Hidayat Nur Wahid: Pajak Sembako dan Jasa Pendidikan Bebani Rakyat dan Bertentangan dengan Pancasila

- 13 Juni 2021, 09:01 WIB
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Hidayat Nur Wahid, menilai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas sembako dan jasa pendidikan membebani rakyat dan bertentangan dengan Pancasila.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Hidayat Nur Wahid, menilai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas sembako dan jasa pendidikan membebani rakyat dan bertentangan dengan Pancasila. /Foto: Seputar Tangsel/Sugih Hartanto/

SEPUTARTANGSEL.COM - Pajak sembako dan jasa pendidikan dinilai tidak adil dan bertentangan dengan Pancasila.

Wacana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako dan sekolah/jasa Pendidikan itu juga dinilai bakal berdampak negatif kepada ekonomi rakyat menengah ke bawah yang sudah terdampak oleh pandemi Covid-19.

Demikian ditegaskan oleh Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid.

Baca Juga: Soal Tuntutan Audit Dana Haji Hidayat Nur Wahid: Audit untuk Hindari Fitnah, Marzuki Alie: Dijamin UU BPKH

“Mereka, masyarakat menengah ke bawah, mayoritas rakyat Indonesia yang terhubung dengan sekolah dan sembako justru dikenakan pertambahan pajak, sedangkan orang kaya/konglomerat diberikan kebijakan tax amnesty, juga pajak 0% untuk PPnBM," tutur Hidayat saat memberikan sambutan dalam Halal Bi Halal Nasional Ikatan Dai Indonesia (IKADI) di Jakarta, Jumat 11 Juni 2021.

"Kebijakan seperti itu jelas sangat tidak adil dan tidak manusiawi, tidak sesuai dengan Pancasila pada sila ke 2 dan ke 5,” tandasnya.

Sebagaimana diberitakan, wacana pengenaan pajak sembako dan jasa pendidikan tersebut terdapat dalam draft revisi Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir kali dengan UU No. 16 Tahun 2009.

Baca Juga: Pajak Sembako Dikatakan Fahri Hamzah Langgar HAM, Di Manakah Komnas HAM?

Menurut Hidayat, justru di era pandemi Covid-19 seperti saat ini, pemerintah semestinya berinovasi agar dapat melakukan kewajibannya melindungi, memakmurkan dan mencerdaskan seluruh Rakyat Indonesia.

“Karena pandemi Covid-19 mengakibatkan daya beli dan daya bayar rakyat menurun drastis. Mestinya pemerintah membantu Rakyat, jangan malah membebani dengan pajak-pajak yang tidak adil itu,” lanjutnya.

Karena itu Hidayat menolak tegas jika pengenaan PPN ini juga menyasar kepada jasa pendidikan swasta baik formal, non formal maupun informal.

Baca Juga: Sektor Pendidikan Dijadikan Objek Pajak, Ketua Komisi X DPR Menilai PPN Pendidikan Kurang Tepat

Ia menuturkan, kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat baik individu maupun organisasi, termasuk Muhammadiyah, NU, dan yang lain, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sesungguhnya membantu Pemerintah melaksanakan kewajibannya.

Karena itu, kepada mereka mestinya diberikan insentif, bukan justru dibebani dengan dikenakan pajak.

“Seharusnya pemerintah berterimakasih, dan melindungi atau membantu pihak swasta yang menjadi penyelenggara jasa pendidikan karena telah membantu pemerintah memenuhi hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UUD NRI 1945,” tuturnya.

Baca Juga: Beban Utang dan Bunga Hingga Pajak Tinggi, Politisi Demokrat Taufik Rendusara: Kurang Dagelan Apalagi Coba

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai, wacana pengenaan pajak seperti ini bisa menambah beban, sangat memberatkan lembaga pendidikan swasta baik pendidikan umum maupun keagamaan seperti Madrasah dan Pesantren, yang masuk pada kategori pendidikan formal, informal maupun non formal.

Sebab, sektor pendidikan swasta itu juga sangat terdampak oleh pandemi Covid-19. Pasalnya, bila merujuk kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, mencakup juga pendidikan formal, non formal dan informal, karenanya termasuk lembaga pendidikan keagamaan.

Ketentuan ini akan terimbas apabila aturan rujukannya diubah melalui revisi UU KUP yang didorong oleh pemerintah, menjadi pihak-pihak yang termasuk dalam kategori dihapus dari ketentuan tidak terkena pajak.

Baca Juga: Pajak Kebutuhan Pokok, Don Adam: Orang Kaya dapat PPnBM 0% Kalau Beli Mobil, Si Miskin Beli Sembako Kena 12%

“Muhammadiyah, NU dan lainnya sudah sangat lama dan sangat banyak membantu pemerintah melaksanakan kewajiban pendidikan nasional, baik umum maupun keagamaan. Pada saat mereka kesusahan akibat Covid-19 mestinya kalau pun pemerintah tidak bisa membantu, ya jangan menambah kesulitan mereka dengan memberlakukan pajak (PPN) kepada mereka," tutur Hidayat.

"Selain membebani dari sisi keuangan, juga bisa mengubah paradigma pendidikan sebagai investasi untuk peningkatan SDM Indonesia, menjadi komoditas material objek pajak,” tambahnya.***

Editor: Sugih Hartanto


Tags

Terkait

Terkini