WALHI: Pengesahan UU Cipta Kerja Adalah Persekongkolan Jahat

8 Oktober 2020, 12:44 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan berkas pendapat akhir pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 5 Oktober 2020. Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. /Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pras./

SEPUTARTANGSEL.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang- Undang (UU).

Pengesahan tetap dilaksanakan meskipun banyak penolakan dari serikat pekerja dan buruh.

Bahkan, pengesahan RUU Cipta Kerja yang sebelumnya diagendakan akan dilaksanakan pada tanggal 8 Oktober 2020 dpercepat menjadi Senin 5 Oktober 2020.

Baca Juga: Tangkap 40 Remaja Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja, Polisi: Dikhawatirkan Kelompok Anarko

Sontak pengesahan itu memancing unjuk rasa buruh, diikuti mahasiswa dan pelajar hingga hari ini.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, percepatan jadwal pengesahan RUU Ciptaker kemarin seperti mengada-ngada.

Lucius mengatakan, DPR seharusnya menunda pembahasan dan pengesahan RUU tersebut di tengah pandemi Covid-19 ketimbang buru-buru menjadikanya UU.

"Terlihat seperti memanfaatkan Covid-19 sebagai tameng untuk mengelabui publik saja," kata Lucius, Selasa 6 Oktober 2020.

Baca Juga: Antisipasi Demo Mahasiswa dan Buruh, Polda Metro Jaya Alihkan Lalu Lintas di Kawasan Istana Merdeka

Lucius memandamg aneh, DPR menjadikan pandemi Covid-19 sebagai alasan untuk memajukan jadwal paripurna pengesahan RUU Ciptaker.

Padahal, kata Lucius, anggota dewan sejak awal telah memanfaatkan pandemi covid untuk memuluskan pembahasan cepat RUU tersebut.

Dia mengaku, bahwa DPR saat ini sedang memanipulasi dan mengecoh kelompok masyarakat yang menolak RUU Cipatker dengan mempercepat pengesahan.

"Pola DPR mengecoh kelompok masyarakat dalam proses pembahasan RUU Cipta Kerja ini sudah sejak awal digunakan," katanya.

Baca Juga: Waspada, BMKG Ingatkan Potensi Tsunami Akibat Gunung Api di Wilayah Timur Indonesia

Namun, di sisi lain, kata dia, RUU Ciptaker adalah misi tersendiri dari pemerintah dan DPR.

Selain itu, pemerintah dan DPR sebenarnya telah menyepakati isi RUU Ciptaker sejak pertama draf diserahkan ke DPR pada Feburari lalu.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayat mengatakan, dengan adanya pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR bersama Pemerintah membuat tingkat kepercayaan rakyat semakin menurun.

Nur menyebut, pengesahan RUU Ciptaker sebagai penghianatan negara terhadap kehendak rakyat.

Baca Juga: Catat! Berikut Lokasi SIM Keliling di Jakarta, Jangan Lupa Bawa Persyaratannya

"Pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah puncak penghianatan negara terhadap hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan lingkungan hidup serta generasi mendatang," kata Nur kepada awak media, Selasa.

Nur menyebutkan, penolakan berbagai elemen masyarakat tidak menghambat langkah DPR dan Pemerintah untuk melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja.

Bahkan DPR dan pemerintah tidak peduli dengan berbagai protes kalangan masyarakat. Hal ini membuktikan kemunduram demokrasi Indonesia.

Baca Juga: Pemprov DKI dan Kemenkes Terus Tambah, Ini Daftar 98 Rumah Sakit Rujukan Covid di Jakarta

"Pengesahan RUU Cipta Kerja adalah persekongkolan jahat proses legislasi yang abai pada kepentingan hak asasi manusia dan lingkungan hidup," ucapnya.

Dia mencatat ada beberapa hal krusial dalam ketentuan RUU Cipta Kerja terkait isu lingkungan hidup.

Beberapa di antaranya soal penghapusan izin lingkungan sebagai syarat penerbitan izin usaha, reduksi norma pertanggungjawaban mutlak dan pertanggungjawaban mutlak dan pertanggungjawaban pidana korporasi, hingga perpanjangan masa waktu perizinan kehutanan dan perizinan berbasis lahan.

Baca Juga: Eddie Van Halen, dari Rangkasbitung hingga ke Amerika Serikat dan Melegenda

Nur menyatakan beleid tersebut semakin melanggengkan dominasi modal dan mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup.

Bahkan, RUU Cipta Kerja mengurangi dan menghilangkan partisipasi publik dalam ruang peradilan dan perizinan kegiatan usaha.***

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler