Bahaya, Mahasiswa Kedokteran Terjerat Jual Beli Hasil Swab Test Palsu

7 Januari 2021, 16:44 WIB
Mahasiswa kedokteran lakukan pemalsuan hasil swab test /PMJNews/

SEPUTARTANGSEL.COM- Pemerintah mulai melakukan pengetatan perjalanan ke luar kota dengan menggunakan surat hasil swab test antigen.

Hal ini diberlakukan sejak adanya peningkatan orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 setelah libur panjang.

Banyak yang setelah melakukan perjalanan ke luar kota kembali dengan kondisi positif Covid-19.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Sudah Didistribusi, MUI Baru Pastikan Status Halal Besok

Baca Juga: Dicecar Hakim Praperadilan Soal Acara Maulid, Saksi Ini Tak Tahu Hubungan Habib Rizieq dengan FPI

Aturan ini diselewengkan oleh sebagian orang. Termasuk tiga anak muda yang berhasil diamankan Polda Metro Jaya.

Ketiga pelaku pemalsuan hasil swab test (tes usap) PCR ini sempat viral di media sosial (medsos). Salah satunya adalah seorang mahasiswa jurusan Kedokteran di sebuah Universitas di Jakarta. 

Dikutip Seputartangsel.com dari PMJNews, ketiga pelajar dan mahasiswa tersebut berinisial MFA, EAD dan MAIS. Ketiganya pertama kali mendapatkan tawaran jasa surat swab PCR tanpa tes melalui rekannya di Bali.

Baca Juga: Mabes Polri Ungkap Isi Surat Idham Azis Ke Jokowi, Rekomendasi Nama Calon Kapolri?

Baca Juga: Pengin Jadi Polisi, Buruan Polri Buka Lowongan Buat Sarjana

"Jadi ketiganya pelajar atau mahasiswa. MFA merupakan mahasiswa kedokteran yang masih berpendidikan di salah satu Universitas," ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis, 7 Januari 2021.

Idenya berawal ketika MAIS yang pada 23 Desember 2020 akan berangkat ke Bali bersama EAD dan MFA.

"Namun ada ketentuan hasil swab PCR minimal H-2,” ujar Yusri.

Baca Juga: Tim Densus Anti Teror Mabes Polri Tangkap Jaringan Teroris di Makassar, Ada Hubungan dengan ISIS

Baca Juga: Alhamdulillah, Presiden Jokowi Beri Bantuan Modal Kerja Rp2,4 Juta Kepada Pelaku UMKM

Kemudian mereka mengontak temannya di Bali, dapatlah gambaran dari temannya di Bali yang kini masih dilakukan pengejaran.

"Temannya mengirim surat pdf  mereka mengubah nama saja," papar Kombes Yusri. 

Usai mendapatkan file pdf tersebut, ketiganya kemudian mengedit sekaligus memasukkan identitas.

Baca Juga: Setelah Terima SMS Blast, Begini Alur Penerima Vaksinasi Covid-19

Baca Juga: Kemendikbud Fokus Merekrut Tenaga Pendidikan dengan PPPK, Bagaimana Nasib Guru Honorer?

Ketiganya berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta melalui terminal 2 dan ternyata lolos.

"Yang bersangkutan lolos dan bisa berangkat ke Bali," sambungnya.

Dari sanalah, ketiganya menangkap peluang bisnis. Tersangka EAD pun mempromosikan jasa swab PCR palsu itu di akun media sosial.

"Kemudian MAIS setiba di Bali melalui chat dengan EAD (tersangka kedua, red) untuk menawarkan bisnis pemalsuan swab PCR ini. Kemudian ditanggapi EAD. EAD juga mengajak MFA. EAD melakukan promosi di akun Instagramnya," terang Yusri.

Baca Juga: Covid-19 Meningkat, Ini Rincian Pembatasan Kegiatan Masyarakat Terbaru

Baca Juga: Idham Azis Kirim Surat Ke Jokowi, Ingatkan Masa Pensiunnya

Dari promosi yang dilakukan, para tersangka mendapatkan dua pelanggan. Keduanya sudah melakukan transfer ke pelaku namun kabur karena mengetahui informasi itu viral.

"Ada dua pelanggan yang sudahmentransfer ke akun ini. Konsumennya sudah membayar ke EAD. Karena mengetahui informasi viral, pelanggan tersebut melarikan diri tanpa mengambil surat swab PCR Palsu," ujarnya Yusri menambahkan.

Dari kasus tersebut, ketiga tersangka terancam pasal berlapis. Di antaranya, Pasal 32 jo Pasal 48 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar rupiah.

Baca Juga: Merasa Dicatut, Warga Akhirnya Bersepakat Menolak Deklarasi Tentara Allah di Kabupaten Bandung Barat

Baca Juga: Tagar Risma Ratu Drama Trending di Twitter, Netizen: Kamera, Rolling, Action

Kemudian Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan pidana penjara paling lama 12  tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar rupiah. Dan atau Pasal 263 KUHPidana, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.***

Editor: Tining Syamsuriah

Tags

Terkini

Terpopuler