“Dengan demikian maka apa yang dilakukan kepala BKN, dalam hal menghadiri rapat harmonisasi 26 Januari lalu sama sekali tidak menyalahi kewenangan dan prosedur dalam harmonisasi rancangan peraturan KPK,” jelas Yusuf.
Kedua, poin keberatan mengenai BKN yang dianggap tidak kompeten untuk melaksanakan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan pada pegawai KPK.
Yusuf menegaskan bahwa hal tersebut seharusnya tidak perlu diragukan lagi, sebab kewenangan tersebut telah diatur dalam UU No 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara pasal 48 B yang menyatakan BKN punya tugas untuk melakukan pembinaan dan penyelenggaraan penilaian kompetensi.
Dengan demikian, BKN menyatakan pelaksanaan asesmen TWK dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi ASN telah sesuai dengan kewenangan BKN.
“Penunjukan lembaga penilaian kompetensi dan tenaga ahli atau asesor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi khusus dalam asesmen TWK dari instansi lainnya, adalah tindakan yang sah dan dibenarkan oleh peraturan perundang–undangan yaitu sesuai bantuan kedinasan. Sebagaimana diatur pasal 35 ayat 1 huruf A dan B UU No 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan,” jelas Yusuf.
Ketiga, terkait nota kesepahaman dan kontrak sewa kelola antara KPK dan BKN yang batal digunakan. Yusuf menyatakan hal tersebut tidak mempengaruhi asesmen TWK dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi ASN.
BKN memutuskan untuk tidak menggunakan nota kesepahaman dan kontrak sewa kelola dengan KPK karena setelah melakukan revisi, BKN siap melangsungkan asesmen tersebut menggunakan anggaran yang dimiliki BKN.