Putranya Dibunuh, Ibu Ini Puasa Hingga Mati Demi Meraih Keadilan

- 14 Januari 2021, 07:30 WIB
Ganga Maya Adhikari.
Ganga Maya Adhikari. /Foto: Online Khabar/

SEPUTARTANGSEL.COM – Seorang ibu berpuasa sampai mati demi meraih keadilan bagi putranya yang telah mati dibunuh.

Itulah yang dilakukan Ganga Maya Adhikari di Nepal. Putera ibu itu, Krishna Prasad Adhikari, dibunuh gerilyawan Maois pada Juni 2004 di Tandi, Bakulaur Chowk, distrik Chitwan di Nepal.

Pernyataan Komite Pengawas Akuntabilitas Nepal dalam kampanye mereka memohon dukungan untuk ‘Selamatkan hidup Satyagrahi Ganga Maya Adhikari’.

Baca Juga: Peningkatan Infrastruktur Transportasi di Jakarta Dampak Teknologi Digital

Baca Juga: 12 Pelanggaran HAM Berat Masih Stagnan

Satyagrahi berarti orang yang berjalan di jalan kebenaran. Paling sesuai dengan nama Ganga Maya Adhikari.

Satyagraha adalah istilah yang diciptakan Mahatma Gandhi. Ini merupakan gabungan dari kata Sansekerta. Satya berarti ‘kebenaran’ dan agraha berarti ‘desakan halus’ atau ‘berpegang teguh pada kebenaran’.

Ganga Maya Adhikari dan suaminya, Nanda Prasad Adhikari, berpuasa pada waktu yang berbeda selama lebih dari satu dekade.

Baca Juga: Pemilik Data Berhak Meminta Atas Salinan Data Pribadi Yang Dikendalikan Korporasi

Baca Juga: Indonesia Darurat Toleransi, Presiden Jokowi Minta Agar Jajarannya Lindungi Hak Asasi Manusia (HAM)

Nanda Prasad Adhikari meninggal pada hari ke-334 dalam aksi puasanya di bulan September 2014. Tuntutan mereka adalah pemenuhan komitmen yang dibuat pemerintah kepada Ganga Maya Adhikari.

Pencarian keadilan ditandai dengan investigasi yang tertunda selama 16 tahun. Politisi mempengaruhi keputusan pengadilan, yang bersalah dilindungi lembaga pemerintah dan non-pemerintah, dan komitmen yang tidak terpenuhi pemerintah.

Lembar informasi dari Komite Pengawas Akuntabilitas mengatakan bahwa Krishna Prasad Adhikari diculik dengan todongan senjata oleh dua laki-laki pada 4 Juni 2004. Saat itu dia dalam perjalanan untuk menemui kakek dan neneknya di Kotamadya Ratna Nagar.

Baca Juga: Media Asing Turut Beritakan Vaksinasi Covid-19 Perdana di Indonesia

Baca Juga: Soal Diwajibkannya Vaksinasi, Anggota DPR Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning: Pelanggaran HAM

Krishna Prasad Adhikari dibawa ke Bakulahar Chowk di kotamadya yang sama pada hari itu. Matanya ditutup, tampak linglung, dan tidak bisa bergerak.

Dia didorong ke tanah dan ditembak beberapa kali dengan pistol kecil. Setelah penembakan, orang-orang itu pergi meninggalkan Krishna Prasad Adhikari berdarah di jalan. Laporan otopsi menunjukkan penyebab kematian sebagai luka peluru di kepala di mana peluru masuk ke belakang kepalanya dan menembus dahi.

Tangannya terikat di belakang punggung dengan tali plastik. Tubuhnya juga memiliki bekas biru.

Baca Juga: Punya Cadangan Energi Melimpah, Indonesia Masih Hobi Impor Listrik dari Malaysia

Baca Juga: Elnusa Kembangkan Bisnis. Mau Modifikasi Motor Konvensional Jadi Motor Listrik, Di Sini Tempatnya

Keluarga Adhikari mengatakan bahwa pembunuhan itu bisa jadi akibat konflik yang bersumber dari sengketa tanah. Sasaran yang dituju adalah Nur Prasad Adhikari, saudaranya Krishna Prasad Adhikari.

Nur Prasad Adhikari menyatakan bahwa setelah kejadian pembunuhan Krishna Prasad Adhikari,"Dia didekati dan disuruh tetap diam. Jika tidak seluruh keluarga akan dimusnahkan."

Nanda Prasad Adhikari, ayah Krishna Prasad Adhikari, mengajukan tuntutan. Namun, sebelum investigasi dapat dimulai, kasus tersebut dibatalkan. Karena daerah tersebut merupakan tempat konflik yang berada di bawah kewenangan Dewan Menteri. Semua kasus yang diajukan melawan pemimpin dan kader partai Maois di bawah Undang-Undang Gangguan dan Teroris harus ditarik.

Baca Juga: Derita Warga Palestina di Tanah Sendiri, Ditindas Pemukim Liar Israel

Baca Juga: Tagar Tolak Divaksin Sinovac Sempat Jadi Trending Twitter, Begini Alasan Kenapa Vaksinasi Wajib

Tetapi atas campur tangan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, penyelidikan kasus tersebut dilanjutkan. Baru pada Agustus 2013, sembilan tahun setelah pembunuhan itu, polisi mewawancarai saksi dan mencatat pernyataan mereka.

Awalnya, atas pernyataan tersebut, penangkapan dilakukan sehingga Nanda Prasad Adhikari dan Ganga Maya Adhikari mengakhiri puasa mereka.

Namun karena tekanan dari kelompok Maois, para tersangka akhirnya dibebaskan. Penangkapan selanjutnya digagalkan politisi yang berpengaruh.

Baca Juga: Mengaku Punya 1.000 Pacar, Harun Yahya Dihukum 1.075 Tahun Penjara

Baca Juga: Bantu Penyembuhan Covid-19, PMI Tangsel Gelar Donor Plasma Konvalesen

Hal itu mendorong Nanda Prasad Adhikari untuk sekali lagi melakukan puasa yang secara tragis berakhir dengan kematiannya pada 22 September 2014.

Kematiannya kemudian menarik perhatian lokal dan internasional sehingga memaksa pemerintahan saat itu di bawah kepemimpinan Sushil Koirala untuk menyampaikan komitmen enam poin kepada Ganga Maya Adhikari yang melanjutkan kampanye puasa sampai mati.

Komitmen yang diberikan pemerintah adalah menghadirkan semua terdakwa di pengadilan, mengambil tindakan terhadap mereka bahkan jika mereka berada di luar negeri, memastikan pengobatan seumur hidup untuk Ganga Maya Adhikari, menanggung biaya hidup keluarganya, memberikan rasa aman baginya dan putra sulungnya Nur Prasad Adhikari, dan mengatur kremasi dan upacara pemakaman lainnya untuk mendiang suaminya.

Baca Juga: Whatsapp Katakan Kebijakan Terbarunya Tak Akan Pengaruhi Aplikasimu, Kalau Kamu Tak Lakukan Ini

Baca Juga: Ujian Ilmu Sapi Dipromosikan di India Guna Melindungi Hewan Itu

Akhirnya berharap keadilan akan segera diperoleh, Ganga Maya Adhikari mengakhiri puasanya. Padahal para pelakunya bebas hingga saat ini dan menikmati kebebasannya di luar negeri.

Sedangkan Nur Prasad Adhikari, saudaranya Krishna Prasad Adhikari, harus menjalani hukuman penjara dua tahun setelah dinyatakan bersalah melakukan penyerangan terhadap pejabat pemerintah. Tetapi dia telah dibebaskan pada bulan Desember. Seperti dilansir Seputartangsel.com dari Union of Catholic Asian News.

Tidak ada jalan lain untuk menarik perhatian pada seruannya untuk keadilan bagi putranya.

Baca Juga: Vaksinasi Ternyata Belum Menjamin Bebas Covid-19. Begini Detailnya

Baca Juga: Pemuda di Israel Alami Sindrom Usai Vaksin Covid-19, Simak Penjelasannya

Ganga Maya Adhikari memulai kembali puasa hingga mati pada 23 Desember 2020. Itu adalah puasanya kali ke-12.

Editor: Ignatius Dwiana


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x