Seniman Butet Kartaredjasa Diduga Sindir Jokowi Lewat Tarian Petruk, Rocky Gerung Sebut Politik Sedang Kritis

- 11 Maret 2021, 19:45 WIB
Tarian Petruk yang Diduga Netizen untuk Sindir Jokowi
Tarian Petruk yang Diduga Netizen untuk Sindir Jokowi /Tangkapan Layar Kanal YouTube Rocky Gerung Official/

SEPUTARTANGSEL.COM - Presiden Joko Widodo diketahui sambangi lokasi vaksinasi untuk seniman di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Yogyakarta.

Kunjungan itu pun disambut meriah dengan tarian 'Petruk Divaksin', sebuah inisiasi dari Seniman Butet Kartaredjasa.

Namun, sayangnya penyambutan orang nomor satu di Indonesia oleh sejumlah penari berdandan khas Petruk itu justru membuat sebagian netizen salah fokus.

Baca Juga: Andi Arief Ungkap Fakta Mengejutkan tentang KLB Partai Demokrat yang Libatkan KSP Moeldoko, Ini Tanggapan AHY

Baca Juga: Kapolres Bogor Telah Ungkap Pelaku Pelempar Botol Plastik Kuda Nil di Taman Safari, Ternyata Nenek-nenek!

Bahkan, sebagian dari mereka menganggap bahwa tarian Petruk itu merupakan sindiran untuk Jokowi.

Menanggapi hal ini, Pengamat Politik Rocky Gerung mengatakan bahwa Butet Kartaredjasa memang identik dengan sindiran dan satire.

Menurutnya, Petruk erat hubungannya dengan sindiran-sindiran kekuasaan.

Baca Juga: KLB Demokrat Jadikan Moeldoko Ketum, Mahfud MD Bocorkan Reaksi Jokowi

Baca Juga: Ikut KLB Demokrat dan Mendukung Moeldoko, 2 Ketua DPC Dipecat AHY

Lebih lanjut, Rocky mengatakan hal tersebut adalah sindiran yang bersifat sublimasi. Namun, bagi orang bersuku Jawa, hal itu bersifat dalam.

"Seharusnya kita mau cari suatu local wisdom dari peristiwa itu untuk mengingatkan Istana atau kekuasaan bahwa sinisme publik itu bahkan masuk sampai ke wilayah kepekaan estetik. Sering kali seni memang dimaksudkan untuk beri sindiran kepada kekuasaan," kata Rocky, dikutip SeputarTangsel.com dari kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Kamis, 11 Maret 2021.

"Seni berfungsi untuk meluruskan kembali akal sehat, batin sehat, wilayah-wilayah yang disebut kerohanian manusia yang dilupakan pemimpin. Saya kira Butet mau beri pesan bahwa rawatlah batin bangsa ini. Kalau punya ambisi, takar-takarlah ambisi, sebab ambisi yang berlebih dapat membahayakan kehidupan bersama," lanjutnya.

Baca Juga: Sebatas Tawaran Konsultasi dan Pelatihan, Komandan Misi NATO Ungkap Tidak akan Rebut Peran AS di Irak

Baca Juga: Indonesia Diundang UNESCO untuk Program Digitalisasi Aksara Nusantara di Konferensi Tingkat Internasional, Loh

Kemudian, mantan Dosen Filsafat Universitas Indonesia (UI) itu menuturkan, peristiwa kebudayaan dapat menunjukkan bahwa kepekaan masyarakat masih tumbuh.

"Indonesia sebetulnya masih dihuni oleh pikiran-pikiran kebudayaan dalam rangka menerangkan politik," ujar Rocky.

Rocky menjelaskan, dalam kosmologi Jawa selalu menganggap makrokosmos selalu tercermin dalam mikrokosmos, yakni kekuasaan.

Baca Juga: Kecelakaan Maut di Sumedang, 27 Meninggal Dunia dan 39 Dirawat di RSUD Sumedang

Baca Juga: Ferdinand Hutahaean Minta KPK Periksa Gubernur Anies Baswedan Terkait Dugaan Kasus Korupsi Rumah DP 0 Rupiah

Kemudian, kekuasaan tercermin dalam kemampuan para penasihat istana dan budayawan untuk memberi sinyal kepada raja.

Sehingga jaringan makrokosmos dan mikrokosmos berinti pada kritik seniman yang menandakan legitimasi kekuasaan.

"Kalau budayawan sudah ngomong, itu pertanda bahwa politik sebetulnya ada dalam keadaan yang kritis," tegas Rocky.***

Editor: Harumbi Prastya Hidayahningrum


Tags

Terkait

Terkini