Kisah Pilu Soekarno Usai Dijadikan Tahanan, Eks Ajudan Ungkap Cerita Saat Sang Proklamator Tinggalkan Istana

- 26 Januari 2022, 14:12 WIB
Presiden pertama RI, Soekarno mengalami masa-masa sulit usai dijadikan tahahan politik Orde Baru diungkap oleh mantan ajudannya.
Presiden pertama RI, Soekarno mengalami masa-masa sulit usai dijadikan tahahan politik Orde Baru diungkap oleh mantan ajudannya. /Foto: Instagram @presidensukarno/

SEPUTARTANGSEL.COM - Peristiwa Gerakan Satu Oktober (Gestok) atau Gerakan Tiga Puluh September (Gestapu) atau Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) tahun 1965 disebut sebagai tanda awal mula runtuhnya kekuasaan Presiden pertama RI, Soekarno.

Soekarno yang tidak mau membubarkan PKI karena mempertahankan ideologi politik Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom) yang diperjuangkannya harus menghadapi Sidang Umum MPRS sebagai bentuk pertanggung jawabannya atas peristiwa berdarah yang terjadi.

Dalam Sidang Umum MPRS pada 22 Juni 1966, pidato pembelaan Soekarno yang berjudul Nawaksara ditolak dan menjadi sinyal kuat bahwa kekuasaannya akan berakhir.

Baca Juga: Fadli Zon Sebut Rezim Soekarno Lebih Represif Dibandingkan Rezim Soeharto

Kekuasaan Soekarno benar-benar berakhir setelah Sidang Istimewa MPRS meresmikan Soeharto sebagai pejabat presiden pada tanggal 7 Maret 1967.

Soeharto yang kala itu menjadi Presiden kedua RI mengimbau Soekarno untuk meninggalkan Istana Merdeka sebelum tanggal 17 Agustus 1967.

Saat akan meninggalkan Istana Merdeka, pencetus pemikiran Marhaenisme itu disebut mengalami masa-masa sulit usai dijadikan tahanan politik oleh pemerintahan Orde Baru (Orba).

Adalah mantan ajudan Soekarno, Sidarto Danusubroto yang membagikan cerita pada saat masa-masa sulit ayah dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri tersebut.

Baca Juga: PDIP Pasang Foto Hoegeng, Dandhy Laksono Singgung Soekarno: Marhaenisme dan Trisaktinya Diberakin Omnibus Law

Sidarto Danusubroto bercerita diangkat menjadi ajudan Soekarno sejak tanggal 6 Februari 1967. Dia pun mengatakan hanya mendampingi Bung Karno, sapaan Soekarno, di Istana Merdeka selama 3 bulan.

Hal itu adalah karena Soekarno harus keluar dari Istana Merdeka dan menjadi tahanan kota di Wisma Yaso.

"Saya mendampingi Bung Karno di Istana Merdeka 3 bulan, lalu beliau harus keluar dari istana waktu itu ke Wisma Yaso, tahanan kota 6 bulan. Pulang pergi ke Bogor," tutur Sidarto Danusubroto, Minggu, 23 Januari 2022.

Dia bahkan harus mengurus izin keluar dan masuk setiap akan meninggalkan Bogor, dan sebaliknya.

Baca Juga: Megawati Usul Ajaran Soekarno Masuk Kurikulum, Ridwan Saidi: Dia Sendiri Kagak Pernah Sebut Marhaen

"Kalau ke Bogor saya harus ngurus entry permit dari Kodam Siliwangi, exit permit dari Kodam Jaya. Kalau ke Jakarta sebaliknya," ujar Sidarto Danusubroto.

Setelah enam bulan mendampingi Soekarno sebagai tahanan kota, Presiden pertama Indonesia tersebut kemudian dipindahkan menjadi tahanan rumah.

"Habis itu 6 bulan tahanan rumah," ucap Sidarto Danusubroto.

Dia mengungkapkan bahwa pada saat keluar dari Istana Merdeka, Soekarno bahkan tidak membawa uang sedikit pun.

Baca Juga: 5 Fakta Seputar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Soekarno Sakit

"Waktu keluar dari Istana Merdeka itu Bung Karno tidak bawa uang sama sekali," kata Sidarto Danusubroto.

Untuk mendapatkan uang, Soekarno pun mendapatkan banyak bantuan, termasuk dari para simpatisan.

"Ya cari, ada banyak yang bantu ada lah ya. (Simpatisan) iya, ndak banyak tapi," ucap Sidarto Danusubroto.

Artikel ini telah tayang di Pikiran Rakyat dengan judul: Soekarno Tak Bawa Sepeser pun saat Tinggalkan Istana, Eks Ajudan Cerita Selipkan Uang di Roti

Penyerahan uang tersebut untuk Bung Karno pun tidak mudah, karena harus disembunyikan agar tidak ketahuan.

"Ya saya kalau bawa sendiri kan diperiksa saya, pasti saya minta tolong mbak Mega. Beliau bahwa oleh-oleh roti kan, nah uangnya ditaruh di bawah roti," tutur Sidarto Danusubroto.*** (Eka Alisa Putri/Pikiran Rakyat)

Editor: Asep Saripudin


Tags

Terkait

Terkini

x