Waspada, BMKG Ingatkan Potensi Tsunami Akibat Gunung Api di Wilayah Timur Indonesia

- 8 Oktober 2020, 10:29 WIB
Ilustrasi tsunami.
Ilustrasi tsunami. /Foto: Pixabay/Kellepics/

SEPUTARTANGSEL.COM - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan potensi tsunami akibat gunung api terutama di sebagian wilayah Timur Indonesia.

Dari fakta dan data menunjukkan, tsunami tidak hanya dipicu oleh gempa bumi. Namun, tsunami bisa juga diakibatkan oleh aktivitas gunung api.

Demikian diungkapkan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati.

Baca Juga: Catat! Berikut Lokasi SIM Keliling di Jakarta, Jangan Lupa Bawa Persyaratannya

"Meskipun kurang lebih 90 persen dipicu oleh gempa bumi. Tetapi trennya sejak 2018 mulai terjadi kejadian tsunami yang diakibatkan oleh gunung api," kata Dwikorita dalam Rakornas Antisipasi Bencana Hidrometeorologi dan Gempa Bumi-Tsunami secara virtual, Rabu 7 Oktober 2020.

Selain itu, Dwikorita mengungkapkan dari data zona-zona yang rawan tsunami akibat gunung api terjadi di sebagian besar Indonesia Timur.

"Mulai dari Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku Utara, Maluku ya sampai di dekat Papua Barat. Salah satu yang apa yang khusus ada di Selat Sunda. Jadi itu potensi tsunami di Indonesia Timur," ujarnya.

Baca Juga: Pemprov DKI dan Kemenkes Terus Tambah, Ini Daftar 98 Rumah Sakit Rujukan Covid di Jakarta

Menurutnya, fenomena La Nina yang saat ini terjadi datangnya dari arah timur Indonesia yang akan berdampak terjadinya hujan lebat setelah bulan November terutama di Indonesia Tengah , Utara, dan Timur.

Bahkan, dikombinasikan terjadinya potensi tsunami akibat gunung api dan juga gempa bumi.

"Mungkin saja ada potensi, yang jelas itu potensi La Nina, kemudian potensi hujan lebat dikombinasi tsunami gunung api dan juga potensi gempa bumi," ujarnya.

Baca Juga: Eddie Van Halen, dari Rangkasbitung hingga ke Amerika Serikat dan Melegenda

Ia menjelaskan, selain potensi tsunami gunung api, ada juga tsunami yang non tektonik yang penyebabnya tidak diketahui.

"Tapi faktanya itu terjadi. Ini juga rawan termasuk Kalimantan Timur, Nusa Tenggara dan Indonesia Timur," ungkapnya.

Dwikorita menyampaikan, dari data dan fakta tersebut, semua pihak harus siap menghadapi bencana yang ada ada di depan mata.

Baca Juga: 39 Pemuda di Depan Gedung DPR dan MPR RI, Polisi: Mereka Dapat Undangan dari Medsos

"Ini poinnya yang kita harus bersiap bersama. Tidak mungkin satu lembaga yang menghadapi. Oleh karena itu tujuan kita adalah untuk melakukan persiapan-persiapan agar jangan sampai mengalami korban jiwa. Mencegah tidak mungkin, tetapi jangan ada korban jiwa," ucapnya.

Sementara itu, Peneliti Geoteknologi LIPI Danny Hilman Natawidjaja mengatakan, zona subduksi ada di Jawa dan Sumatera.

Namun, lempeng yang menunjang Pulau Jawa lebih tua umurnya dibandingkan Sumatera sehingga tidak menekan ke arah Jawa.

Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Lantik Sri Haryati Sebagai Penjabat Sekda Menggantikan Almarhum Saefullah

Sementara di selatan Jawa justru menjadi tantangan yang lebih besar. Sebab, di Jawa tidak ada deretan pulau yang di selatan yang bisa berfungsi untuk pemasangan alat, berbeda dengan Sumatera.

Menurutnya, adalah apakah dalam sejarah Jawa pernah terjadi gempa besar.

Sebab, dengan begitu dapat dipetakan periode perulangan gempa apakah lebih panjang itu perkiraan umumnya.

Baca Juga: Menteri Agama Malaysia Positif Covid-19, Menag Fachrul Razi Doakan Cepat Sembuh

"Paling tidak selama 160 tahun ke belakang tidak pernah ada gempa di selatan Jawa. Pada 1600-1700 tidak ada juga, masih misteri kapan terakhir. Kalau tahu kapan terakhir terjadi dan bisa tahu berapa ratus tahun sekali berarti kan bisa tahu penanggulangannya," ucapnya.

Namun, hingga kini tidak dapat dipastikan bagaimana ciri- ciri akan terjadi tsunami ataupun gempa, karena ada situasi yang berbeda- beda.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini