Soal Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Enggal Pamukty: TKA China Hidup Enak, Warga Lokal Dijadikan Budak

- 25 Januari 2022, 12:34 WIB
Simak profil Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin yang diduga memiliki kerangkeng manusia di rumahnya, ini selengkapnya.
Simak profil Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin yang diduga memiliki kerangkeng manusia di rumahnya, ini selengkapnya. /Dok Pemkab Langkat dan Migrant CARE

SEPUTARTANGSEL.COM - Pegiat Media Sosial, Enggal Pamukty turut buka suara terkait ditemukannya kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin yang kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Enggal Pamukty langsung membandingkan kasus kerangkeng manusia yang diketahui merupakan pekerja kelapa sawit milik Bupati Langkat itu dengan para Tenaga Kerja Asing (TKA) yang berasal dari China.

Menurut Enggal Pamukty, TKA China kerap diberikan pekerjaan dengan gaji di atas rata-rata masyarakat.

Baca Juga: Soal Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Dokter Eva: Keterlaluan Sekali, Semoga Dapat Balasan Setimpal

Tak hanya itu, Enggal Pamukty mengungkapkan TKA China bisa hidup dengan enak dan bisa bepergian dengan mudah.

Sementara, Enggal Pamukty mengatakan warga lokal (warlok) diperlakukan tidak baik dengan dijadikan dan dikurung dalam kerangkeng manusia seperti yang dilakukan oleh Bupati Langkat tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh Enggal Pamukty melalui cuitan di akun Twitter @EnggalPamukty pada Senin, 24 Januari 2022.

"TKA China dikasi kerja dg Gaji diatas rata-rata hidup enak dan bisa mondar mandir, sementara warlok dijadikan Budak dan dikurung dalam sel," ujar Enggal Pamukty.

Baca Juga: Temukan Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat, Migrant CARE Minta Komnas HAM Usut Tuntas Perbudakan Modern

Sebelumnya, publik dihebohkan dengan penemuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin usai terkena OTT KPK yang diungkap oleh Migrant CARE.

Dalam laporannya, Migrant CARE mengungkap ada dua sel di dalam rumah Bupati Langkat yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja.

Tak hanya dimasukkan di kerangkeng, para pekerja sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam dan sebagian mengalami luka.

Para pekerja dipekerjakan di kebun sawit selama 10 jam dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore.

Baca Juga: Singgung Video Giring Sindir Anies, Enggal Pamukty: Dalam Industri Entertaiment Ada Istilah Penonton Bayaran

Setelah mereka bekerja dimasukkan ke dalam kerangkeng dan tidak punya akses ke mana-mana.

Untuk itu, Migrant CARE menuntut Komnas HAM untuk mengusut perbudakan modern tersebut diusut dengan tuntas karena bertentangan dengan UU No 5 tahun 1998 yang diratifikasi Pemerintah Indonesia pada 28 September 1998.***

Editor: Asep Saripudin


Tags

Terkait

Terkini

x