SEPUTARTANGSEL.COM - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo berikan kritik keras terkait kondisi demokrasi di Tanah Air.
Gatot Nurmantyo menilai, dewasa ini praktik demokrasi di Indonesia tidak berada pada jalur yang benar.
Gatot Nurmantyo menganggap hal ini sebagai vivere very coloso atau kondisi yang penuh bahaya.
"Kondisinya seperti disampaikan Bung Hatta lagi bahwa demokrasi telah tertindas oleh kesalahan partai-partai pendukungnya. Atau lebih dari itu, dalam konteks kekininian ini dapat dinyatakan telah melenceng jauh dari konstitusi," kata Gatot Nurmantyo, dikutip SeputarTangsel.Com dari kanal YouTube Refly Harun pada Minggu, 9 Januari 2022.
"Atau mungkin lebih tepat saya menjawab istilah Bung Karno yang lebih sangat populer pada saat itu, vivere very coloso, kondisi yang penuh bahaya," lanjut Gatot Nurmantyo.
Gatot Nurmantyo menilai, praktik demokrasi di Indonesia jauh lebih liberal dibandingkan dengan Amerika Serikat.
Hal ini dapat terlihat dari pemilihan langsung secara serentak dengan jumlah penduduk yang sangat besar.
Menurut Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) itu , hal ini lah yang membuat sistem pemerintahan dan politik dalam negeri tercampur aduk, sehingga tidak berjalan dengan efektif dan efisien.
Ia mengatakan, praktik demokrasi di Indonesia telah mengkhianati prinsip dasar demokrasi, yaitu Trias Politika atau pemisahan kekuasaan.
Selain itu, ia juga menyinggung sikap DPR yang hanya berdiam diri .
Gatot menilai, bergabungnya partai-partai ke koalisi pemerintahan membuat dukungan DPR ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencapai lebih dari 80 persen.
Dengan persentase tersebut, maka tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari DPR.
"Sekarang DPR berdiam diri karena bergabung dalam koalisi kabinet yang gemuk, sehingga dukungan DPR pada Presiden hari ini mencapai 82 persen. Apa yang diharapkan dengan DPR seperti ini, fungsi check and balances-nya? Nggak akan," ujarnya.
Lebih lanjut, Gatot menyebut praktik demokrasi yang buruk di Tanah Air juga diwarnai oleh biaya politik yang mahal akibat presidential threshold.
"Inilah sebenarnya menimbulkan kekuatan yang sama-sama punya kepentingan untuk melanggengkan dominasi ekonomi dan kekuasaan yang kita sebut oligarki," tuturnya.
Akibatnya, kondisi semakin parah karena negara dijalankan dengan semaunya. DPR pun bersekongkol jahat dalam menetapkan Undang-Undang yang bertentangan dengan konstitusi dan merugikan rakyat.***