SEPUTARTANGSEL.COM - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan minyak goreng disorot media asing.
Keputusan Jokowi dalam melarang ekspor CPO dan minyak goreng itu disebut akan memperparah krisis pangan global.
Pasalnya, keputusan Jokowi terkait larangan ekspor CPO dan minyak goreng itu berdampak pada kenaikan harga minyak nabati seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari.
Menurut Ketua Konsultan Koditas LMC Internasional, langkah Jokowi dalam melarang ekspor CPO dan minyak goreng akan memberi tekanan ekstra pada konsumen yang terkena dampak kenaikan harga bahan bakar dan pangan, khususnya di Asia dan Afrika.
Pasalnya, Indonesia merupakan negara pengekspor CPO dan minyak goreng terbesar di dunia.
"Keputusan Indonesia tidak hanya memengaruhi ketersediaan minyak sawit, tetapi juga minyak nabati di seluruh dunia," kata James Fry, dikutip SeputarTangsel.Com dari The Guardian pada Selasa, 26 April 2022.
Terlebih, keputusan Jokowi itu dilakukan di tengah krisis pangan global, salah satunya akibat konflik Rusia dan Ukraina.
"Ini terjadi ketika tonase ekspor semua minyak utama lainnya berada di bawah tekanan. Minyak kacang kedelai karena kekeringan di Amerika Selatan, minyak lobak karena tanaman kanola membawa bencana di Kanada, dan minyak bunga matahari karena perang Rusia di Ukraina," ujar Fry.
Selain Fry, Ketua Pakistan Edible Oil Refiners Association (PEORA) Rasheed Jahnmod mengatakan, tidak ada yang bisa mengompensasi hilangnya minyak sawit Indonesia.
Menurut Rasheed, kebijakan Jokowi tersebut justru akan membuat setiap negara menderita.
Baca Juga: Rizal Ramli Kritik Kebijakan Jokowi Larang Ekspor CPO dan Minyak Goreng: Asal Populer tapi Ngasal
Presiden badan perdagangan Solven Extractors Association India (SEA) Atul Chaturvedi mengatakan, keputusan Jokowi telah memberikan kejutan ganda bagi para importir yang semula mengandalkan CPO untuk menutup kesenjangan pasokan minyak.
Meski kemungkinan negara-negara seperti India, Bangladesh, dan Pakistan akan mencoba mengandalkan ekspor sawit Malaysia, hal itu tidak dapat mengisi celah yang diciptakan Indonesia.
Pasalnya, Indonesia biasanya memasok hampir setengah dari total impor minyak sawit India, sementara Pakistan dan Bangladesh mengimpor hampir 80 persen kebutuhan sawit mereka dari Indonesia.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahwa larangan ekspor yang dimaksud Jokowi bukanlah CPO, melainkan refined, bleache, deodorized (RBD) palm olein, yakni bahan baku minyak goreng sawit dan minyak goreng sawit (MGS).***