SEPUTARTANGSEL.COM - Kasus pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 dalam acara Habib Rizieq berstatus penyidikan.
Hal itu, ditetapkan usai memeriksa beberapa orang yang terlibat dalam acara yang menimbulkan kerumunan orang tersebut.
“(Kasusnya) baru naik ke penyidikan,” kata Yusri Yunus beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Simak, 6 Golongan Ini Dijamin Gagal Dapat Bantuan Presiden Untuk UMKM Rp2,4 Juta
Baca Juga: Top 5 Lipstick di Bawah Rp50 Ribu, Solusi Tetap Cantik Saat Pandemi
Atas ditetapkannya status pelanggaran protokol kesehatan itu, maka polisi menyebutkan bahwa pihaknya berpotensi untuk menetapkan tersangka.
Lebih lanjut, Yusri Yunus menjelaskan bahwa penyidik berencana untuk mencari keterangan saksi, alat bukti, melengkapi bukti-bukti yang menjadi petunjuk lain dalam kasus kerumunan tersebut.
Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara dan pengamat politik Indonesia Refly Harun berpendapat, kasus kerumunan yang dinaikkan ke tahap penyidikan maka secara otomatis akan dicari siapa tersangkanya.
Baca Juga: Link Live Streaming Resmi Laga Tinju Mike Tyson Vs Roy Jones Jr
Baca Juga: Lima Juta Anggota Banser Besok Gelar Apel Akbar, Panglima Tertinggi Ingatkan Hal Ini
Singkatnya, penetapan tersangka tentu secara otomatis akan mengarah kepada Rizieq Shihab, yang mana HRS berpotensi dipidana.
Namun, Refly Harun berpendapat jika memang HRS dipidana seharusnya semua yang hadir dalam kerumunan tersebut dipidana juga agar adil.
“Jika yang melanggar protokol harus dipidana, maka semua orang yang di sana harus dipidana. Semua orang yang di bandara kemarin yang berjumlah ribuan, harus dipidana!” ujarnya.
Baca Juga: China Bantah Virus Corona Pertama Kali Muncul di Wuhan, WHO: Sangat Spekulatif
Baca Juga: Update Harga Emas Antam dan UBS di Pegadaian hari ini, 1 Gram Dibandrol Rp950.000
Bukan hanya kegiatan Rizieq Shihab di Petamburan, namun juga kegiatan lainnya seperti kegiatan Pilkada di Medan harus dipidana.
“Yang melanggar protokol kesehatan di pilkada Medan, juga harus dipidanakan,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Refly menyinggung Pasal 93 yang membahas tentang karantina wilayah. Menurutnya, terdapat tiga poin penting yang harus digaris bawahi.
Baca Juga: Berkas Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Kingkin Anida Sudah P21, Segera Disidangkan
Baca Juga: Sinopsis Mahabharata Episode 67 Tayang di ANTV Hari Ini, Sabtu 28 November 2020
Seperti, Pasal 93 berbunyi ‘Siapapun yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan masyarakat, atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan masyarakat, maka akan dipidana 1 tahun.’
Pertanyaan selanjutnya, apakah kerumunan di Petamburan akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat? Jika memang kasus kerumunan Petamburan identik dengan pelanggaran Pasal 93, tentu tidak tepat karena tidak terjadi darurat kesehatan.
Lagi pula saat itu sedang tidak dilaksanakan karantina atau yang lebih dikenal dengan istilah lockdown, hanya PSBB saja. Sementara Pasal 93 membahas kekarantinaan bukan PSBB.
Baca Juga: Lokasi Pelayanan SIM Keliling di Jakarta Hari Ini, Sabtu 28 November 2020, Ini Syaratnya
“Karantina beda sama PSBB. Karantina/lockdown sehingga perlu sanksi tindak pidana pelanggaran,” pungkasnya.
Sementara apa yang terjadi di Petamburan, masuk ke dalam kategori pelanggaran PSBB jadi hanya melanggar sanksi administratif saja.
Artikel ini telah tayang di PR Tasikmalayadotcom dengan judul: HRS Berpotensi Menjadi Tersangka, Refly Harun: Semua Orang yang Hadir Juga Harus Dipidana
Baca Juga: Waduh, Habib Rizieq Belum Lakukan Tes Swab, Ini Alasannya
“PSBB itu berarti diperlonggar. Kalau PSBB diterapkan sanksi administratif masuk akal, beda dengan karantina yang mengatur seseorang tidak boleh ke luar(lockdown-red),” jelasnya.*** (PR Tasikmalaya/Saniatu Aini)