SEPUTARTANGSEL.COM - Label halal baru Kementerian Agama (Kemenag) terus menuai kontroversi. Apalagi ke depannya disebutkan sertifikasi secara bertahap hanya dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag.
Penetapan label halal baru ditandatangani 10 Februari oleh Kepala BPHJ, Muhammad Aqil Irham dan berlaku nasional mulai 1 Maret 2022.
Pendiri Cross Culture Indonesia yang juga pegiat media sosial, Ali Syarief menanggapi penetapan label halal baru dan sertifikasi yang nantinya langsung dipegang BPJH Kemenag.
Menurut Ali Syarief, fatwa Majelis Ulama Indonesia untuk label halal dan haram hanya untuk umat Islam. Jadi, hal tersebut tidak perlu diurusi oleh pemerintah. Negara Indonesia bukan khilafah.
"Label Halal itu fatwa Majelis Ulama, untuk umatnya. Pemerintah tdk perlu ngurusin halal haram, kan bukan negara khilafah," ujar Ali Syarief sebagaimana dikutip SeputarTangsel.Com dari akun Twitter @alisyarief, Minggu 13 Maret 2022.
Pernyataan Ali Syarief disetujui sebagian besar netizen di kolom komentar. Label halal memang ditujukan pada konsumen muslim, jadi tidak perlu di-nusantarakan.
"Betul pak. Lagipula halal atau haram itu ditujukan untuk umat muslim bukan untuk yang bukan muslim. Jadi tidak pantas juga untuk di nusantara kan karena yang bukan Islam nggak perlu label Halal Haram. Rezim ini terlalu benci dengan huruf hijaiyah jadinya ngawur," kata @ommi_siregar.
Baca Juga: Kemenag Tetapkan Label Halal Terbaru: Ada Motif Gunung, Surjan, hingga Wayang Kulit