SEPUTARTANGSEL.COM - Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang menyeret mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo masih terus menarik perhatian publik.
Tak terkecuali Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama. Ia menduga adanya keterlibatan Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen (Purn) Benny Mamoto dalam skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo terkait kasus Brigadir J.
Hal itu terkait pernyataan Benny Mamoto tempo hari yang menyatakan tidak ada kejanggalan dalam kasus Brigadir J.
Karenanya, Haris meminta agar Timsus Polri memeriksa Benny Mamoto terkait kasus Brigadir J, termasuk isi handphone dan rekeningnya.
Selain Benny, Haris juga meminta agar Timsus Polri memeriksa Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam.
Bukan tanpa alasan, Choirul Anam dinilai telah membela Ferdy Sambo dengan mempertanyakan penggeledahan yang dilakukan oleh Kepolisian di rumah mantan Ketua Satgasus Merah Putih itu.
Menanggapi hal ini, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap Benny dan Choirul bisa dilakukan apabila keduanya diduga terlibat dalam tindak pidana.
"Kita harus membedakan, memeriksa karena kinerja institusi gak bisa, tapi kalau seandainya terlibat tindak pidana ya bisa," kata Refly Harun.
Ia juga mempertanyakan eks Penasihat Kapolri Fahmi Alamsyah yang bisa mempercayai Ferdy Sambo begitu saja.
"Kok bisa dia percaya begitu saja karena katanya teman? Justru kalau ada kasus seperti itu, kita harus benar-benar korek kecuali temannya berterus terang makanya dia percaya. Artinya dia percaya dengan cerita yang kemudian tidak dia sampaikan ke masyarakat," kata Refly Harun.
Kemudian, mantan Staf Ahli Mahkamah Konstitusi itu mengatakan Kompolnas dan Komnas HAM harusnya bicara secara terukur.
Maksudnya, tidak terkesan mempercayai dan membela salah satu pihak.
"Tapi flat saja, terukur. Misalnya, 'Ya nanti kami akan tindak lanjuti, lihat, monitor.' Kan begitu, atau apa saja. Kalau dia harus mengutip, ya kutip saja apa adanya, as it is," ujarnya.
"Tapi kalau memberikan pendapat bahwa tidak ada kejanggalan, itu sertifikasi atau endorsement. Sertifikasi dan endorsement itu ya orang tanya apa motifnya," kata Refly Harun menambahkan.
Menurut Refly Harun, endorsement tentu memiliki motif tertentu.
Lebih lanjut, alumni Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu pun mempertanyakan apakah Komnas HAM sadar sudah masuk jebakan Ferdy Sambo sejak awal kasus Brigadir J diumumkan.
Hal ini berkaitan dengan keterangan Komnas HAM mengenai CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) penembakan Brigadir J.
"Karena kalau kita lihat keterangan Komnas HAM di awal-awal dengan bicara CCTV dan lain sebagainya, mereka sadar apa enggak ya mereka masuk trap (jebakan)," ucapnya.
Baca Juga: KPK Respon Laporan Dugaan Suap Ferdy Sambo, Berkaitan Permohonan Perlindungan Putri Candrawathi?
"Trap yang menunjukkan seolah-olah yang namanya Ferdy Sambo tidak berada di tempat ketika kejadian dilakukan," sambungnya, dikutip SeputarTangsel.com dari kanal YouTube Refly Harun pada Selasa, 16 Agustus 2022.
Refly Harun pun berharap agar Bharada E alias Bharada Richard Eliezer yang mau berbicara jujur tidak dibatasi aksesnya dalam kasus ini.***