Pemerintah Putuskan Upah Minimum 2021 Tak Naik, KSPI: Perlawanan Buruh Akan Makin Keras!

27 Oktober 2020, 13:00 WIB
Massa buruh saat melakukan aksi demo Omnibus Law UU Cipta Kerja. /Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww./

SEPUTARTANGSEL.COM - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyesalkan sikap pemerintah yang melalui Menteri Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengeluarkan surat edaran Nomor M/11/HK.4/X/2020 tertanggal 26 Oktober 2020.

Adapun isi surat edaran tersebut adalah meminta kepada para Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan upah minimum tahun 2021 sama dengan nilai upah minimum tahun 2020.

Selain itu, disebutkan pula, Gubernur agar melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Asal Inggris Ini Diklaim Mampu Meningkatkan Imun Lansia

Baca Juga: Meski ditahan AS Roma, AC Milan Masih Puncaki Klasemen Serie-A

Kemudian, menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2021 pada tanggal 31 Oktober 2020.

Dengan keluarnya surat edaran ini, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, aksi perlawanan buruh akan semakin keras terhadap penolakan tidak adanya kenaikan upah minimum 2021 dan penolakan Omnibus law UU Cipta Kerja.

"Menaker tidak mempunyai sensitivitas terhadap nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata," ujar Said Iqbal, Rabu 27 Oktober 2020.

Baca Juga: Bantuan Subsidi Upah Sudah Cair 98,30 Persen, Cek Rekeningmu!

Baca Juga: Diberitakan Keluar dari Timnas Prancis, Paul Pogba: 100 Persen Tidak Benar!

Menurut Said Iqbal, pengusaha memang sedang susah, tapi buruh jauh lebih susah. Maka, seharusnya pemerintah dapat berikap lebih adil, yaitu tetap ada kenaikan upah minimum 2021.

Namun bagi perusahaan yang tidak mampu, lanjut Said Iqbal, maka dapat melakukan penangguhan dengan tidak menaikan upah minimum setelah berunding dengan serikat pekerja di tingkat perusahaan dan melaporkannya ke Kemnaker.

"Jangan dipukul rata semua perusahaan tidak mampu. Faktanya di tahun 1998 pun tetap ada kenaikan upah mimimum untuk menjaga daya beli masyarakat," ungkap Said Iqbal, dikutip Seputartangsel.com dari keterangn resmi KSPI.

Baca Juga: Harga Emas Antam dan UBS di Pegadaian Hari Ini, Selasa 27 Oktober 2020 Turun Tipis

Baca Juga: Covid-19 Jadi Alasan, Pemerintah Putuskan Tak Ada Kenaikan Upah Minimum 2021

Said Iqbal juga mempertanyakan, "Apakah Presiden Jokowi sudah mengetahui keputusan Menaker ini? Atau hanya keputusan sepihak Menaker?".

Karena itu, lanjutnya, KSPI dan seluruh serikat buruh di Indonesia akan melakukan aksi nasional besar-besaran pada 2 November dan 9 sampai 10 November yang diikuti puluhan dan bahkan ratusan ribu buruh di Mahkamah Konstitusi, Istana, DPR RI, dan di kantor Gubernur di seluruh Indonesia.

Para buruh pengunjuk rasa ini akan membawa isu batalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan tuntutan harus ada kenaikan upah minimum 2021 untuk menjaga daya beli masyarakat.

Baca Juga: Lowongan Kerja BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia, Paling Lambat 1 November

Baca Juga: Operasi Zebra Jaya 2020, Ini Pelanggaran yang Jadi Prioritas untuk Ditindak

Said Iqbal menjelaskan alasan kenapa UMP 2021 harus naik.

"Pertama, jika upah minimum tidak naik, maka akan membuat situasi semakin panas. Apalagi saat ini para buruh masih memperjuangkan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Tetapi di saat buruh menolak Omnibus Law, buruh juga akan menyuarakan agar upah minimum 2021 tetap naik, sehingga aksi-aksi semakin besar," ucapnya.

Alasan kedua, lanjutnya, upah tidak naik karena saat ini pertumbuhan ekonomi minus tidak tepat. Ia meminta Menaker membandingkan apa yang terjadi pada tahun 1998 dan 2000.

Baca Juga: Mafindo dan Maarif Institute Dapat Hibah Miliaran dari Google untuk Berantas Hoaks di Indonesia

Baca Juga: Presiden Jokowi Minta Menterinya Gamblang Jelaskan Tahapan Imunisasi Covid-19 kepada Masyarakat

"Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan UMP dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen. Begitu juga dengan UMP tahun 2000. Upah minimum naik sekitar 23,8 persen, padahal jika dilihat pertumbuhan tahun 1999 minus 8,29 persen," ungkapnya.

Ketiga, lanjutnya, bila upah minimum tidak naik, maka daya beli masyarakat akan semakin turun. Daya beli turun akan berakibat jatuhnya tingkat konsumsi. Ujung -ujungnya berdampak negatif buat perekonomian.

"Keempat, tidak semua perusahaan kesulitan akibat pandemi Covid-19, oleh karena itu, kebijakan kenaikan upah harus dilakukan secara profesional," pungkasnya. ***

 

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler