Waduh, Ada 10 Juta Pernikahan Anak Selama Pandemi

8 Maret 2021, 22:06 WIB
Ilustrasi pernikahan anak. Terjadi 10 juta pernikahan anak selama Pandemi Covid-19, menurut penelitian Unicef. /Foto: Pixabay/geraldfriedrich2/

SEPUTARTANGSEL.COM - Pandemi Covid-19 sudah setahun berlalu, dampaknya melebar ke berbagai segi kehidupan.

Badan Anak-anak PBB (Unicef) merilis hasil penelitian yang mengejutkan mengenai terjadinya 10 juta pernikahan anak sebagai dampak pandemi Covid-19.

Unicef menyebutkan, hal itu terjadi terhadap anak perempuan di beberapa negara.

Baca Juga: Razia Knalpot Racing di Monas, Polda Metro Jaring 278 Motor

Baca Juga: Lembaga Uji Kompetensi Wartawan Pikiran Rakyat Diaktivasi Kembali, Perkuat Kualitas Jurnalisme

Hal mengejutkan itu terungkap dalam sebuah penelitian dari Unicef berjudul Covid-19: A threat to progress against child marriage.

Dengan adanya penutupan sekolah, tekanan ekonomi, gangguan layanan, kehamilan, dan orang tua meninggal karena pandemi menempatkan anak-anak gadis menjadi sosok yang paling rentan pada peningkatan risiko pernikahan anak.

Tren tersebut diketahui akan menunjukkan kemunduran serius dari kemajuan beberapa tahun belakangan ini melawan perkawinan anak.

Baca Juga: Shinta Nuriyah Wahid Ultah, Mengalir Ungkapan Doa dari Netizen Berbarengan International Womans Day

Baca Juga: Korea Selatan Tidak Temukan Kasus Kematian Setelah Menerima Vaksin AstraZeneca

Jika hal tersebut terkonfirmasi benar, ungkap Unicef, maka akan menunjukkan kemunduran serius untuk melawan pernikahan anak.

Dalam 10 tahun terakhir, menurut penelitian tersebut, proporsi perempuan muda secara global yang menikah dalam usia anak telah menurun sebesar 15 persen, dari hampir satu dari empat menjadi satu dari lima.

Direktur Eksekutif Unicef, Henrietta Fore mengatakan bahwa Covid-19 telah membuat situasi yang sudah sulit bagi jutaan anak perempuan menjadi lebih buruk.

Baca Juga: Usai Mendapatkan Serangan 10 Roket di Pangkalan Militer AS di Irak, Begini Respon Pentagon

Baca Juga: Kelompok Pemberontak Houthi Serang Arab Saudi dengan 3 Drone Bahan Peledak

Penelitian yang dirilis pada Hari Perempuan Internasional, 8 Maret 2021 tersebut menyebutkan bahwa kemajuan itu sekarang berada di bawah ancaman.

"Covid-19 telah membuat situasi yang sudah sulit bagi jutaan anak perempuan menjadi lebih buruk," ucapnya.

Ia juga menambahkan, sekolah-sekolah yang ditutup, isolasi dari teman-teman dan jaringan pendukung, dan meningkatnya kemiskinan telah menambah bahan bakar ke dalam api yang sudah berusaha dipadamkan dunia.

Baca Juga: Menko Polhukam Mahfud MD, Revisi Pernyataannya: AD/ART Partai Demokrat Baru Disahkan Mei 2020

Baca Juga: Olimpiade Tokyo Ditunda Lagi Tahun Depan, 110 Ribu Volunteers 'Digantung' Ketidakpastian

Anak perempuan yang menikah dini, menurut penelitian, lebih mungkin mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan kecil kemungkinannya untuk tetap bersekolah.

Mereka menghadapi peningkatan risiko kehamilan dini dan tidak direncanakan, serta komplikasi dan kematian ibu.

Isolasi dari keluarga dan teman-teman dapat berdampak berat pada kesehatan mental mereka.

Selain itu, keluarga yang menghadapi kesulitan ekonomi mungkin berupaya menikahkan putri mereka untuk meringankan beban keuangan.

Baca Juga: Hari Perempuan Internasional, Blackpink Dinobatkan Sebagai Wanita Berpengaruh dalam Industri Hiburan Dunia

Baca Juga: Demokrat Versi AHY Tunjukkan AD/ART Partai Demokrat Versi KLB Disyahkan Yasona Laoly

Fore juga mengemukakan negara-negara untuk membuka kembali sekolah, menerapkan reformasi hukum, memastikan akses ke layanan kesehatan dan sosial sambil memberikan langkah-langkah untuk melindungi keluarga.

Menurutnya, dengan melakukan hal itu, kita dapat secara signifikan mengurangi risiko seorang gadis kehilangan masa kanak-kanaknya karena pernikahan anak.

Menurut laporan, diperkirakan sebanyak 650 juta gadis dan wanita yang hidup saat ini menikah di masa kanak-kanak, sekitar setengah dari mereka di Bangladesh, Brasil, Ethiopia, India atau Nigeria.***

Editor: Sugih Hartanto

Tags

Terkini

Terpopuler