Baca Juga: Ronaldo Absen di Laga Pertama Liga Champions 2020-2021, Akankah Pirlo Mainkan Dybala?
Firli juga menjelaskan soal pelaksanaan pilkada, ia pun mengungkapkan masalah pendanaan pilkada, yakni adanya kesenjangan (gap) antara biaya pilkada dengan kemampuan harta pasangan calon kepala daerah.
Artinya, total harta pasangan calon kepala daerah tidak mencukupi biaya pilkada.
"Dari hasil penelitian kita, ada gap antara biaya pilkada dengan kemampuan harta calon bahkan dari LHKPN itu minus," tutur Firli.
"Jadi, total hartanya cuma rata-rata Rp18 miliar bahkan ada tidak sampai Rp18 miliar. Jadi, jauh sekali dari biaya yang dibutuhkan saat pilkada," tambahnya.
Baca Juga: Cuti Bersama Oktober - Desember 2020, Berikut Daftar Hari dan Tanggalnya
Baca Juga: Didemo di Jakarta, Presiden Jokowi Sambut PM Jepang di Istana Bogor
Berdasarkan survei KPK pada pelaksanaan pilkada 2015, 2017, dan 2018, jelasnya, total harta rata-rata satu pasangan calon adalah Rp18.039.709.967.
Bahkan ada satu pasangan calon yang memiliki harta minus Rp15.172.000.
"Jadi, ini wawancara 'indepth interview' ada yang ngomong Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tetapi ada juga yang ngomong kalau mau ideal menang di pilkada itu bupati/wali kota setidaknya punya uang Rp65 miliar. Padahal, punya uang hanya Rp18 miliar, artinya minus. Mau 'nyalon' saja sudah minus," tutur Firli.