BKN Beberkan Empat Poin Keberatan pada Ombudsman Terkait Maladministrasi TWK KPK

- 14 Agustus 2021, 12:20 WIB
Supranawa Yusuf wakil kepala BKN saat melakukan konferensi pers terkait maladministrasi TWK KPK.
Supranawa Yusuf wakil kepala BKN saat melakukan konferensi pers terkait maladministrasi TWK KPK. /Foto: Instagram @bkngoidofficial/

SEPUTARTANGSEL.COM – Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengajukan keberatan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) oleh Ombudsman RI terkait maladministrasi pada proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Terkait hal tersebut, BKN telah mengirim surat serta dokumen pendukung kepada Ombudsman RI (ORI) yang berisi poin-poin keberatan atas LAHP pada Jumat, 13 Agustus 2021.

Wakil Ketua BKN, Supranawa Yusuf membeberkan poin-poin keberatan dalam surat tersebut kepada media di hari yang sama melalui konferensi pers secara daring.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Hari Ini DKI Jakarta, BMKG Prediksi Kepulauan Seribu Dominan Cerah Berawan

“Melalui pintu ini lah, kami BKN menggunakan hak untuk menyampaikan keberatan atas pernyataan Ombudsman pada kesimpulan LAHP yang menyatakan telah terjadi maladministrasi,” ujar Supranawa Yusuf Wakil Ketua BKN dikutip SeputarTangsel.com di YouTube ASNKiniBeda pada Jumat, 13 Agustus 2021.

Wakil Ketua BKN mengaku keberatan atas LAHP ORI yang menyebut BKN telah menyalahgunakan wewenang serta melakukan penyimpangan prosedur dalam proses peralihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dalam konferensi pers tersebut, Supranawa Yusuf membeberkan empat poin keberatan dalam surat balasan yang diberikan BKN kepada ORI.

Baca Juga: Sambut Hari Pramuka ke-60, Kwarda Papua Ziarah ke Taman Makam Pahlawan Kusuma Trikora

Pertama, menyangkut tindakan korektif yang disampaikan ORI kepada BKN. Yusuf menuturkan bahwa penugasan pegawai untuk mewakili BKN pada rapat harmonisasi pada 26 Januari bukan merupakan tindakan yang menyalahi prosedur.

Hal itu didasari, pada UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah pasal 13 ayat 5 yang menyatakan badan dan atau pejabat pemerintah yang memberikan delegasi dapat menggunakan sendiri wewenang yang telah diberikan melalui delegasi tersebut.

“Dengan demikian maka apa yang dilakukan kepala BKN, dalam hal menghadiri rapat harmonisasi 26 Januari lalu sama sekali tidak menyalahi kewenangan dan prosedur dalam harmonisasi rancangan peraturan KPK,” jelas Yusuf.

Baca Juga: DKI Jakarta Keluar Zona Merah Covid-19, Dokter Pandu Riono Ingatkan Hal Ini Pada Anies Baswedan-Ariza Patria

Kedua, poin keberatan mengenai BKN yang dianggap tidak kompeten untuk melaksanakan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan pada pegawai KPK.

Yusuf menegaskan bahwa hal tersebut seharusnya tidak perlu diragukan lagi, sebab kewenangan tersebut telah diatur dalam UU No 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara pasal 48 B yang menyatakan BKN punya tugas untuk melakukan pembinaan dan penyelenggaraan penilaian kompetensi.

Dengan demikian, BKN menyatakan pelaksanaan asesmen TWK dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi ASN telah sesuai dengan kewenangan BKN.

Baca Juga: Bantuan Subsidi Upah (BSU) BLT BPJS Ketenagakerjaan Akhirnya Cair, Cek Persyaratan hingga Mekanisme Tahapan

“Penunjukan lembaga penilaian kompetensi dan tenaga ahli atau asesor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi khusus dalam asesmen TWK dari instansi lainnya, adalah tindakan yang sah dan dibenarkan oleh peraturan perundang–undangan yaitu sesuai bantuan kedinasan. Sebagaimana diatur pasal 35 ayat 1 huruf A dan B UU No 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan,” jelas Yusuf.

Ketiga, terkait nota kesepahaman dan kontrak sewa kelola antara KPK dan BKN yang batal digunakan. Yusuf menyatakan hal tersebut tidak mempengaruhi asesmen TWK dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi ASN.

BKN memutuskan untuk tidak menggunakan nota kesepahaman dan kontrak sewa kelola dengan KPK karena setelah melakukan revisi, BKN siap melangsungkan asesmen tersebut menggunakan anggaran yang dimiliki BKN.

Baca Juga: Bantuan Subsidi Upah (BSU) BLT BPJS Ketenagakerjaan Akhirnya Cair, Cek Persyaratan hingga Mekanisme Tahapan

“Tidak digunakannya nota kesepahaman dan kontrak sewa kelola tersebut karena anggarannya tidak jadi menggunakan anggaran KPK, maka itu adalah hal yang lazim. Ini bisa di cek, apakah sudah ada proses penagihan sebagai akibat adanya nota kesepahaman tersebut,” ujar Yusuf.

Keempat, mengenai Kepala BKN yang dianggap mengabaikan arahan Presiden Joko Widodo pada 17 Mei 2021.

BKN mengaku keberatan, sebab arahan tersebut telah ditindak lanjuti dengan diselenggarakannya rapat koordinasi pada 25 Mei 2021.

Baca Juga: Prediksi MU vs Leeds United, Solskjaer Bingung Banyak Pemain 'Setan Merah' yang Absen

“Arahan presiden pada 17 mei 2021 itu sesungghnya telah ditindak lanjuti dengan diselenggarakannya rapat koordinasi tindak langjut hasil asesmen TWK dalam rangkaa pengalihan pegawai KPK menjadi ASN yang dilaksanakan oleh KPK bertempat di BKN pada, 25 Mei 2021,” ujar Yusuf.

Yusuf juga menyebut bahwa sesungguhnya pihak yang bisa melakukan penilaian apakah telah terjadi pengabaian atau tidak pada arahan yang diberikan adalah Presiden Jokowi itu sendiri bukan instansi lain.***

Editor: Muhammad Hafid


Tags

Terkait

Terkini