Tolak Presidential Threshold 20 Persen, Nicho Silalahi: Hanya Akal-Akalan Oligarki untuk Ciptakan Boneka

20 Oktober 2021, 16:55 WIB
Aktivis Nicho Silalahi ikut mendukung gerakan tolak Presidential Threshold /Instagram/@nicho_silalahi/

SEPUTARTANGSEL.COM – Presidential Threshold 20 persen menjadi perbincangan jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Sejumlah tokoh dengan tegas menolak Presidential Threshold yang membatasi syarat partai politik mengajukan calon presiden.

Kebijakan ini dinilai merugikan kaum perempuan, generasi muda, dan tokoh lain yang layak mencalonkan diri.

Baca Juga: Demokrat Dorong Jokowi Terbitkan Perppu Hapus Presidential Threshold, Ferdinand Hutahaean: Jangan Menjebak

Nicho Silalahi menjadi salah seorang aktivis sosial dan politik yang ikut menolak Presidential Threshold alias ambang batas presiden. Nicho beralasan, batasan tersebut hanyalah akal-akalan yang dibuat kekuasaan oligarki untuk menciptakan bonekanya.

“Presidential Threshold (PT) 20% hanyalah akal-akal oligarki untuk menciptakan bonekanya,” ujar Nicho Silalahi sebagaimana dikutip SeputarTangsel.Com dari akun Twitter @Nicho_Silalahi, Rabu 20 Oktober 2021.

“Parpol yang mendukung PT 20% sudah bisa dipastikan, merekalah kaki tangan oligarki,” ungkap Nicho Silalahi.

Masih dalam cuitan yang sama, aktivis yang selalu keras dan lantang dalam mengkritisi kebijakan pemerintah melalui media sosial ini mengatakan, makin korup sebuah partai dapat dipastikan mereka makin bertahan dengan PT 20 persen.

“Mari kita tolak PT 20%,” pungkas NIcho Silalahi.

Pada kolom komentar terlihat, banyak netizen yang sepaham dengan Nicho Silalahi. Sebagian bahkan mempunyai analisa sendiri tentang presidential threshold 20%.

Baca Juga: Puan Maharani Apresiasi Tim Bulu Tangkis Raih Piala Thomas, Nicho Silalahi: Nasionalisme Sempit

“PT 20% bukan hanya akalan oligarki. Akan tetapi adalah jalan dalam kapitalisasi modal dalam pencalonan yang mana hanya dimungkinkan dengan adanya 2 calon yang keduanya adalah satu kumpulan cukong. Dengan demikian BEP (Break Event Point-red) dan ROI (Return on Investment-red) dalam mengusung calon dapat  dikalkulasi lebih mudah,” ujar @ f_fathur.

Sementara itu, @Om_HME membandingkan kondisi dulu dan sekarang. Menurutnya, dulu komunisme koalisi dengan rakyat sebagai proletar. Begitu pula dengan kapitalis koalisi dengan rakyat sebagai konsumen.

Namun, masih menurut @Om_HME, sekarang koalisi langsung antara komunis dan kapitalis. Kesepakatannya adalah kekuasaan abadi sebagai politisi dan keuntungan besar bagi konglomerasi. Rakyat disingkirkan.

Baca Juga: Tolak Mustafa Kemal Ataturk Jadi Nama Jalan di Jakarta, Nicho Silalahi: Tidak Ada Jasanya Bagi Bangsa Ini

Sebagai informasi, berdasarkan jurnal yang ditulis Rianisa Mausili pada tahun 2019 yang dikutip SeputarTangsel.Com, presidential threshold adalah pengaturan tingkat ambang batas dukungan dari DPR.

Dukungan tersebut bisa dalam bentuk jumlah perolehan suara  atau jumlah perolehan kursi yang harus diperoleh partai politik peserta pemilu. Selanjutnya, partai politik bisa mencalonkan presiden sendiri atau bergabung dengan partai lain.

Sampai saat ini, baru Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang sudah mencapai presidential threshold. Jumlah perolehan suara mereka secara nasional pada Pemilu 2019 mencapai 25%. ***

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler