Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko Dinilai Melukai Umat Islam, Prof Suteki: Islamofobia, Rasis, Fasis

- 9 Mei 2022, 08:40 WIB
Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko dinilai telah melukai umat Islam
Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko dinilai telah melukai umat Islam /Foto: Dok. ITK/

 

SEPUTARTANGSEL.COM - Ahli hukum masyarakat, Prof Suteki menyoroti pernyataan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Budi Santosa Purwokartiko terkait mahasiswi berpenutup kepala ala manusia gurun.

Suteki menilai, ada latar belakang khusus yang membuat Budi Santosa Purowokartiko menyinggung ajaranNya, termasuk terkait perempuan yang mengenakan hijab.

Menurut Suteki, pernyataan Budi Santosa Purwakartiko itu telah melukai perasaan umat Islam.

Baca Juga: Tifatul Sembiring Tanggapi Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko Soal Manusia Gurun: Perusuh Kerukunan Ini

Suteki menjelaskan, pernyataan Budi Santoso Purwokartiko bisa dibawa ke ranah hukum pidana.

"Bisa dinilai itu sangat melukai dan kalau kita kaitkan dengan hukum perundang-undangan di Indonesia, itu memang bisa dikaitkan apakah KUHP, ini yang sangat umum. Yaitu pasal 156 a atau juga 157 terkait penistaan agama, kelompok, dan golongan," kata Suteki, dikutip SeputarTangsel.Com dari kanal YouTube Refly Harun pada Senin, 9 Mei 2022.

"Kemudian bisa juga kita kaitkan dengan Undang-Undang ITE karena ia sampaikan di media sosial. Kemudian juga bisa kita kaitkan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008, yaitu Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Ras dan Etnis," sambung Suteki.

Baca Juga: Budi Santosa Purwokartiko Dinilai Provokatif Sebut Manusia Gurun, Imam Shamsi Ali: Jilbab Itu Praktik Agama

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro itu menegaskan, Budi Santoso Purwokartiko bisa dijerat dengan peraturan perundang-undangan tersebut untuk memberikan efek jera.

Kemudian, Suteki menyebut pernyataan Budi Santoso Purwokartiko yang menyindir mahasiswi berpenutup kepala ala manusia gurun sangat berbahaya dan menunjukkan adanya ketakutan.

Ketakutan tersebut, kata Suteki, bisa ketakutan dengan manusia gurun itu sendiri ataupun ketakutan yang bersifat irasional terhadap syariat Islam, termasuk pakaian dan ucapan-ucapan umat Islam.

"Pernyataan yang disampaikan oleh Prof Budi  Santoso Purwokartiko ini sangat berbahaya," ujarnya.

Baca Juga: Budi Santosa Purwokartiko Dianggap Rasis Soal Manusia Gurun, Rocky Gerung Minta Rektor ITK Mengundurkan Diri

Suteki menyebut ketakutan Budi Santosa Purwokartiko yang bersifat irasional sebagai bentuk Islamofobia.

Pasalnya, menurut Suteki, berhijab merupakan salah satu kewajiban perempuan Muslim yang diajarkan oleh agama.

"Kalau ini (hijab) dipersoalkan, berarti tadi, memang ada ketakutan yang sifatnya irasiobal dan kita sebut namanya Islamofobia," tegas Suteki.

Sementara itu, Suteki menuturkan, di negara-negara lain seperti Amerika Serikat sudah ada kebijakan untuk memerangi Islamofobia.

Baca Juga: Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko Sindir Mahasiswi Berhijab ala Manusia Gurun, Fadli Zon: Segera Dihentikan

Menurut Suteki, hal itu dapat terlihat dari Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang merayakan Idul Fitri 1443 H di Gedung Putih.

Lebih lanjut, Suteki mengatakan pernyataan Budi Santosa Purwokartiko memimpikan para pemimpin bangsa yang membumi, hedonis, rasis, fasis, dan xenofobia.

"Ini kalau kita teliti dari kata-kata yang beliau sampaikan itu," ucapnya.

Suteki menuturkan, hal tersebut bertentangan dengan sistem demokrasi yang diterapkan oleh dunia global, serta lebih erat dengan kediktatoran.

Baca Juga: Budi Santosa Purwokartiko Dinilai Rasis Usai Sebut Manusia Gurun, Pemerintah Diminta Ambil Sikap Tegas

Selain itu, kata Suteki, pernyataan Budi  Santoso Purwokartiko bertentangan dengan Pancasila.

"Di sini memang kalau menurut saya apa yang disampaikan oleh Prof Budi itu mengalami disorientasi terhadap visi manusia Indonesia," tutur Suteki.

Suteki juga menegaskan pernyataan Budi  Santoso Purwokartiko tidak selaras dengan pemenuhan kebutuhan hakikat hidup manusia.

Padahal, kata Suteki, bangsa Indonesia merupakan makhluk monopluralisme.***

Editor: H Prastya


Tags

Terkait

Terkini