Said Didu Pertanyakan Pertalite yang Saat Ini Langka di Setiap SPBU

- 8 April 2022, 14:04 WIB
Said Didu bahas terkait Pertalite dan Pertamax
Said Didu bahas terkait Pertalite dan Pertamax /Twitter/ @msaid_didu/

SEPUTARTANGSEL.COM - Staf khusus Kementerian ESDM Muhammad Said Didu terheran-heran dengan amarah Presiden Joko Widodo kepada menterinya yang menaikkan harga bahan bakar motor (BBM) jenis Pertamax.

Presiden Jokowi menyatakan tidak ada komunikasi terlebih dahulu dengan rakyat dan tidak memberi penjelasan apa-apa mengenai hal ini.

Sejalan dengan itu, Said Didu menduga pemerintah belum memiliki keputusan baku mengenai kenaikan harga BBM.

Baca Juga: Said Didu Jelaskan Posisi BBM Premium dan Pertalite, Netizen: Bisnis Berarti

Hal ini, menurutnya menjadi penyebab kelangkaan BBM Pertalite langka akhir-akhir ini.

Said Didu menguraikan bahwa keputusan pemerintah mengenai status bahan bakar pertalite belum ada.

Kemungkinan pemerintah belum mengkaji lebih dalam, status pertalite akan berstatus sebagai BBM bersubsidi atau penugasan.

Kemudian, Said Didu menduga pemerintah belum memiliki hitungan baku mengenai kuota subsidi BBM.

Baca Juga: Roy Suryo Tanggapi Rencana Premium dan Pertalite Akan Dihapus: Dulu Pemerintah Tegaskan ini Hoaks

“Penyebabnya (kenaikan harga BBM) bukan pertamina tapi keputusan pemerintah belum ada tentang, apakah pertalite sebagai BBM bersubsidi atau penugasan ?” kata Said Didu dikutip SeputarTangsel.Com dari akun Twitter @msaid_didu pada Jumat 8 April 2022

Kemudian Said Didu mempertanyakan hitungan kuota subsidi pemerintah yang belum diketahui.

“Selama keputusan tersebut belum ada maka dipastikan (BBM pertalite) akan terus langka,” kata Said Didu.

Baca Juga: Kebakaran Kilang Minyak Cilacap, Pertamina: yang Terbakar Tangki Pertalite, Penyebab Belum Diketahui

Menurut Said Didu, kenaikan harga BBM (Pertamax) sudah jelas penyebabnya yaitu karena harga crude (minyak mentah) naik menjadi sekitar 110 US Dolar per barrel.

“Yang menjadi pertanyaan mengapa saat harga crude anjlok menjadi sekitar 20 US Dolar, harga BBM tidak diturunkan?” katanya.

Kemudian, Said Didu membahas tentang harga solar dan pertalite.

Said Didu mengatakan bahwa asumsi harga crude di APBN 2022 adalah 63 US Dolar per barrel dengan harga tersebut harga solar subsidi adalah Rp5.150 dengan subsidi tetap Rp500 per liter.

“Artinya harga keekonomian solar jika harga crude sekitar 60 US Dolar per barrel adalah Rp 5.650 per liter, “ katanya.

Kemudian, jika harga crude sekitar 110 US Dolar per barrel dengan kurs Dolar sekitar Rp14.500 maka harga keekonomian solar menjadi sekitar Rp13.000 per liter.

“Nah selisih harga sekitar Rp 8.000 per liter dengan solar bersubsidi inilah menjadi sember permasalahan. Demikian juga halnya dengan pertalite,” ujar Said Didu.

Menurut Said Didu, jika dengan formula sederhana maka harga BBM Indonesia dapat dirumuskan:

(harga crude x kurs) + harga bahan baku tambahan + biaya pengolahan + biaya transportasi + biaya penyimpanan + biaya penyusutan + PPN + pajak daerah + marjin produsen + marjin SPBU.

Namun, kata Said Didu, formula harga BBM jenis pertalite saat ini belum jelas, apakah menjadi BBM bersubsidi atau BBM penugasan untuk menggantikan BBM Premium.

“Karena dalam APBN 2022 jenis BBM bersubsidi adalah premium tapi saat ini premium "dihilangkan" di pasar. Belum ada keputusan resmi tentang pertalite,” ujarnya.

Bagi pemerintah, kata Said Didu, kenaikan harga crude justru menguntungkan. Dengan produksi 700.000 barrel/hari, setiap kenaikan 1 US Dolar, menaikkan pendapatan (termasuk pajak) sekitar Rp3,0 trilyun.

“Jika harga sekitar 100 US Dolar, asumsi APBN 63 US Dolar maka kenaikan pendapatan pendapatan sekitar Rp 110 trilyun,” katanya.

Artinya, kata Said Didu, ada dana untuk bisa subsidi BBM.***

Editor: Dwi Novianto


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x