Di Sulawesi Selatan, Dampak Materil Kerusakan Lingkungan Capai Rp 8,24 Triliun Lebih

31 Desember 2020, 15:00 WIB
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Sulawesi Selatan. /Foto: Situs Walhi Sulsel/

SEPUTARTANGSEL.COM – Jumlah kerugian materiil akibat kerusakan lingkungan hidup, perampasan ruang hingga bencana ekologis yang berdampak pada masyarakat sepanjang tahun 2020 ditaksir mencapai Rp 8,24 triliun lebih.

Pernyataan itu disampaikan Lembaga masyarakat sipil Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Sulawesi Selatan.

Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Selatan Muhammad Al Amin mengatakan,"Data kerugian materil ini dihitung secara akumulasi dan diolah dari data yang ditemukan di lapangan serta beberapa sumber pendukung lainnya."

Baca Juga: WALHI Sebut Perubahan Fungsi Hutan Mengakibatkan Banjir di Aceh

Baca Juga: Asyik, Bantuan Rp1 Juta Cair, Begini Cara Daftar dan Cek Penerima PIP dari Kemendikbud untuk Pelajar

Bila dihitung kerugian masyarakat yang terdampak untuk perampasan ruang mencapai Rp 165,7 miliar lebih.

Dilansir Seputartangsel.com dari Antara, Muhammad Al Amin mencontohkan perampasan ruang yang dimaksud seperti proses pembangunan pelabuhan baru, Makassar New Port (MNP). Tercatat ada 984 nelayan tradisional setempat yang terdampak.

Kerugian materiil yang dirasakan nelayan tradisional selama masa pembangunan MNP tahap IB dan IC, terbagi atas nelayan pancing merugi per hari Rp 250 ribu, dengan akumulasi Rp 64,2 juta lebih.

Baca Juga: Walhi: Kondisi Hutan Sulawesi Selatan Makin Kritis

Baca Juga: Innalillahi, Kabar Duka Datang dari Syekh Ali Jaber: Begini Lengkapnya

Selanjutnya, nelayan rajungan, merugi per hari Rp 300 ribu, diakumulasi Rp 77, 1 juta lebih. Perempuan nelayan kerang dan kanjappang merugi Rp 35 ribu per hari dengan akumulasi Rp 8,9 juta lebih.

"Bila dihitung secara keseluruhan kerugian dialami nelayan dan pesisir Kota Makassar selama 257 hari proses penambang pasir laut oleh Boskalis, ditaksir mencapai Rp54,9 miliar lebih," ujar Muhammad Al Amin saat rilis catatan akhir tahun di Makassar pada Rabu, 30 Desember 2020.

Kerugian materil atas dugaan perampasan ruang dampak penambangan pasir laut dilakukan PT Boskalis, tercatat ada 1.043 nelayan di Pulau Kodingareng dan sekitarnya. Nelayan panah merugi Rp 200 ribu per hari dengan akumulasi Rp 51,4 juta. Nelayan bagan merugi Rp 2 juta per hari dengan akumulasi Rp 514 juta.

Baca Juga: Walhi: Banyak Bencana Gara-gara Hutan Kalimantan Disalahgunakan

Baca Juga: Mantan Kepala BIN Sebut Ceramah Habib Rizieq Ingkari Pancasila, Refly Harun: Saya Setuju Ditindak

Nelayan pancing merugi Rp 300 per hari dengan akumulasi Rp 77, 1 juta dan nelayan jaring merugi Rp 1,4 juta dengan Rp 359, 8 juta. Total kerugian keseluruhan yang dialami nelayan Pulau Kodingareng Makassar selama 257 hari proses pengerukan pasir lain sebanyak Rp 80,4 miliar lebih.

Muhammad Al Amin menyebutkan keberpihakan penguasa daerah dan korporasi memuluskan proyek itu. Masyarakat di pulau tidak pernah diberitahu apalagi mendapatkan sosialisasi secara terbuka tentang penambangan pasir laut. Bahkan ada 12 nelayan yang diduga dikriminalisasi aparat karena menolak tambang pasir itu.

Selain itu, perampasan ruang dalam hal ini lahan masyarakat adat Pamona dan Pancakarsa di Kabupaten Luwu Timur diduga dilakukan oleh PTPN XIV.

Baca Juga: WALHI: Pengesahan UU Cipta Kerja Adalah Persekongkolan Jahat

Baca Juga: Bantuan Tunai Kemendikbud Rp1 Juta untuk Pelajar dan Mahasiswa: Tak Usah Daftar, Begini Cara Ceknya

Lahan yang kembali diambil seluas enam hektar dari luas garapan kelapa sawit 500 hektare. Padahal, keuntungan satu hektare lahan pertanian memperoleh keuntungan Rp 60 juta. Tercatat ada 214 petani diduga menjadi korban perampasan.

"Artinya, sudah 506 hektare yang diambil perusahaan untuk perluasan perkebunan sawit. Masyarakat adat Pamona dan Pancakarsa telah mengalami kerugian sekitar Rp 30,3 miliar lebih. Lahan yang dijadikan HGU oleh perusahaan seluas 814 hektar, diketahui diperoleh dari tanah ulayat masyarakat adat Pamona yang memiliki luas 938 hektare dikuasai sejak 1960-an," papar Muhammad Al Amin.

Sedangkan untuk kerugian materiil perusakan lingkungan tercatat secara akumulasi sebanyak Rp 36,6 miliar lebih. Kerusakan lingkungan terjadi di Gunung Paleteang, Kabupaten Pinrang, karena aktivitas tambang.

Baca Juga: Perhutani Bantah Kerusakan Hutan Jadi Penyebab Banjir di Garut

Baca Juga: Ribuan Bule Menumpuk di Soetta, Fadli Zon: Siapa yang Menimbulkan Kerumunan?

Terdata ada 23 petani merugi karena hasil panen menurun. Bila ditotal ada 15 hektare lahan persawahan terdampak dengan kerugian petani sekitar Rp 540 juta per tahun.

Sebanyak 132 petani menjadi korban sejak tambang pasir di Sungai Bila, Kabupaten Sidrap, beroperasi. Ada 502 hektare lahan pertanian ikut terdampak. Total kerugian dialami petani diperkirakan mencapai Rp 36, 1 miliar lebih per tahun.

Kerugian untuk bencana ekologi di Sulawesi Selatan tercatat secara akumulasi senilai Rp 8,03 triliun lebih. Bencana ekologi banjir dan tanah longsor terparah di Kabupaten Luwu. Sebanyak 38 korban jiwa, 13.438 warga mengungsi, 1.986 hektare sawah rusak, dan 505 hektare kebun jagung serta 244 hektare kebun kakao dan puluhan fasilitas mengalami kerusakan.

Baca Juga: Banjir Garut 12 Oktober 2020, Bukti Kerusakan Alam Semakin Masif

 Baca Juga: Status Siaga Bencana Ditetapkan di 17 Kecamatan di Garut Akibat Banjir

Dari bencana ekologis tersebut, kerugian ditaksir mencapai Rp 8 triliun. Bencana banjir juga terjadi di Kabupaten Bantaeng, mengakibatkan dua orang meninggal dunia, 2.333 rumah rusak, 197 hektare sawah dan perkebunan terendam. Kerugian diperkirakan mencapai Rp 33 miliar.

Bencana banjir lainnya di BTN Cakra Hidayah Regency berdampak pada 300 Kepala Keluarga. Total kerugian tersebut ditaksir Rp 6,6 miliar lebih. Musibah banjir lainnya terjadi pada akhir tahun di Kota Makassar terjadi di Kecamatan Manggala, Tamalanrea dan Biringkanaya, ratusan rumah terendam dan ribuan warga mengungsi.

"Direkomendasikan agar pemerintah provinsi menghentikan perampasan ruang hidup masyarakat, melindungi petani, nelayan, perempuan, masyarakat adat dan lainnya. Cabut izin tambang menyalahi aturan, serta hentikan pelibatan kolega pada proyek APBN maupun APBD. Tumbuhkembangkan investasi berwawasan lingkungan hidup," pungkas Muhammad Al Amin.

Editor: Ignatius Dwiana

Tags

Terkini

Terpopuler