Baca Juga: Diperingati Tiap 8 Maret, Ini Sejarah Hari Perempuan Internasional
Meski begitu, Refly menuturkan bahwa hal ini akan membuat Moeldoko menjadi dilema.
"Moeldoko pasti akan menjadi dilema. Pertama, kalau mau terus mengambil Partai Demokrat, maka Moeldoko harus menanggalkan jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden atau diberhentikan Presiden Jokowi. Kedua, kalau memang memilih KSP, maka harus menanggalkan jabatan sebagai Ketum Demokrat hasil KLB," kata Refly, dikutip Seputartangsel.com dari kanal YouTube Refly Harun pada Senin, 8 Maret 2021.
Lebih lanjut, Refly mengatakan bahwa hal ini bukanlah persoalan rangkap jabatan, melainkan untuk memastikan Istana agar tetap bersikap netral.
Baca Juga: Tidak Terima Digusur dari Ketua Umum Partai Demokrat, AHY Laporkan Peserta KLB ke Kemenkumham
"Kalau Istana tidak memberikan sanksi apa-apa kepada Jenderal Moeldoko, maka Istana atau Presiden Jokowi dengan gampang akan dituduh berada di balik semua ini. Paling tidak Jokowi dalam tanda kutip merestui, menyetujui pengambilalihan Partai Demokrat oleh Moeldoko," ujarnya.
"Tentu saja ini akan menjadi hal yang sifatnya dilematis bagi Jenderal Moeldoko. Bagaimana mungkin dia menanggalkan jabatan KSP, padahal jabatan itu lah yang menggaransi, menjamin dia bisa mengambil alih," lanjut Refly.
Kemudian, Refly juga menuturkan bahwa pihak-pihak yang mengadakan KLB Demokrat tidak akan pernah mempetimbangkan Moeldoko jika yang bersangkutan tidak menjabat sebagai KSP.