Cek Fakta: Aliansi Dokter Sedunia Klaim Covid-19 Tidak ganas dan Berbahaya, Ini Faktanya

- 27 Oktober 2020, 21:03 WIB
Warga melintas di depan mural berisi ajakan melawan corona di Jalan Pahlawan Komarudin RW 03, Cakung Barat, Jakarta Timur, Sabtu 17 Oktober 2020. Visual karya Komunitas Bale Buku tersebut mengusung tema 'Sosialisasi Protokol Kesehatan 3 M' sebagai imbauan kepada masyarakat pentingnya protokol kesehatan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan untuk mencegah penyebaran penularan COVID-19.
Warga melintas di depan mural berisi ajakan melawan corona di Jalan Pahlawan Komarudin RW 03, Cakung Barat, Jakarta Timur, Sabtu 17 Oktober 2020. Visual karya Komunitas Bale Buku tersebut mengusung tema 'Sosialisasi Protokol Kesehatan 3 M' sebagai imbauan kepada masyarakat pentingnya protokol kesehatan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan untuk mencegah penyebaran penularan COVID-19. /Foto: ANTARA FOTO/Suwandy/hp./

SEPUTARTANGSEL.COM – Beredar pernyataan dari kelompok yang menyebut diri mereka Aliansi Dokter Sedunia di media sosial yang mengatakan virus Covid-19 tidak ganas dan tidak berbahaya.

Aliansi ini, tergabung di dalamnya dDokter ahli, ilmuwan, dan pengacara dari Eropa, mengklaim bahwa Covid-19 tidak berbahaya seperti yang diyakini dunia saat ini.

Ekle De Klerk, dokter umum dari Belanda yang tergabung dalam aliansi itu, menyampaikan bahwa rumah sakit tidak penuh, orang-orang tidak sakit, dan alat tes yang digunakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Baca Juga: PSSI dan Pemerintah Sepakat Kompetisi Liga 1 Harus Berjalan Lagi

Baca Juga: Wow, Tinjau Lokasi Food Estate, Presiden Jokowi Kenakan Jaket 'Sindikat Banteng'

Oleh karena itu, menurut mereka, hasil tes dari PCR (Polymerase Chain Reaction) yang diyatakan positif, itu palsu.

Selain itu, klaim dari aliansi tersebut, bahwa virus Covid-19 tidak jauh lebih buruk dari flu musiman.

Lebih lanjut, aliansi tersebut menjelaskan, jika terpapar Covid-19, cara menyembuhkannya cukup dengan perawatan termasuk menghirup steroid, hydroxychloroquine, dan zinc.

Dengan demikian,masyarakat tak perlu takut, panik, tak perlu menggunakan masker, apalagi menerapkan lockdown atau karantina.

Baca Juga: Pekan Kedua Liga Champions: Madrid Tandang ke Jerman, Liverpool Menjamu Jawara Denmark

Baca Juga: Epidemiolog Unair Bilang, Jangan Terlalu Berharap pada Vaksin Covid-19

Setelah dilakukan penelusuran melalui Google dengan kata kunci World Doctors Alliance Announce Lawsuit Against COVID-19 Global Lockdown, ada artikel yang dimuat di situs Factcheck.org.

Artikel tersebut berjudul “Doctors in Video Falsely Equate Covid-19 With a ‘normal Flu Virus” 

Dalam artikel tersebut disebutkan, bahwa World Health Organization (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat menegaskan, saat ini dunia masih berada di tengah pandemi Covid-19.

Saat ini pun peningkatan jumlah kasus dan angka rawat inap yang membuat sebagian negara kewalahan menanganinya, masih terus terjadi.

Baca Juga: Bra Bertabur Berlian Ini Dijual Ratusan Juta Rupiah, Minat?

Baca Juga: Prabowo Subianto Capres 2024, Lembaga Survey Menyebut Elektabilitasnya Segini

Beberapa negara di Eropa juga telah memberlakukan pembatasan wilayah untuk melawan gelombang kasus yang lebih besar.

Lembaga pemeriksa fakta Factcheck.org mengungkapkan, pada 10 Oktober 2020 lalu, Heiko Schöning, seorang dokter di Jerman dan pemimpin dari Extra-parliamentary corona investigation committee (ACU 2020), mengumumkan pembentukan sebuah organisasi bernama World Doctors Alliance (Aliansi Dokter Sedunia) untuk menantang kebenaran pandemi Covid-19.

Situs aliansi tersebut mengklaim: "sangat jelas bahwa 'pandemi' pada dasarnya telah berakhir sejak Juni 2020."

Baca Juga: Cerita Haru Penerima Bantuan Subsidi Upah BLT BPJS Ketenagakerjaan

Baca Juga: Tiga Hari Berturut-turut Pecah Rekor Kasus Baru Positif Covid-19 di Kota Tangsel

Di laman worlddoctorsalliance.com, kelompok ini membuat petisi untuk menghentikan lockdown yang menurut mereka berimbas pada ekonomi dan kesehatan mental masyarakat.

Klaim-klaim yang mereka sampaikan di petisi juga senada dengan yang disampaikan di video yang viral.

Pada video tersebut, dokter De Klerk menyampaikan bahwa Covid-19 setara dengan virus flu biasa. Hal ini telah lama disanggah oleh WHO, CDC, dan banyak ahli.

De Klerk juga mengklaim pendefinisian pandemi didasarkan pada alat pengujian yang buruk. Dalam versi video yang lebih panjang, De Klerk menyampaikan hasil uji menunjukkan hasil positif palsu hingga 89% sampai 94%.

Baca Juga: Pemerintah Putuskan Upah Minimum 2021 Tak Naik, KSPI: Perlawanan Buruh Akan Makin Keras!

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Asal Inggris Ini Diklaim Mampu Meningkatkan Imun Lansia

Sebagai catatan, hasil positif palsu adalah ketika seseorang tidak memiliki virus corona baru, namun dinyatakan positif.

Sebaliknya, negatif palsu adalah ketika seseorang memiliki virus corona baru, namun hasil tesnya menyatakan negatif. Hingga saat ini, tingkat akurasi alat tes dan hasil positif palsu masih diteliti lebih lanjut.

Sementara itu, sebuah studi dari The Lancet Respiratory Medicine mengatakan bahwa di Inggris, angka positif palsu berada di kisaran 0,8% hingga 4%, sementara negatif palsu bisa mencapai 33%.

Baca Juga: Meski ditahan AS Roma, AC Milan Masih Puncaki Klasemen Serie-A

Baca Juga: Bantuan Subsidi Upah Sudah Cair 98,30 Persen, Cek Rekeningmu!

Kemudian, banyak peneliti di dunia juga sepakat bahwa SARS-CoV-2, bukan merupakan jenis dari influenza.

Di negara De Klerk sendiri, Belanda, ada lebih dari 6.800 kematian yang dikaitkan dengan covid-19 sepanjang tahun ini. Lebih tinggi jika dibandingkan dengan 2.900 karena flu dan pneumonia pada 2018 dan 2019.

Di Amerika Serikat, Covid-19 telah menyebabkan lebih dari 220 ribu kematian, sementara flu musiman hanya menewaskan 61.000 orang pada 2017 hingga 2018.

Baca Juga: Diberitakan Keluar dari Timnas Prancis, Paul Pogba: 100 Persen Tidak Benar!

Baca Juga: Harga Emas Antam dan UBS di Pegadaian Hari Ini, Selasa 27 Oktober 2020 Turun Tipis

Faktanya, Covid-19 sejauh ini telah membunuh lebih banyak orang di AS bila dibandingkan dengan gabungan (jumlah kasus dalam) lima musim flu terakhir, dan ratusan lainnya meninggal setiap hari.

Dokter lainnya, Dolores Cahil yang telah dikenal sebagai penyangkal Covid-19, mengklaim bahwa Covid-19 adalah virus musiman.

Klaim ini sejak lama telah dinyatakan bermasalah. Namun, kenyataan bahwa virus ini telah menyerang sejak Desember dan melewati beberapa musim tidak dapat dielakkan.

Baca Juga: Covid-19 Jadi Alasan, Pemerintah Putuskan Tak Ada Kenaikan Upah Minimum 2021

Baca Juga: Lowongan Kerja BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia, Paling Lambat 1 November

Cahil juga menyampaikan bahwa penderita Covid-19 dapat mengonsumsi Hydroxychloroquine dan Zinc.

Namun, penggunaan Hydroxychloroquine sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter karena terdapat beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri lambung, diare, dll.

Dalam versi video yang lebih panjang, Cahil juga menyampaikan hanya ada 98 kematian di Irlandia karena virus corona baru sejak April.

Baca Juga: Operasi Zebra Jaya 2020, Ini Pelanggaran yang Jadi Prioritas untuk Ditindak

Baca Juga: Mafindo dan Maarif Institute Dapat Hibah Miliaran dari Google untuk Berantas Hoaks di Indonesia

Namun, menurut Kantor Pusat Statistik Irlandia, lebih dari 1.800 orang telah meninggal karena Covid-19 di negara itu.

Dan dengan kasus-kasus yang terus meningkat, pemerintah Irlandia mengumumkan pada 19 Oktober 2020 bahwa mereka memberlakukan pembatasan yang lebih ketat untuk memperlambat penyebaran Covid-19.

Langkah ini akan berlangsung setidaknya hingga 1 Desember 2020 dan mengharuskan semua bisnis retail non-esensial, tempat cukur, penata rambut, dan salon untuk tutup sementara, dan melarang pertemuan di rumah. Restoran juga dibatasi hanya untuk layanan antar-jemput dan pengiriman makanan.

Baca Juga: Presiden Jokowi Minta Menterinya Gamblang Jelaskan Tahapan Imunisasi Covid-19 kepada Masyarakat

Baca Juga: Ma’ruf Amin Sebut Orang yang Suka Mempublikasikan Amal, Terjebak pada Mental Pencitraan

Saat ini, Cahil juga mendapat kecaman dari University College Dublin yang mengeluarkan pernyataan bahwa pendapat Cahil tidak ada hubungannya dengan kampus tersebut. Saat ini, Cahil juga diminta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai panel medis Uni Eropa.

Seperti yang dipaparkan situs tersebut, pandemi didefinisikan sebagai penyebaran epidemi di seluruh dunia.

Epidemi sendiri adalah meluasnya penyebaran penyakit di dalam daerah tertentu di sebuah negara hingga kawasan.

Baca Juga: Fenomena La Nina Bisa Berdampak Kerawanan Pangan, Ini Tujuh Strategi Mentan Syahrul Yasin Limpo

Baca Juga: Buntut Ucapan Presiden Macron, Paul Pogba Dikabarkan Mundur dari Timnas Prancis

Berlawanan dengan asumsi umum, klasifikasi penyakit sebagai pandemi tidak terkait dengan tingkat keparahan penyakit.

Sebaliknya, istilah ini digunakan ketika penyebaran penyakit terjadi secara simultan di seluruh dunia.

Selain itu, definisi pandemi oleh WHO juga mencakup aspek kebaruan penyakit, dengan mempertimbangkan pandemi sebagai "penyebaran penyakit baru di seluruh dunia."

Baca Juga: Duh, Film Produksi NU Ini Panen Kritik Netizen

Baca Juga: Gelar Operasi Zebra Jaya 2020, Ini Lima Pelanggaran yang Akan Ditindak Tegas

Pada 11 Maret 2020, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia secara resmi menyatakan bahwa Covid-19 adalah pandemi.

Pernyataan tersebut didasarkan dari pengamatan bahwa virus baru ini telah menyebabkan 118.000 kasus di 114 negara pada saat itu.

Hingga Oktober 2020, WHO melaporkan 37 juta kasus dan 1 juta kematian akibat Covid-19.

Distribusi geografis Covid-19 menunjukkan bahwa semua wilayah di dunia telah terdampak oleh virus corona baru, meskipun berada dalam tingkatan yang berbeda. Situas ini menjadikan status virus corona baru penyebab Covid-19 ini sebagai pandemi.

Kesimpulannya: pernyataan yang disampaikan oleh Aliansi Dokter yang berasal dari Eropa itu salah atau Hoaks.***

Editor: Sugih Hartanto

Sumber: Factcheck.org


Tags

Terkait

Terkini

x