Ia pun menyinggung sikap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang dinilainya telah menghapus jasa mantan Komandan Brigade 10/Wehrkreise III itu.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman itu pun mengungkit filsafat Jawa yang mengatakan ngono ya ngono, ning ojo ngono yang berarti meski tidak dilarang, sebaiknya jangan dilakukan.
"Mas @mohmahfudmd kok segitunya sih, sampai ngapusi jasa Pak Harto. Ngono ya ngono, ning ojo ngono," ujarnya.
Sebelumnya, Mahfud MD mengatakan pemerintah tidak meniadakan peran Soeharto dalam sejarah tersebut.
Mahfud MD menuturkan, meskipun Soeharto tidak ada dalam Keppres yang diteken Jokowi, namanya tetap disebut sebanyak 48 kali dalam naskah akademik Keprres yang juga dibenarkan sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Menurut Mahfud MD, meski Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta diasingkan ketika itu, namun keduanya tetap aktif menggerakkan operasi serangan.
Mahfud MD mengungkapkan, dalam Keppres yang diteken Jokowi itu, Jenderal Soedirman disebut sebagai tokoh yang memerintahkan operasi dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX merupakan penggagas serangan tersebut.***