Baca Juga: AS Berharap Laporan WHO Soal Covid-19 Berlandaskan Sains
Muhammadiyah menjelaskan bahwa fajar sadik sudah dapat ditetapkan ketika ketinggian matahari mulai mencapai minus 18 derajat di ufuk bagian timur.
Muhammadiyah menjelaskan bahwa dasar pengambilan fatwa ini murni berdasarkan Qur’an dan hadits. Di sisi lain Muhammadiyah telah mengkajinya dari tiga aspek.
Pertama, pendapat para ulama klasik dan modern. Kedua, membandingkannya dengan waktu subuh di pelbagai negara. Ketiga, melakukan pengamatan secara ilmiah.
Baca Juga: Dua Pendamping Hukum Warga Pancoran Sempat Ditahan di Polres Jaksel, LBH Jakarta: Sudah Dibebaskan!
Baca Juga: 5 Lokasi SIM Keliling di DKI Jakarta Hari Ini, Kamis 25 Maret 2021, Simak Info dan Persyaratannya
Untuk melakukan pengamatan ilmiah, Muhammadiyah sudah menyerahkan tiga lembaga untuk melakukan penelitian dalam masalah ini.
Lembaga tersebut adalah lembaga Kajian dan Observatorium Ilmu Falak yang terdapat di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Pusat Studi Astronomi (Puston) Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan Islamic Science Research Network (ISRN) yang berada di Universitas Muhammadiyah Buya Hamka (UHAMKA).
“Mereka melakukan pengamatan tidak hanya di tiga kota ini, tetapi lebih dari 20 kota di Indonesia dan melakukan pengamatan selama empat tahun,” imbuh Agung.