Plombir, Cerita Pajak Sepeda Masa Lalu di Jogja dan Jawa Tengah

30 Juni 2020, 14:08 WIB
Plombir sepeda, pajak sepeda zaman dahulu. /- Foto: Portal Jogja/Bagus Kurniawan

SEPUTARTANGSEL.COM - Bersepeda kini makin menjadi hobi masyarakat usai pembatasan-pembatasan terkait pandemi Covid-19 mulai dilonggarka.

Bahkan, bersepeda bukan lagi sekadar untuk berolahraga atau bertransportasi hemat energi. Kini, bersepeda telah menjadi sebuah gaya hidup.

Kalangan milenial pun termasuk yang antusias menjalani gaya hidup baru ini.

Baca Juga: Mobil Toyota Alphard Milik Penyanyi Dangdut Via Vallen Dibakar, Pelaku Ditangkap

Wajar, mereka pula yang heboh di dunia maya ketika Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI diisukan akan menarik pajak sepeda.

Belakangan, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam keterangannya di Jakarta, Senin 29 Juni 2020, membantah hal tersebut.

Baca Juga: Berpotensi Menjadi Superhero, Ini Fakta-fakta Ajaib Otak Manusia

"Yang benar adalah kami sedang menyiapkan regulasi untuk mendukung keselamatan para pesepeda," jelasnya.

Yang jelas, sekitar tahun 1970-1980, pemerintah pernah mengenakan pajak terhadap pemilik sepeda.

Seperti dilaporkan Portaljogja.com warga Daerah Istimewa Yogyakarta punya banyak cerita tentang plombir alias pajak sepeda di masa lalu.

Baca Juga: Pajak Sepeda Diisukan Bakal Ditarik, Kemenhub: yang Kami Siapkan Regulasi Keselamatan

 

Artikel ini telah tayang di Portaljogja.com dengan judul: Cerita Plombir Pajak Sepeda Zaman Dulu yang Bikin Deg-degan Warga

Penarikan pajak ini hampir bersamaan dengan pajak radio. Radio transistor pada tahun 1970-an banyak dimiliki masyarakat sehingga juga kena pajak. Sedangkan televisi masih menjadi barang mewah saat itu.

Masyarakat, baik di Jogja dan Jawa Tengah menyebut pajak sepeda ini dengan Plombir, Plembir atau Peneng.

Penarikan pajak plombir dilakukan oleh masing-masing kabupaten/kota. Penarikan dilakukan tiap awal tahun pada bulan Januari-Februari oleh Hansip kecamatan.

Baca Juga: POPULER HARI INI: Pemuda Pantura Indramayu Dulang Dolar Hingga Ridho Ilahi Ditangkap Karena Narkoba

Pajak ini berlaku setahun. Besaran nominalnya setiap tahun selalu naik. Besarnya pajak sepeda yang harus dibayar tiap sepeda sebelum tahun 1980-an sekitar Rp 25-50,00. Kemudian naik hingga Rp 100-150.

Meski begitu, di zaman dulu pada awal tahun, warga sering kucing-kucingan untuk menghindari petugas/Hansip yang melakukan cegatan plombir

Di Jogja, cegatan Plombir dilakukan di perbatasan-perbatasan seperti di Krapyak, Jalan Parangtritis, Dongkelan Jalan Bantul, tepatnya sekarang di batas kota di Pasthy.

Baca Juga: Lagi, Pangeran Kerajaan Arab Saudi Meninggal Dunia Karena Sakit

Selanjutnya di Jalan Wates Kadipiro, Ngestiharjo Kasihan Bantul perbatasan dengan Wirobrajan Kota Jogja. Di Timur antara lain di dekat Gedong Kuning, Timoho, Jalan Menteri Supeno, Kolonel Sugiono.

Sedangkan di Utara di dekat Kantor LPP di Jalan Urip Sumoharjo, Gondokusuman. Kalau di tengah kota biasanya di Gondomanan.

Saat melakukan cegatan, petugas memeriksa sepeda apakah sudah ada plombir atau belum. Bila sudah ada juga akan diperiksa apakah itu plombir tahun lalu atau yang sekarang.

Baca Juga: Polda Metro Bongkar Sindikat Produsen dan Pengedar Cairan Vape Mengandung Narkotika Tembakau Gorila

Bila belum ada, petugas langsung menyodorkan plombir dan diminta membayar sesuai yang tertera di stiker.

Tiap tahun bentuk dan warna stiker plombir berbeda. Yang sama hanya lambang kabupaten/kota serta tercantum angka tahun pajak sepeda.

Kalau stiker plombir baru sudah dipasang, artinya aman. Namun kalau belum bayar pasti deg-degan, khawatir bertemu cegatan plombir.

Baca Juga: Mantan Menpora Imam Nahrawi Terbukti Korupsi, Divonis 7 Tahun Penjara

"Cegatane ndisik (dulu -Jw) juga di jalan Solo timur Duta Foto. Dulu masih dipake kantor camat Gondokusuman. Tapi nek pit (sepeda -Jw) mini kadang diloloskan atau tak ditarik," cerita Aji Wartono warga Gondokusuman.

Lain lagi dengan Natsir Dabey warga Kotagede yang mengalami cegatan plombir di kawasan Timoho.

"Aku mbiyen tau (dulu pernah -Jw) pas cegatan plembir neng lor (di utara -Jw) Timoho kon mbayar gak duwe duit (disuruh membayar tak punya uang - Jw.)," kenang Dabey sambil tertawa. *** (Portaljogja.com/Bagus Kurniawan)

Editor: Sugih Hartanto

Sumber: Portal Jogja (PRMN)

Tags

Terkini

Terpopuler