Mau Lengserkan Jokowi? Ini Pesan dari Purnawirawan Perwira Tinggi TNI

19 Oktober 2020, 21:28 WIB
Presiden Jokowi (Joko Widodo). /Foto: Instagram @jokowi/

SEPUTARTANGSEL.COM – Gerakan mahasiswa dan buruh yang melakukan aksi unjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja sempat ramai beberapa lalu.

Di tengah riuh demo Omnibus Law UU Cipta Kerja itu, terselip ajakan di media sosial berupa hastag #MosiTidakPercaya.

Secara implisit #MosiTidakPercaya itu ditujukan kepada Presiden Jokowi. Dengan kata lain, para pengusung seruan itu menghendaki Jokowi lengser.

Baca Juga: Polda Metro Jaya Tak Izinkan Demo Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jakarta, Besok

Baca Juga: Unggahan Ini Bukti Kepedulian David Beckham Terhadap Isu Perempuan

Namun, melengserkan Jokowi dari kursi kepresidenan bukan perkara mudah. Bahkan, bisa dibilang mustahil, dalam sistem presidensial yang kini dianut Indonesia.

Bahkan, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menyebut bahwa ajakan Mosi Tidak Percaya itu seperti ungkapan 'Jaka Sembung Naik Ojek, Enggak Nyambung Jek'.

"Ini seperti ungkapan Jaka Sembung Naik Ojek, Enggak Nyambung Jek. Mosi tidak percaya ini berlaku di negara dengan sistem pemerintahan parlementer," kata Hasanuddin dikutip zonajakarta.com dari RRI pada Sabtu 17 Oktober 2020.

Baca Juga: Wah, Ada Lima 'Tuhan' Akan Ikut Mencoblos Dalam Pilkada Jember 2020

Baca Juga: Jokowi: Vaksin Jangan Tergesa-gesa, Kalau Komunikasi Kurang Baik Bisa Seperti UU Cipta Kerja

"Sedangkan Indonesia menganut sistem presidensial bukan parlementer," tegas Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Hasanuddin menjelaskan, Mosi Tidak Percaya berlaku untuk negara yang menganut sistem parlementer, sedangkan Indonesia menganut sistem presidensial.

 

Karena itu, lanjut Hasanuddin, ajakan Mosi Tidak Percaya ini juga tidak akan dapat melengserkan Presiden Jokowi, meski selalu digaungkan oleh demonstran.  

Artikel ini telah tayang di zonajakarta.com dengan judul: Mimpi di Siang Bolong, Ini Sebabnya Presiden Jokowi Sulit Dilengserkan Walau Ada Mosi Tidak Percaya

Baca Juga: Sri Mulyani: Belanja Negara Hingga September Tumbuh 15,5 Persen, Dorong Siklus Positif

Sebab, lanjut Hasanuddin, sistem presidensial yang dianut Indonesia mempunyai mekanisme yang sangat berbeda dengan sistem parlementer.

Jika menggunakan sistem parlementer, ada jalan untuk melengserkan pemerintah dengan Mosi Tidak Percaya.

Untuk diketahui, dalam politik, istilah Mosi Tidak Percaya merupakan pernyataan tidak percaya dari DPR kepada kebijakan pemerintah.

Baca Juga: Polisi Kantongi Identitas Pelaku Tabrak Lari Mobil Putra Amien Rais

Baca Juga: [Link Live Streaming] Hadapi Bosnia Lagi, Timnas Indonesia U-19 Siap Tuntaskan Dendam

Dalam hak-hak DPR pada Pasal 77 Ayat 1 UU 27 Tahun 2009 mengenai penggunaan hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat, wakil rakyat itu bisa menyampaikan mosi tidak percaya.

Tapi dalam konstelasi politik Indonesia saat ini, hal itu tak mudah dilakukan karena komposisi partai pendukung pemerintah yang mayoritas.

 

“(Apalagi) melihat komposisi koalisi fraksi-fraksi pendukung presiden di DPR, rasanya seperti mimpi di siang bolong kalau kemudian ada yang bercita-cita melengserkan presiden pilihan rakyat," tandas Hasanuddin pada Rabu, 14 Oktober 2020, seperti dikutip zonajakarta.com dari RRI, Rabu 14 Oktober 2020.

Baca Juga: Tragedi Bintaro 19 Oktober 1987, Cerita Duka yang Tak Boleh Terulang Lagi

Baca Juga: BLT Bantuan Subsidi Upah untuk Gaji di Bawah 5 Juta, Menaker Ida Fauziyah: Cair Sebelum November

Hal inilah yang menegaskan jika pemakzulan pemerintahan Joko Widodo tidak mungkin bisa dilakukan melalui mekanisme Mosi Tidak Percaya.

"Tidak mudah menurunkan presiden pilihan rakyat. Proses pemakzulan presiden cukup sulit. Jadi kita kita tidak kenal sistem parlementer," tandasnya.*** (zonajakarta.pikiran-rakyat.com/Beryl Santoso)

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler