SEPUTARTANGSEL.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melimpahkan kasus temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin ke pihak kepolisian.
Menurut Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, langkah tersebut dilakukan karena KPK tidak memiliki kewenangan untuk mengusut kasus tersebut.
Pihaknya hanya akan fokus pada kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Bupati Langkat nonaktif tersebut.
"Karena itu bukan bagian dari perkara yang kami selidiki," kata Ali dikutip SeputarTangsel.Com dari PMJ News pada Rabu, 26 Januari 2022.
"Maka tentunya penyelidikan dugaan peristiwa itu dikoordinasikan dan menjadi kewenangan kepolisian," sambungnya.
Meskipun pihaknya membenarkan bahwa kerangkeng manusia itu ditemukaan saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di rumah Terbit Perangin Angin.
Ali Fikri pun menyatakan, KPK tetap bersedia membantu pihak-pihak terkait apabila dibutuhkan dalam pemeriksaan Terbit terkait temuan tersebut.
"KPK siap untuk memfasilitasi kepolisian dan Komnas HAM jika ingin meminta klarifikasi terhadap tersangka RTP," tutur Ali.
Sebelumnya, Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migrant Berdaulat atau Migrant Care menduga kerangkeng tersebut digunakan Terbit untuk melakukan perbudakan terhadap puluhan manusia.
Dua kerangkeng yang ditemukan di rumah tersebut digunakan untuk menampung 48 orang pekerja yang dipekerjakan Terbit di perkebunan sawit miliknya, tetapi saat pengecekan hanya ditemukan 30 orang.
Lebih lanjut, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan membantah hal tersebut dengan mengatakan kerangkeng manusia di rumah Terbit digunakan untuk tempat rehabilitasi narkoba.
Ahmad Ramadhan mengatakan keterangan tersebut didapatkan dari penjaga atau pengelola bangunan tersebut.
Baca Juga: Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Ernest Prakasa: Andai Hanya Adegan Film
Namun pihaknya tidak menampik bahwa kerangkeng manusia tersebut dibangun atas inisiatif Bupati Langkat nonaktif, serta pembangunannya tidak memiliki izin resmi.
"Setelah ditelusuri bangunan itu sudah dibuat sejak tahun 2012 lalu, berdasarkan inisiatif Bupati Langkat. Bangunan juga tidak memiliki izin dan tak terdaftar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang," jelas Ramadhan.
"Yang jelas tempat itu ilegal, ilegal artinya tidak boleh," lanjutnya.***