Mendikbud Ristek Nadiem Makarim Akan ‘Didepak’ dari Kabinet Jokowi? Begini Kata Refly Harun

- 4 Desember 2021, 13:18 WIB
Presiden Jokowi (Jokowi) dikabarkan akan kembali melakukan reshuffle kabinet
Presiden Jokowi (Jokowi) dikabarkan akan kembali melakukan reshuffle kabinet /Foto: presidenri.go.id/

SEPUTARTANGSEL.COM - Isu reshuffle kabinet di pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali berhembus ke tengah-tengah publik.

Sejumlah menteri yang bukan berasal dari partai politik pun disebut bakal digeser. Salah satunya yakni Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim.

Pasalnya, kinerja Nadiem Makarim selama menjabat sebagai Mendikbud Ristek dinilai kurang memuaskan bagi masyarakat.

Baca Juga: Refly Harun Sebut Ahok Tak Mungkin Jadi Menteri Terkait Kasus Penistaan Agama, Kecuali Jokowi Lakukan Hal Ini

Menanggapi isu reshuffle kabinet, Pakar hukum tata negara Refly Harun mempertanyakan sikap Presiden Jokowi.

"Sebenarnya apa yang dicari Presiden Jokowi lagi dengan reshuffle ini? Apakah akomodasi politik lagi, ataukah dia ingin mencari kabinet yang efektif, yang bisa bekerja, yang bisa memberikan legacy terbaik pada tiga tahun masa pemerintahannya?" kata Refly Harun, dikutip SeputarTangsel.Com dari kanal YouTube Refly Harun pada Sabtu, 4 Desember 2021.

Menurut Refly Harun, apabila reshuffle kabinet kali ini hanya sekadar untuk mengakomodasi politik, maka sama saja dengan mengorbankan profesionalisme.

Baca Juga: Ahok Diduga Incar Kursi Menteri BUMN Gantikan Erick Thohir, Refly Harun: Tidak Mungkin di Kabinet Jokowi

Lebih lanjut, Refly juga menyinggung ditariknya Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam koalisi pemerintahan Jokowi.

Ia menilai, hal itu tidak penting karena mayoritas kursi di DPR sudah dikuasai oleh partai-partai politik yang tergabung ke dalam koalisi pemerintah.

"Buat apa Jokowi menarik PAN dalam koalisi pemerintahannya kalau dikaitkan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan? Karena not necessary. Tanpa PAN pun, Jokowi sudah mayoritas di DPR," ujarnya. 

Refly mengatakan, bergabungnya PAN ke dalam partai-partai politik koalisi pemerintah justru ada relevansinya dengan Presidential Threshold. Karenanya, Istana tak butuh lagi menguasai partai oposisi lainnya seperti Partai Demokrat.

Baca Juga: Fadli Zon Sependapat Jokowi: Mural Urusan Kecil, Netizen: Awas Kena Prank

Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu menjelaskan, dengan ditariknya PAN ke dalam koalisi pemerintah, maka tak ada lagi kekuatan oposisi yang memiliki potensi untuk memajukan Capres dan Cawapres pada Pilpres 2024.

Karenanya, ia melihat reshuffle kali ini sebagai ajang untuk membagi-bagikan kursi jabatan dibandingkan untuk meninggalkan legacy yang baik.

"Dalam konteks ini, saya melihat bahwa reshuffle itu leih menonjol aroma bagi-bagi kursinya ketimbang untuk meninggalkan legacy yang baik, yang cemerlang," tutur Refly.

Baca Juga: Anies Baswedan Didukung Jokowi, Para Ulama, dan Tokoh Bangsa Jadi Presiden 2024? Begini Faktanya

"Sepertinya, mudah-mudahan saya keliru, Presiden Jokowi lebih keberlangsungan 'kekuasaan rezim', di mana keluarganya sudah ada di sana. Ada Bobby Nasution, ada Gibran, dan mungkin juga Kaesang akan dimajukan," lanjutnya.

Oleh sebab itu, menurut Refly, Jokowi tetap membutuhkan bangunan rezim yang telah dimulai dan lebih menjamin anggota keluarganya yang sudah terjun ke politik. Bahkan, termasuk untuk keberlangsungan bisnisnya.

"Kalau itu yang terjadi, maka sesungguhnya reshuffle saat ini hanya untuk memperkuat klik kekuasaan saja," tegasnya.***

Editor: Harumbi Prastya Hidayahningrum


Tags

Terkait

Terkini

x