Jalani Ramadhan di China, Umat Muslim Uighur di Xinjiang Hadapi Diskriminasi yang Ditetapkan Partai Komunis

7 Mei 2021, 13:45 WIB
Foto ilustrasi muslim Uighur di China. /Pexels/Marc Curtis /

SEPUTARTANGSEL.COM - Seorang Muslim dari etnis Uighur di Xinjiang, Tursunjan Mamat mengungkapkan bahwa dirinya harus menghadapi berbagai diskriminasi di bawah peraturan yang ditetapkan oleh Partai Komunis China ketika bulan Ramadhan.

Tursunjan mengatakan, putrinya yang baru berusia 8 dan 10 tahun tidak diizinkan untuk menjalankan ibadah puasa.

"Anak-anak saya tahu siapa pencpita kita, tapi saya tidak memberi mereka pengetahuan yang mendetail. Setelah mereka berusia 18 tahun, mereka dapat menerima pendidikan agama sesuai keinginan mereka sendiri," ujarnya, dilansir Seputartangsel.com dari AP News pada hari Jumat, 7 Mei 2021.

Baca Juga: Wow, Survei Litbang Kementerian Agama, Mayoritas Umat Patuhi SE Panduan Ibadah Ramadhan

Selain itu, penduduk setempat juga mengatakan bahwa kini jamaah terus menurun.

Jika satu dekade lalu, sekitar 4.000 hingga 5.000 orang menghadiri salat Jumat di Masjid Id Kah, sekarang hanya ada 800 hingga 900 orang yang melakukannya.

Pemerintah China dengan tegas membantah berbagai tuduhan diskriminasi yang dilemparkan oleh negara-negara Barat.

Baca Juga: Disebut Bukan Keturunan Kyai, Ini Biografi Kyai Ageng Khasan Besari, Kakek Gus Miftah

Mereka mengungkapkan, apa yang mereka lakukan adalah untuk melindungi kebebasan beragama dan warga negara diizinkan untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinan mereka selama mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.

Namun faktanya, praktik-praktik keagamaan di negara itu justru dibatasi. Murid-murid sekolah di Xinjiang tidak diizinkan berpuasa dengan alasan pemisahan agama dan pendidikan.

Selain itu, para pekerja pabrik benang kapas juga dilarang beribadah di tempat kerja hingga di kamar asrama mereka.

Baca Juga: Ahli Hukum Tata Negara: Alih Status Pegawai KPK Jadi ASN Merupakan Masalah Serius

Hal ini diungkapkan langsung oleh Manajer Umum Aksu Huafu Textiles Co, Li Qiang.

"Di dalam lingkungan pabrik dilarang. Tapi mereka bisa pulang atau mereka bisa pergi ke masjid untuk salat," kata Li Qiang.

Secara hukum, warga negara China diizinkan untuk menganut sejumlah kepercayaan seperti Islam, Budha, Taoisme, Katolik Roma, dan Protestan non-demonisasi.

Baca Juga: Ketua MPR: Revisi UU ITE Perlu Dilakukan Guna Menjamin Kebebasan Berpendapat di Ruang Digital

Namun pada praktiknya, peribadatan mereka tetap dibatasi.

Pekerja diizinkan berpuasa, tetapi mereka diwajibkan untuk selalu menjaga imun tubuh.

Sementara itu, sejumlah peneliti dari Australian Strategic Policy Institute atau Institut Kebijakan Strategis Australia melaporkan, setidaknya 170 masjid telah dihancurkan.

Hal tersebut sengaja dilakukan terkait penghapusan budaya Uighur dan Islam di China.***

Editor: Harumbi Prastya Hidayahningrum

Sumber: AP News

Tags

Terkini

Terpopuler