Pandemi Covid-19, Keluarga Berpendidikan Tinggi pun Menghemat Pengeluaran Pangan

5 November 2020, 19:58 WIB
Guru Besar IPB University Prof Dr Euis Sunarti. /Foto: ANTARA/HO/IPB/

SEPUTARTANGSEL.COM - Akibat pandemi Covid-19, keluarga dari kalangan berpendidikan tinggi mengalami masalah kesejahteraan. Mereka pun menghemat pengeluaran pangan selama pandemi.

Sebanyak 77,5 persen keluarga di indonesia menghemat pengeluaran pangan selama pandemi Covid-19 berdasarkan survei.

Di sisi lain, sebanyak 59,7 persen memilih untuk membeli pangan yang harganya lebih murah.

Baca Juga: Prabowo Subianto, Menteri Terbaik Jokowi Pilihan Responden Survei Indo Barometer

Baca Juga: Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta Episode 30, Tayang Hari Ini Kamis 5 November 2020

Hal itu disampaikan dosen sekaligus pakar dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia (IKK-Fema) IPB University, Euis Sunarti.

Hasil survei itu juga menyebutkan, sebesar 79,6 persen keluarga tidak mengurangi porsi makan, 76,6 persen tidak mencari informasi bantuan pangan.

Serta pada persentase yang hampir imbang, yaitu sebesar 50,6 persen tidak mengurangi jenis lauk yang dikonsumsi.

Baca Juga: Status Gunung Merapi di Perbatasan Jateng-DIY Hari Ini Dinaikkan Menjadi Siaga

Baca Juga: Debat Terbuka, Bahlil Minta Mahasiswa Buat Rekomendasi Soal UU Cipta Kerja ke Pemerintah

Dikutip Seputartangsel.com dari Antara, Euis Sunarti menjelaskan strategi coping pangan merupakan upaya yang dilakukan seseorang dalam mengatasi keadaan yang tidak menguntungkan dalam mempertahankan tujuan keluarga, baik itu dalam pemenuhan konsumsi pangan maupun mata pencaharian.

"Tujuan survei ini untuk mengelaborasi strategi pangan yang dilakukan keluarga," ujar Euis Sunarti.

Status pendidikan responden dalam survei itu sebagian besar berpendidikan tinggi (Diploma, S1, S2, S3) yaitu 83 persen pada survei pertama dan 74 persen di survei kedua.

Baca Juga: Sejumlah Negara Mulai Membaik, Indonesia Justru Mulai Memasuki Resesi

Baca Juga: Libas Resesi, Promosikan Bisnis UMKM Anda di Seputartangsel.com, Gratis!

Perolehan data strategi coping pangan yang dilakukan oleh responden pada bulan pertama dan kedua mengungkapkan bahwa 77,5 persen memilih menghemat pengeluaran untuk pangan keluarga.

Pada bulan kedua, strategi pangan yang dilakukan responden tidak menunjukkan perubahan.

Bahkan, terjadi peningkatan persentase yang lumayan besar untuk membeli pangan yang harganya lebih murah yaitu menjadi 69 persen.

Baca Juga: Sah! Indonesia Resmi Resesi, Ekonomi Triwulan III Minus 3,49 Persen

Baca Juga: Habib Rizieq Akan Pulang ke Indonesia, Mahfud MD: Kita Tidak Khawatir, Dia Bukan Khomeini

Euis Sunarti menyimpulkan berdasarkan data itu bahwa responden cenderung menunjukkan pola strategi coping pangan yang relatif sama.

Sebanyak tujuh sampai delapan dari 10 keluarga melakukan penghematan pengeluaran untuk pangan.

Disusul dengan membeli pangan yang lebih murah harganya yang dilakukan oleh enam hingga tujuh dari 10 keluarga.

Baca Juga: Oknum Polisi yang Melempar Anak Kucing ke Parit Akan Diberi Sanksi Etik

Baca Juga: PS5 Segera Diluncurkan, Ini Taksiran Harganya

Lalu sebanyak satu dari dua keluarga melakukan pengurangan jenis lauk yang dikonsumsi, mencari informasi bantuan pangan dan terakhir melakukan pengurangan porsi makan yang dilakukan oleh satu dari lima keluarga.

"Data tersebut menunjukkan besarnya masalah kesejahteraan keluarga saat pandemi COVID-19 terjadi," ujar Guru Besar bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga tersebut.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam rumah tangga, sehingga dapat menjadi indikator dasar kesejahteraan keluarga.

Baca Juga: BLT BPJS Ketenagakerjaan Gelombang Kedua, Ini Jadwalnya Kata Menaker

Baca Juga: Oxford Siap Laporkan Hasil Uji Klinis Vaksin Covid-19 pada Akhir Tahun 2020

Bila keluarga mengalami ketidaktahanan pangan maka hal itu menunjukkan adanya ketidaktahanan keluarga.

Ketidaktahanan pangan saat dua bulan pandemi berlangsung berkaitan erat dengan masalah ketahanan ekonomi keluarga.

Bila hal tersebut sesuai dengan data lain yang menunjukkan bahwa sekitar 53 persen keluarga hanya memiliki jumlah tabungan yang kurang dari dua bulan pemenuhan kebutuhan keluarga.

Baca Juga: Deklarasikan Kemenangan, Cuitan Trump Justru Dianggap Menyesatkan oleh Twitter

Baca Juga: Debat Terbuka, Bahlil Minta Mahasiswa Buat Rekomendasi Soal UU Cipta Kerja ke Pemerintah

Walau sebagian besar keluarga berpendidikan tinggi tetapi hasil survei tersebut dapat menjadi gambaran mengenai urgensi dan krusialnya pembangunan yang ramah keluarga.

Khususnya peningkatan ketahanan ekonomi keluarga bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.***

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler