hari terakhir ini diretas dan dikendalikan oleh pihak tertentu sehingga besar kemungkinan disadap atau "digandakan" (dikloning).
Baca Juga: Harga Emas Hari Ini, Rabu 14 Oktober 2020 di Pegadaian Terlihat Menurun
KAMI juga menolak dikaitkan dengan tindakan anarkis dalam unjuk rasa kaum buruh, mahasiswa dan pelajar.
Alasannya, KAMI secara kelembagaan belum ikut serta, kecuali memberi kebebasan kepada para pendukungnya untuk bergabung dan membantu pengunjuk rasa atas dasar kemanusiaan.
Baca Juga: Ingin Jadi Bagian dari 'Bakteri Baik' Yakult? Silakan Lamar 18 Posisi Lowongan Pekerjaan Ini
"Polri justeru diminta untuk mengusut tuntas, adanya indikasi keterlibatan pelaku profesional yang menyelusup ke dalam barisan pengunjuk rasa dan melakukan tindakan anarkis termasuk pembakaran (sebagaimana diberitakan oleh media sosial)," tulis KAMI.
Karena itu, KAMI meminta Polri membebaskan para tokoh KAMI dari tuduhan dikaitkan dengan penerapan UU ITE yang banyak mengandung "pasal-pasal karet" dan patut dinilai bertentangan dengan semangat demokrasi.***