Ongkos Politik Mahal, Emil Salim: Herankah Jika Anggaran Pembangunan dan Bansos Diselewengkan Tuk Bayar Utang?

- 28 Januari 2022, 13:09 WIB
Profesor Emil Salim menanggapi terkait mahalnya ongkos politik yang dikeluarkan oleh setiap calon kepala daerah saat mengikuti kontestasi Pilkada.
Profesor Emil Salim menanggapi terkait mahalnya ongkos politik yang dikeluarkan oleh setiap calon kepala daerah saat mengikuti kontestasi Pilkada. /Foto: Twitter @Emilsalim2010/

SEPUTARTANGSEL.COM - Cendekiawan, Profesor Emil Salim ikut buka suara terkait mahalnya ongkos politik yang harus dikeluarkan oleh para calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dalam sebuah kontestasi Pilkada.

Emil Salim mengungkapkan temuan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mencatat setiap calon kepala daerah membutuhkan biaya sebesar Rp20-100 miliar untuk mengikuti Pilada.

Sementara, Emil Salim mengatakan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa sebanyak 82 persen peserta Pilkada di tahun 2015 lalu dibiayai oleh sponsor.

Baca Juga: Pilkada Serentak Resmi Ditetapkan pada 27 November 2024

Oleh karena itu, Emil Salim mengaku tidak heran ketika anggaran pembangunan dan bantuan sosial (bansos) kerap diselewengkan oleh para kepala daerah terpilih untuk membayar utang saat kontestasi Pilkada.

Hal itu diungkapkan oleh Emil Salim melalui cuitan di akun Twitter @emilsalim2010 pada Jumat, 28 Januari 2022.

"Jika kemdagri mencatat calon kepala daerah keluarkan Rp. 20-100 milyar utk ikuti Pilkada dan KPK menemukan 82% peserta Pilkada 2015 didukung sponsor," kata Emil Salim.

"Maka herankah kita jika anggaran pembangunan & bantuan sosial banyak diselewengkan utk 'bayar hutang'?" sambungnya.

Baca Juga: Emil Salim Apresiasi Presiden Jokowi Cabut Izin Perusahaan Minerba, Netizen: Diserahkan ke Pihak Lain?

Pernyataan Emil Salim tersebut turut ditanggapi oleh netizen di kolom komentarnya.

Ada yang menilai pentingnya presidential threshold nol persen agar ongkos politik tidak mahal, ada yang merasa hal tersebut sudah dilakukan sejak lama, hingga menyebut sebagian masyarakat yang meminta uang kepada calon kepada daerah.

"Tapi Prof (sebagian) rakyatnya mau dikasih koq malah minta.Gak kan dicoblos kalo gak dikasih serangan fajar.Gimana tuh.Ada yg mau berkuasa ada yg mau uang.Politik uang di tanam oleh calon dan timses berikutnya diberi pupuk oleh (sebagian) rakyat pemilih.Subur deh," ujar akun @Tukanglas_plg.

"Bnyk kepala daerah harus setor kas ke partai dll kalau gaji kan ga mungkin tuh. Pada akhirnya bnyk kepala daerah bermain proyek melalui perusahaan cangkang mereka sendiri yg dikelola oleh kerabat/org dekat lalu tender mereka kuasai. Izin2 buka lahan sampai Milyaran dll bobrok sih," komentar akun @junichirich.

Baca Juga: Emil Salim tentang Tahun Baru 2022: Siap dan Waspada Penurunan Ekonomi dengan Pola Huruf K

"Lah dr dlu kalo mau jd pejabat emang gtu khan skenarionya," ucap akun @ria_adry.

"Presidential Threshold 0% adalah kuncinya ,tapi sayang masih dapat ganjalan di MK , patut di duga  hakim² MK sudah di so6 ok," jelas akun @GusDekill.

"Tidak heran prof. Sekarang tampak terang benderang justru di pilpres. Sekarang UU hampir terkesan pesanan asing," pungkas akun @OlaSolahudin.***

Editor: Asep Saripudin


Tags

Terkait

Terkini

x