Sanksi atas Kudeta Myanmar, Rusia: Dapat Memicu Konflik Sipil Skala Penuh

7 April 2021, 11:40 WIB
Demonstran anti kudeta memakai topeng menggambarkan wajah pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi di Yangon, Myanmar, pada 28 Februari 2021. /Sumber: Reuters/

SEPUTARTANGSEL.COM – Dampak kudeta Myanmar yang dikuasai junta militer masih terus berlanjut.

Pelbagai pihak mengutuk adanya tindakan junta militer yang telah menewaskan banyak korban.

Menanggapi hal tersebut, Rusia menyebutkan bahwa menjatuhkan sanksi kepada junta militer dapat memicu timbulnya perang saudara.

Baca Juga: Gunakan Lagu Dikenai Royalti, Denny Chasmala: Band Cafe Tidak Dikenakan Biaya, Ayo Kita Hibur Orang Lain

Baca Juga: Bencana NTT dan NTB, Kemenkominfo dan Operator Seluler Tengah Memulihkan Layanan

Sanksi kepada pihak berwenang militer tersebut sangat sia-sia dan juga berbahaya.

Hal ini disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Rusia pada Selasa, 6 April 2021.

“Pada realitanya, tindakan memberikan hukuman dapat menimbulkan adanya kontribusi untuk mengadu domba antar pihak satu sama lain.”

Baca Juga: Terkait Soal Larangan Mudik Lebaran 2021, Sandiaga Uno Berencana Untuk Lakukan Ini

Baca Juga: Turnamen Indonesia Master Super 100 Resmi Batal, Simak Penjelasan PBSI

Lanjut Kementerian Luar Negeri Rusia,"Hal ini dapat memicu rakyat Myanmar menuju konflik sipil skala penuh.”

Rusia merupakan negara pemasok senjata utama ke Myanmar.

Pada bulan lalu, Rusia mendapatkan kecaman dari para aktivis hak asasi yang menduga Rusia telah melegtimasi junta militer.

Baca Juga: Twitter Didenda Karena Gagal Menghapus Konten

Baca Juga: Kementerian Agama Menjadi Kementerian Seluruh Agama, Bukan Hanya Islam

Hal tersebut lantaran adanya pertemuan antara Wakil Menteri Pertahanan Rusia Kolonel Jenderal Alexander Vasilyevich Fomin dengan Pemimpin Kudeta Jenderal Min Aung Hlaing di Ibu Kota Naypyitawa pada Sabtu, 27 Maret 2021.

Dikutip dari Reuters, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian menegaskan bahwa Uni Eropa akan terus meningkatkan pembatasan kepada jenderal militer Myanmar.

"Saat ini Uni Eropa tengah bersiap untuk memberikan sanksi secara kolektif kepada junta militer Myanmar yang telah menargetkan kepentingan bisnisnya," tutur Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian di Paris.

Baca Juga: KKP Kembali Meringkus 2 Kapal Pencuri Ikan Asal Vietnam di Laut Natuna Utara

Baca Juga: Ramadan Segera Tiba, Kementerian Agama Terbitkan Panduan Ibadah di Tengah Suasana Pandemi Covid-19

Pada bulan lalu, Uni Eropa diketahui telah menjatuhkan hukuman kepada sejumlah tokoh yang terlibat dalam kudeta Myanmar.

Amerika Serikat juga telah mengambil tindakan terhadap individu maupun kepentingan bisnis yang dijalankan junta militer, termasuk cakupan di bidang ekonomi Myanmar.

Baca Juga: Seakan Berupaya Caplok, Aktivitas Militer China Meningkat di Dekat Taiwan

Baca Juga: Hati-Hati, Masker Medis Palsu Banyak Dijual di Pasaran

Para pengunjuk rasa anti-kudeta masih terus turun ke jalan untuk menyerukan hak keadilan.

Sebuah aksi protes yang telah direncanakan pada Rabu, 7 April 2021, menyerukan untuk membakar barang-barang buatan China.

Banyak dari demonstran yang menentang sikap China karena dinilai telah mendukung  aksi kudeta junta militer.

Baca Juga: Blokade Atas Yaman Masih Berlangsung, Sekjen Hizbullah Tolak Perdamaian dengan Saudi

Baca Juga: Efek Embargo Vaksin, Menteri Kesehatan Terpaksa Prioritaskan Lansia dan Guru

Sementara itu, Kelompok Advokasi Asosiasi Tahanan Politik (AAPP), mencatat jumlah korban yang tewas akibat kudeta tersebut semakin bertambah, yaitu 570 orang korban. Termasuk puluhan anak-anak yang ditembak mati oleh dan sejumlah 3.500 orang telah ditangkap oleh pasukan keamanan.***

Editor: Ignatius Dwiana

Tags

Terkini

Terpopuler