SEPUTARTANGSEL.COM - Dua anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep tengah jadi sorotan publik menyusul bisnis mereka yang terus menggelembung.
Mantan juru bicara Presiden ke-4 KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi menyebut, secara ttika dan moral, anak Presiden tidak boleh berbisnis.
Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka sendiri saat ini tengah dilaporkan ke KPK oleh Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun atas dugaan korupsi dan pencucian uang.
Baca Juga: Adhie Massardi Singgung Gibran dan Kaesang yang Berbisnis: Cabut Dulu TAP MPR No XI Tahun 1998
Baca Juga: Resep Es Doger Murah Meriah, Bisa untuk Inspirasi Jualan UMKM Modal Pas-pasan
Di tengah heboh pelaporan KPK beredar kabar foto ilustrasi wajah Kaesang muncul di kemasan snack (makanan ringan) yang disediakan bagi penumpang pesawat Garuda Indonesia.
Hal ini membuat jejaring bisnis Kaesang makin terbuka ke publik dan sejumlah tokoh pun mempertanyakan mudahnya snack bergambar Kaesang masuk ke dalam paket yang dibagikan kepada penumpang pesawat Garuda.
Kaesang sendiri dalam sebuah tayangan podcast Deddy Corbuzier mengaku percaya diri mengembangkan bisnis dengan privilege sebagai anak presiden.
"Secara Etika dan Moral, Anak Presiden Tidak Boleh Berbisnis," cuit Adhie Massardi melalui akun Twitter @AdhieMassardi pada Senin, 17 Januari 2022.
Adhie Massardi juga mengungkapkan jika Gibran dan Kaesang ingin tetap berbisnis, harus ada pencabutan TAP MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
“Kalau tetap ngotot ingin berbisnis alasan HAM (Hak Anak Menantu) better cabut dulu itu TAP MPR NO XI Th 1998 (tentang pengelenggara negara bebas KKN) yg jadi landasan menyudahi rezim Orde Baru,” ujarnya.
Selain itu, Adhie juga mengatakan KKN yang terdiri dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, melalui TAP MPR NO XI Th 1998 baru melahirkan 1 turunan, yaitu K (korupsi, UU Tipikor).
"Harus segera disusul UU Anti-Kolusi dan Nepotisme. Agar KKN gak gila-gilaan kayak sekarang," tegasnya.
Berikut ini isi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI Tahun 1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme:
Pasal 1
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia berketetapan untuk memfungsikan secara proporsional dan benar Lembaga Tertinggi Negara, Lembaga Kepresidenan dan Lembagalembaga Tinggi Negara lainnya, sehingga penyelenggaraan negara berlangsung sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945
Pasal 2
(1) Penyelenggara negara pada Lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
(2) Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pasal 3
(1) Untuk menghindarkan praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai
dengan agamanya, harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.
(2) Pemeriksaan atas kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas dilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh Kepala Negara yang keanggotaannya terdiri dari
pemerintah dan masyarakat.
(3) Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dengan melaksanakan secara konsisten undang-undang tindak pidana korupsi.
Pasal 4
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia.
Pasal 5
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.
Pasal 6
Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 13 Nopember 1998
Ditandatangani oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Harmoko dan para Wakil Ketua, Hari Subarno, Abdul Gafur, Ismail Hasan Metareum, Fatimah Achmad dan Poedjono Pranyoto. ***