SEPUTARTANGSEL.COM - Genap sebulan Taliban kuasai kota Kabul sejak 15 Agustus 2021 lalu.
Meski begitu, berbagai masalah masih harus Taliban hadapi di Afghanistan.
Kini Taliban juga dihantui krisis ekonomi yang sejak puluhan tahun tak pernah bisa teratasi di Afghanistan, dilansir SeputarTangsel.Com dari Reuters, Rabu 15 September 2021.
Baca Juga: SpaceX Sukses Terbangkan 4 Awak Sipil ke Luar Angkasa, Tanpa Didampingi Astronot Profesional
Sejak awal peperangan yang berlangsung di Afghanistan 40 tahun yang lalu, perekonomian menjadi masalah yang tak pernah selesai.
Sejak invasi Uni Soviet hingga Amerika Serikat yang menggelontorkan ratusan miliar dollar selama 20 tahun, ekonomi Afghanistan tak pernah membaik.
Pertumbuhan ekonomi di Afghanistan tak mampu mengimbangi peningkatan populasi warga yang stabil.
Baca Juga: PBB Prihatin, Uji Coba Rudal Korea Utara Akan Ganggu Keamanan Regional
Kekeringan dan kelaparan membuat banyak warga pedesaan pergi ke kota-kota.
Krisis pangan menjadi masalah utama yang kini kembali menghantui Afghanistan.
Program Pangan Dunia atau WFP khawatir jika stok pangan yang ada akan habis di akhir bulan ini.
Baca Juga: Minta Dunia Tolak Akui Pemerintahan Taliban, Diplomat Afghanistan Buat Pernyataan Bersama
Hal tersebut mengancam 14 juta warga Afghanistan ke jurang kelaparan.
Prioritas warga Afghanistan adalah keberlangsungan hidup yang sederhana.
"Setiap warga Afghanistan, anak-anak, mereka semua lap[ar, mereka tidak punya sekantong tepung atau minyak goreng," ujar Abdullah, seorang penduduk Kabul.
Baca Juga: Korea Utara Tembakkan 2 Rudal Balistik, Korea Selatan dan Jepang Ketar-ketir
Kini antrian panjang warga terlihat di luar bank yang memberlakukan batas penarikan sebesar 200 dollar As setiap minggunya untuk melindungi cadangan uang negara yang semakin menipis.
Ditambah lagi banyak pegawai pemerintah yang tak mendapat gaji sejak Juli lalu dan sulitnya lapangan pekerjaan sejak Amerika Serikat menarik pasukannya.
Meskipun kondisi keamanan kini menjadi lebih baik karena pertempuran telah berhenti, akan tetapi ekonomi yang merosot menjadi kekhawatiran utama.
Baca Juga: Jaksa Kepala Haiti Duga Perdana Menteri Terlibat Pembunuhan Presiden dan Sedang Kumpulkan Dakwaan
Sedangkan perhatian Barat kini terfokus pada pemerintahan Taliban yang baru dibentuk di Afghanistan.
Semua bertanya-tanya akankah Taliban menepati janjinya untuk melindungi hak-hak perempuan.
Ada pula kekhawatiran jika Taliban akan menawarkan perlindungan pada kelompok milisi seperti Al Qaeda.
Baca Juga: ISD: Tidak Ada Intelejen yang Konfirmasi Peringatan Teroris dari Jepang
Sejak selesainya proses evakuasi akhir bulan lalu, bantuan mulai berdatangan sejak bandara kembali dibuka.
Kini donor internasional menjanjikan bantuan lebih dari satu miliar dollar AS untuk mencegah keruntuhan negara tersebut, seperti yang diperingatkan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Meskipun para pejabat Taliban mengatakan jika mereka telah benar-benar berubah, akan tetapi dunia internasional bereaksi dingin terhadap pemerintahan tersebut.
Baca Juga: Imbas Ketegangan Dua Negara, Pelajar China Terkena Penolakan Visa di AS
Hingga kini belum ada tanda-tanda pengaduan internasional ataupun upaya membuka blokir terhadap cadangan devisa yang disimpan di luar Afghanistan senilai lebih dari 9 miliar dollar AS.***