BIN: 3 Front Dukung Referendum Papua, Kesejahteraan Masih Rentan

- 28 Mei 2021, 23:42 WIB
Mural di Camden Town London.
Mural di Camden Town London. /Sumber: London Calling Blog/

SEPUTARTANGSEL.COM – Badan Intelijen Negara (BIN) mendeteksi tiga front yang aktif menggalang dukungan pelaksanaan referendum di Papua saat ini.

Hal ini dijelaskan Wakil Kepala BIN Teddy Lhaksmana Widya.

Dia mengatakan,"Tiga front yang aktif menggalang dukungan pelaksanaan referendum di Papua, yaitu front bersenjata, front politik dan front klandestin."

Baca Juga: Menko Polhukam Mahfud MD: Aparat Keamanan Terus Mengejar KKB di Papua

Sejak dikeluarkannya Otsus atau Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001, tingkat kesejahteraan masyarakat Papua masih rentan. Indeks pembangunan manusia (IPM) masih berkisar 60,84 poin sampai 64,70 atau terendah di Indonesia.

Rendahnya angka IPM itu akibat ketidakjelasan pengembangan empat sektor penting yakni infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi kerakyatan.

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) di Papua terhambat Kelompok Separatis Papua (KSP).

Baca Juga: Ganjar Pranowo dan Puan Maharani Ramai Dibahas, Begini Pengakuan Ganjar

Teddy menyatakan momentum amandemen Otsus 21 Tahun 2001 dimanfaatkan pendukung KSP untuk memasifkan berbagai aksi seperti RDP MRP, unjuk rasa menyusun petisi rakyat papua, rencana mogok sipil nasional, dan provokasi di media sosial oleh UMLWP.

"Kelompok front politik yang didukung oleh kelompok-kelompok klandestin, melakukan manuver politik dengan mengintervensi dan mengarahkan agenda RDP dan RDPU agar hasil evaluasi Otsus Papua merekomendasi penolakan Otsus dan mendukung referendum di Papua," ucap Teddy dalam rapat kerja bersama panitia khusus DPR di Jakarta pada Kamis, 27 Mei 2021.

Hal senada disampaikan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Letnan Jenderal TNI Joni Supriyanto.

Baca Juga: Bashar Al Assad Memenangkan Pemilihan Presiden Suriah

Dia menyatakan peningkatan eskalasi gangguan di Papua beberapa pekan terakhir merupakan upaya untuk menghentikan rencana otonomi khusus jilid II.

"Terjadi peningkatan eskalasi gangguan di Papua, khususnya di Papua tengah. Itu sengaja dilakukan agar pemerintah dan DPR RI untuk menghentikan rencana otonomi khusus jilid II," ungkap Joni.

Dikutip dari Antara, Joni menegaskan jika pemerintah dan DPR terpengaruh maka kelompok tersebut berhasil. Tapi kalau tidak terpengaruh, pemerintah bisa melanjutkan rencana dan program tersebut.

Baca Juga: Presiden Rusia Vladimir Putin: Memulihkan Pendapatan Warga adalah Tugas Prioritas Pejabat Negara

"Otsus jilid I yang akan berakhir beberapa bulan lagi membawa Papua lebih maju dari kondisi sebelumnya," ujar Joni.

Pansus perubahan kedua Rancangan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus di Provinsi Papua menggelar rapat kerja untuk mendengarkan masukan dari Panglima TNI, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Ketua Pansus Komarudin Watubun menyatakan Otsus Papua yang diberikan melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 telah dilaksanakan hampir 20 tahun. RUU Otsus Papua telah masuk dalam Prolegnas tahun 2021. ***

Editor: Ignatius Dwiana


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah