Fahri Hamzah Sebut Hubungan PDIP dan Jokowi Kian Merenggang, Refly Harun: Luhut Jadi Musuh Bersama

- 17 April 2022, 12:49 WIB
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan disebut sebagai musuh bersama banyak pihak
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan disebut sebagai musuh bersama banyak pihak /Foto: Instagram/ @luhut.pandjaitan/

 

SEPUTARTANGSEL.COM - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyebut hubungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin merenggang.

Menurut Fahri Hamzah, pemicu perpecahan antara PDIP dan Jokowi adalah karena Presiden lebih dekat dengan musuh bebuyutan partai.

Fahri Hamzah menjelaskan, dibandingkan dengan PDIP, Jokowi saat ini lebih terbantu oleh pengusaha dan pimpinan partai lainnya. Hal ini dilihatnya sebagai konsekuensi dari masa lalu, di mana sistem tidak diatur dengan baik, sehingga seolah-olah ada koalisi dalam presidensialisme.

Baca Juga: Alasan PDIP Undang Cak Nun Ceramah Dipertanyakan, Refly Harun: Mungkin Kepentingan Puan Maharani untuk....

Karena itu, Fahri Hamzah menyarankan agar presidential threshold dihapuskan, sehingga masing-masing partai bisa mengusungkan calon.

Menanggapi hal ini, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengaku sepakat dengan pernyataan mantan Wakil Ketua DPR RI itu.

"Memang kalau kita lihat, semua terjadi karena kekacauan sistem bernegara kita. Kita sistem pemerintahan presidensil, tapi rasa parlementer," kata Refly Harun.

Baca Juga: Diundang PDIP, Cak Nun Sebut Presiden Sekarang Belum Tepat, Refly Harun: Ada 2 Pertanyaan yang Perlu Kita...

Refly Harun menuturkan, ketika Pilpres 2019 lalu, Jokowi tidak hanya dimiliki PDIP, tetapi juga partai-partai lain yang mengusungnya.

Bahkan menurut Refy Harun, PDIP kala itu tidak mengampanyekan Jokowi.

"Mungkin dia (PDIP) merasa lebih percaya diri, cukup mengampanyekan Megawati dan trah Soekarno," ujarnya, dikutip SeputarTangsel.Com dari kanal YouTube Refly Harun pada Minggu, 17 April 2022.

Mantan Ketua Tim Anti Mafia Mahkamah Konstitusi itu menuturkan, sistem bernegara di Tanah Air harus diperbaiki. Di antaranya yaitu dengan menghapuskan presidential threshold, serta masing-masing partai diwajibkan memiliki capres dan cawapres sendiri.

Baca Juga: Roy Suryo Tanggapi Ceramah Cak Nun di Sekolah Partai PDIP, Netizen: Katakan yang Benar Walaupun Pahit

Menurut Refly Harun, hal ini bertujuan agar partai politik lebih genuine dalam melakukan rekrutmen politik dan kepemimpinan.

"Jadi, cita-cita partai itu besar. Masa cita-cita partai cuma menjadi wakil presiden? Terakhir turun lagi, bukan menjadi presiden atau wakil presiden, tapi cukup menjadi pendukung atau penyokong presiden partai lain," ucapnya.

"Kita harus berubah mentalnya. Kalau pada putaran pertama semua partai politik ada calon, maka kalau peserta Pemilunya 16, ya minimal 16 calon," kata Refly Harun menambahkan.

Meski demikian, kata Refly Harun, apabila partai-partai politik tetap ingin mencalonkan tokoh yang sama, hal itu tetap diberbolehkan.

Baca Juga: Diundang Megawati Ceramah di Markas PDIP, Cak Nun: Jangan Marah, Cuma Masalahnya Presidennya Belum Tepat

Hanya saja, Refly Harun melihat hal itu sebagai hal yang janggal ketika partai politik gagal melakukan kaderisasi dan tidak ingin kadernya menjadi presiden.

"Ketika pada putaran pertama tidak ada yang mencapai 50 persen plus satu, maka pada putaran kedua itu lah pilihan untuk berkoalisi dengan secara faktual melihat konstelasi politik," tuturnya.

"Sehingga kalau ada yang terpilih, maka yang terpilih itu tetaplah milik partai pengusungnya yang satu itu, jadi tidak bisa diklaim semua orang," sambung Refly Harun.

Menurut mantan Komisaris PT Pelindo I itu, berbeda dengan Jokowi saat ini  yang diklaim oleh beberapa partai politik lainnya seperti Nasdem dan PSI.

Baca Juga: Harga Pertamax Naik Jadi Rp12.500 per Liter Mulai April 2022, MS Kaban Sindir Puan Maharani dan Petinggi PDIP

Refly Harun mengatakan, dengan dihapuskannya presidential threshold, maka akan terlihat kecanggihan partai-partai politik dalam menghadirkan kepemimpinan.

Selain itu, Refly Harun menuturkan, keterbukaan slot partai politik membuka kesempatan bagi tokoh independen untuk bergabung ke dalamnya.

"Jangan kemudian orang-orang tersebut justru dibiarkan tetap menjadi sosok-sosok yang independen. Karena kalau sudah dia menjadi presiden, dia paling tidak harus memegang partai politik. Kalau tidak memegang partai politik, wah gawat dia jadinya," tegasnya.

Lebih lanjut, Refly Harun mengatakan hal lain yang membuat PDIP sensi kepada Jokowi adalah karena Presiden tidak bisa diklaim sebagai satu-satunya milik partai pimpinan Megawati itu.

Baca Juga: Bintang Emon Kritik PDIP Soal Demo Memasak Tanpa Minyak Goreng: Anak Orang Kaya Berusaha Relate dengan Keadaan

Refly Harun melihat, dalam pemerintahan saat ini, Jokowi justru lebih dekat dengan partai lain yang memiliki pengusaha sekaligus penguasa di istana.

Refly Harun menilai, tokoh yang saat ini tengah dekat dengan Presiden adalah Menteri Koordinator Bidang Investasi dan Kemaritiman (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

"Lebih dekat dengan Luhut Binsar Pandjaitan dan it could be possible dengan Golkar dan Airlangga Hartarto-nya," ucapnya.

Menurut Refly Harun, kedekatan Jokowi dengan pihak tersebut memengaruhi berbagai kebijakan pemerintahan, termasuk kebijakan dalam ekonomi.

Baca Juga: Minyak Goreng Masih Mahal, Politikus PDIP Sarankan Masyarakat Gunakan Ini

Hal ini dilihat Refly Harun sebagai hal yang membuat PDIP marah karena sudah menjadi rahasia umum bahwa partai politik pimpinan Megawati itu tidak cocok dengan Luhut Binsar Pandjaitan.

Refly Harun mengatakan, saat ini kekuatan PDIP di istana biasa saja. Pasalnya, pemerintahan Jokowi lebih banyak diisi oleh kekuatan non-PDIP.

"Dalam konteks seperti ini, bisa dipahami PDIP termasuk partai yang paling menolak untuk perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu karena melihat benefit terbesarnya tidak untuk PDIP, tapi hanya kepada orang-orang atau partai yang saya sebutkan tadi, termasuk dalam isu ibukota misalnya," kata Refly Harun.

Refly Harun melihat, Luhut Binsar Pandjaitan merupakan common enemy atau musuh bersama bagi banyak pihak, terutama PDIP.***

Editor: H Prastya


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah