Sosiolog Sebut Mudik Karena Kuatnya Nilai Kekerabatan Dan Berawal Dari Orde Baru

- 17 April 2021, 23:55 WIB
Ilustrasi mudik
Ilustrasi mudik /Freepik

SEPUTARTANGSEL.COM – Mudik adalah kebiasaan yang telah membudaya di tengah masyarakat karena nilai kekerabatan yang kuat.

Hal itu disampaikan Sosiolog Universitas Udayana Bali Wahyu Budi Nugroho.

Dia mengatakan,"Mudik ini awalnya adalah imbas konsep pembangunan di era orde baru yang berupaya membangun pusat-pusat pertumbuhan sehingga terjadi urbanisasi. Masyarakat desa berbondong-bondong ke kota yang menjadi pusat pembangunan. Dari sinilah kebiasaan mudik muncul, yang kemudian membudaya.”

Baca Juga: DKI Jakarta Diprediksi Bakal Dikuasai PDIP dan PSI

Baca Juga: Kepala Korlantas Tegaskan Tak Rekomendasikan Mudik Sebelum 6 Mei

Mudik menjadi kesempatan bertemu dengan keluarga besar karena komunalisme masyarakat kuat. Terutama hubungan kekerabatannya.

Mudik dapat dikatakan sebagai bentuk kegagalan orang Indonesia menjadi orang kota atau orang Indonesia yang tidak pernah betul-betul terurbanisasi sepenuhnya. Hal ini karena mereka masih menganggap ada tempat yang dianggap lebih adiluhung dan dianggap jadi tempat Kembali atau kampung halaman.

"Secara sosiologis pola pikir yang terubankan kalau betul-betul sudah jadi masyarakat kota itu tetap tinggal di kota dan tidak ada melakukan mudik," katanya di Denpasar pada Sabtu, 17 April 2021.

Baca Juga: Sinopsis A-X-L, Robot Anjing Yang Bersahabat Dengan Manusia

Baca Juga: Anggota DPR RI Sebut Vaksin Nusantara Berjalan Sendiri, Hiraukan Imbauan BPOM

Dikutip dari Antara, Wahyu Budi Nugroho menambahkan mudik berawal dari Orde Baru yang mengadopsi konsep ekonomi neoklasik. Salah satu formulasi konsep ekonomi tersebut adalah menciptakan pusat-pusat pertumbuhan dengan harapan terjadinya trickle down effect atau efek rambatan.

Akibatnya, urbanisasi berlangsung masif di Indonesia. Warga desa mencari pekerjaan ke kota dan ketika hari raya kembali ke desa atau disebut mudik.

Namun, ketika mudik tidak dilakukan di masa pandemi justru akan memiliki nilai positif. Karena mendukung kebijakan pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19.

Baca Juga: Mendikbud Ajukan Revisi PP No 57 Tahun 2021, Ketum KNPI Haris Pratama Desak Nadiem Makarim Mundur

Baca Juga: Gara Gara Bikin Tik Tok Menyinggung dan Merendahkan Perempuan, Seorang Dokter Dituntut Begini

"Jadi, bisa dikatakan pula bahwa nilai dan norma sosial sebetulnya bersifat cair karena bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi konkret masyarakat," pungkasnya.

Editor: Ignatius Dwiana


Tags

Terkait

Terkini